“SEJARAH PERADABAN ISLAM”
Tentang :
“Pendidikan Islam Pada Masa
Pendidikan Jepang ”
Dosen Pengampu : Dr. Muslimah, M.Pd.I
Disusun oleh :
Kelompok V
Astri Maryani
M. Firdaus
SEMESTER VI
– C
JURUSAN
PENDIDIKAN AGAMA ISLAM (PAI)
SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM AN-NADWAH
KUALA TUNGKAL
2020
KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat
dan hidayah-Nya sehingga saya dapat menyelesaikan tugas makalah yang berjudul ‘’Pendidikan
Islam Pada Masa Jepang ini tepat pada waktunya.
Adapun tujuan dari penulisan dari makalah ini adalah untuk
memenuhi tugas Sejarah Pendidikan Islam Selain itu, makalah ini juga bertujuan
untuk menambah wawasan kepada para pembaca dan juga bagi penulis.
Saya
mengucapkan terima kasih kepada dosen bidang studi mata kuliah yang
telah memberikan tugas ini sehingga dapat menambah pengetahuan dan wawasan
sesuai dengan bidang studi yang saya tekuni.
Saya juga mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang
telah membagi sebagian pengetahuannya sehingga saya dapat menyelesaikan makalah
ini.
Saya menyadari, makalah yang saya tulis ini masih jauh dari
kata sempurna. Oleh karena itu, kritik dan saran yang membangun akan saya
nantikan demi kesempurnaan makalah ini.
Kuala Tungkal
Maret 2020
DAFTAR ISI
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Mengkaji
tentang sejarah bangsa Indonesia tidak akan pernah lepas dari umat islam,
baik dari perjuangan melawan penjajah maupun dalam lapangana pendidikan.
Melihat fakta bahawa penduduk Indonesia mayoritas memeluk agama Islam. Mereka
turut andil dalam berkembangnya bangsa Indonesia sampai saat ini.
Jepang muncul sebagai negara kuat di Asia, bangs Jepang
bercita-cita besar menjadi pemimpin asia timur raya. Sejak tahun 1940 jepang
berencana untuk mendirikan kemakmuran bersama asia raya. Dalam rencana tersebur
jepang menginginkan menjadi pusat suatu lingkungan yang berpengaruh atas
daerah-daerah mansyuria, daratan cina, kepulauam Filipina, Indonesia, Malaysia,
Thailand, Cina dan Rusia. Hal ini dilatar belakangi oleh perkembangan ekonomi
dan industri jepang yang memerlukan perluasan daerah. Oleh karena itu rencana
“kemakmuran bersama asia raya” dianggap sebagai suatu keharusan. Dengan
semboyan “asia untuk bangsa asia” jepang menguasai daerah yang berpenduduk
lebih dari 400 juta jiwa yang antara lain menghasilkan 50% poduksi karet dan
70% timah dunia. Indonesia yang kaya sumber bahan mentah merupakan sasaran yang
perlu dibina dan dimanfa’atkan sebaik –baiknya untuk kepentingan perang jepang.
Sehingga jepang menyerbu indonesia, karena tanah air indonesia merupakan sumber
bahan-bahan mentah yang kaya raya dan tenaga manusia yang banyak tersebut
sangat besar artinya demi kelangsungan perang pasifik, dan hal ini sesuai pula
dengan cita-cita politik ekspansinya.[1]
Dengan
kebijakan yang dibuat tentara Jepang yang pada akhirnya merugikan Indonesia,
umat Islam pun tak tinggal diam dan melakukan perlawanan terhadap Jepang.
Meskipun demikian Jepang juga mempunyai pengaruh penting terhadap berkembangnya
pendidikan di Indonesia.
B. Rumusan masalah
1. Bagaimana kondisi pendidikan di
Indonesia pada masa penjajahan jepang?
2. Bagaimana tanggapan umat islam terhadap kebijakan Jepang ?
3. Bagaimana
perkembangan pendidikan islam pada masa Jepang?
4. Bagaimana pengaruh Jepang terhadap pendidikan islam ?
C. Tujuan Penulisan
1. Untuk mengetauhi kondisi
pendidikan di Indonesia pada masa penjajahan jepang?
2. Untuk mengetauhi tanggapan umat islam terhadap kebijakan Jepang.
3. Untuk mengetauhi perkembangan pendidikan islam pada masa Jepang.
4. Untuk mengetauhi pengaruh Jepang terhadap pendidikan islam.
BAB II
PEMBAHASAN
A. KONDISI PENDIDIKAN PADA MASA PENJAJAHAN JEPANG
Sistem pendidikan Belanda yang selama ini berkembang di
Indonesia, semuanya diganti oleh bangsa Jepang sesuai dengan sisitem pendidikan
yang berorientasi kepada kepentingan perang. Tidak mengherankan bahwa segala
komponen sistem pendidikannya ditujukan untuk kepentingan perang. Adapun
karakteristik sistem pendidikan Jepang adalah sebagai berikut:
1. Dihapusnya “dualisme pendidikan”
Pada masa
Belanda terdapat dua jenis pengajaran, yaitu pengajaran kolonial dan pengajaran
bumi putera, oleh jepang diganti diganti sisitem seperti itu di hilangkan.
Hanya satu jenis sekolah rendah yang diadakan bagi semua lapisan masyarakat ,
yaitu: sekolah rakyat selama 6 tahun , yang ketika itu dipopulerkan dengan nama
“Kokumin Gakko” atau disebut juga sebagai Sekolah Nippon Indonesia ( S N I ).
Sekolah-sekolah desa masih tetap ada dan namanya diganti menjadi sekolah
pertama. Serta jenjang pengajaran pun menjadi:
a. Sekolah rakyat 6 tahun (termasuk
sekolah pertama)
b. Sekolah menengah 3 tahun
c. Sekolah menengah tinggi 3 tahun
(SMA-nya pada zaman Jepang)[2]
2. Berubahnya tujuan pendidikan
Tujuan pendidikan adalah untuk menyedian tenaga cuma-cuma
(romusha) dan prajurit-prajurit untuk membantu peperangan bagi kepentingan
Jepang. Oleh karena itu, murid-murid diharuskan latihan fisik, latihan
kemiliteran dan indroktrinasi ketat. Pada akhir zaman Jepang terdapat tanda-tanda
tujuan menjepangkan anak-anak Indonesia.
3. Proses pembelajaran diganti kegiatan
yang tidak ada kaitannya dengan pendidikan.
Proses pembelajaran disekolah diganti dengan berbagai
kegiatan yang dilaksanakan di sekolah antara lain:
a. Mengumpulkan batu, pasir untuk
kepentingan perang
b. Membersihkan bengkel-bengkel &
asrama militer 1(spi ramayulis 341)
c. Menanam umbi-umbian, sayur-sayuran
di pekarngan sekolah untuk persediaan makanan
d. Menanam pohon jarak untuk pelumas
4. Pendidikan dilatih agar mempunyai
semangat perang
Seorang pendidik sebelum mengajar diwajibkan terlebih dahulu
mengikuti didikan dan latihan (diklat) dalam rangka penanaman ideologi dan
semangat perang, yang pelaksanaannya dipusatkan di Jakarta selama tiga bulan.
Untuk menanamkan semangat jepang tersebut, maka diajarkan bahasa jepang dan
nyanyian-nyanyian semangat kemiliteran kepada para murid.
5. Pendidikan pada masa jepang sangat
memprihatinkan
Kondisi pendidikan pada masa pemerintahan jepang bahkan
lebih buruk dari pada pendidikan pada masa penjajahan belanda. Sebagai
gambarannya dapat dilihat dari segi kuantitatif trend nya mengalami kemunduran
(sekolah, murid,dan guru).
6. Pemakaian bahasa Indonesia sebagai
bahasa resmi
Meskipun bahasa Indonesia resmi menjadi bahasa pengantar
pada tiap-tiap jenis sekolah, akan tetapi sekolah-sekolah itu dipergunakan juga
sebagai alat untuk memperkenalkan budaya jepang kepada rakyat.[3]
B. Tanggapan Umat Islam atas Kebijakan Jepang
Walaupun
kondidsi pendidikan jepang tidak begitu memihak terhadap indonesia, namun bagi
agama islam ada sedikit nilai positifnya pada masa awal masuknya jepang ke
Indonesia, umat islam penuh harapan bahwab cita-cita kemerdekaan Indonesia
dapat terwujud, dengan masuknya jepang ke Indonesia dan terusirnya belanda.
Negara
Indonesia yang mayorits penduduknya memeluk agama islam hal ini dimanfaatkan
oleh jepang. Untuk mencari simpati dari umat islam di Indonesia, Jepang selalu
mengulang-ulang menyampaikan maksudnya menghormati dan menghargai islam. Di
depan ulama, letnan jendral Imamura, pejabat militer jepang tertinggi di jawa
menyampaikan pidato yang isinya bahwa pihak jepang bertujuan untuk
melindungi dan menghormati islam.[4]
Pemerintah
jepang menampakkan diri seakan akan membela kepentingan islam, yang merupakan
siasat untuk kepentingan dunia dua. Untuk mendekati ummat islam, mereka
menempuh beberapa kebijakan, diantaranya ialah:
1. Kantor urusan agama yang ada pada zaman belanda disebut kantoor voor
islamistiche zaken yang dipimpin oleh orang-orang orientalis belanda,
diubah oleh jepang menjadi kantor sumubi yang dipimpin oleh KH.
Hasyim Asy’ari. Pada waktu itu KH. Hasyim Asy’ari merupkan ulama islam yang
berpengaruh terhadap umat islam.
2. Para ulama islam bekerja sama dengan pimpinan-pimpinan yang berpengaruh
Indonesia dizinkan membentuk barisan pembela tanah air (PETA)
3. Umat islam diizinkan meneruskan organisasi persatuan yang disebut majelis
islam a’la indonesia (MIAI) yang bersifat kemasrayarakatan. Namun pada bulan oktober
1943 MIAI di bubarkan dan diganti dengan majelis sura muslimin indonesia
(MASYUMI) Pondok pesantren yang besar-besar sering mendapat kunjungan dan
bantuan dari pemerintah Jepang.
4. Sekolah negeri diberi pelajaran budi pekerti yang isinya identik dengan
ajaran-ajaran agama.
5. Pemerintah Jepang mengizinkan pembentukkan barisan hizbullah barisan ini
dipimpin oleh K.H. Zainal Arifin. Pada zaman
Jepang, akhir tahun 1944, terbentuklah organisasi yang dinamakan
Hizbullah, yaitu sejenis organisasi militer bagi pemuda-pemuda muslim
Indonesia. K.H. Zainul Arifin dipercaya menjadi ketua panglima Hizbullah,
dengan tugas utamanya mengkoordinasi pelatihan-pelatihan semi militer. K.H.
Zainul Arifin adalah salah satu utusan dari Nahdatul Ulama dalam kepengurusan Masyumi.
Di antara pemimpinnya terdapat Muhammad Roem, Anwar Tjokro Aminoto, Jusuf
Wibisono, dan Prawoto Mangkusaswito yang kemudian terkenal menjadi
politikus-politikus terkenal. Jadi pada masa pendudukan Jepang ini, dapat
disimpulkan bahwa ternyata umat Islam telah memperoleh keuntungan-keuntungan
yang besar.
6. Pemerintah Jepang mengizinkan berdirinya sekolah tinggi Islam di Jakarta
yang dipimpin oleh K.H. Wahid Hasyim, Kahar Muzakir dan Bung Hatta. Sikap umat Islam terbagi menjadi dua, yaitu, sikap keras dengan
perang yang diperlihatkan oleh ulama-ulama secara individual dan
sikap lunak yang diperlihatkan oleh pemimpin-pemimpin muslim melalui
organisasi-organisasi. Cara keras yang diperlihatkan oleh ulama-ulama secara
individual menimbulkan pemberontakan lokal, seperti yang dilakukan Tengku Abdul
Jalil di Aceh. Ia mengatakan bahwa Jepang lebih buruk dari pada Belanda.
Perangpun terjadi pada bulan Agustus 1942. Jepang mula-mula ingin menyelesaikan
dengan damai, dengan mengirim utusan tetapi tidak berhasil, sehingga Jepang
melakukan serangan mendadak di pagi buta sewaktu rakyat sedang melaksanakan
salat Subuh. Dengan persenjataan seadanya rakyat berusaha menahan serangan dan
berhasil memukul mundur pasukan Jepang. Begitu juga dengan serangan kedua,
berhasil digagalkan oleh rakyat. Baru pada serangan terakhir (ketiga) Jepang
berhasil membakar masjid sementara pemimpin pemberontakan (Teuku Abdul Jalil)
berhasil meloloskan diri dari kepungan musuh, namun akhirnya tertembak saat
sedang salat.
Kemudian muncul
pemberontakan pemuda muslim Muhammadiyah di Pontianak, 8 Desember 1943, dan
juga di Jawa, yang dipimpin oleh K.H. Zaenal Mustafa, pemimpin pesantren
Sukamanah Singaparna Tasikmalaya, pemberontakan meletus bulan Februari 1944.
Dari pemberontakan-pemberontakan itu, dapat disimpulkan bahwa motif
pemberontakan pada hakikatnya selain motif kekejaman dan kebrutalan Jepang,
tetapi yang paling utama adalah motif membela agama.
Selanjutnya
sikap para pemimpin muslim dan para ulama yang sudah diarahkan oleh Jepang
untuk membentuk organisasi buatan Jepang dengan maksud dapat menjadi alat
pencapaian tujuannya, ternyata telah bertolak belakang dengan harapan Jepang.
Organisasi-organisasi yang dibuat Jepang dimanfaatkan oleh kaum muslimin untuk
memperkuat persatuan muslimin Indonesia, dalam rangka mempersiapkan kemerdekaan
dan menyebarkan agama Islam, yang sekaligus untuk menghilangkan pengaruh Shinto
yang telah disebarkan Jepang.[5]
C. Perkembangan Pendidikan Islam pada Masa Jepang.
Setelah belanda
pergi dari Indonesia maka muncul pergerakan Jepang. Jepang memberikan toleransi
yang banyak terhadap pendidikan Islam di Indonesia, kesetaraan pendidikan
penduduk pribumi, sama dengan penduduk atau anak-anak penguasa, bahkan Jepang
banyak mengajarkan ilmu-ilmu bela diri kepada pemuda Indonesia.[6]
Pada masa
penjajahan Jepang banyak berdirinya lembaga-lembaga pendidikan dan pengajaran
serta pendirian tempat-tempat ibadah. Lembaga-lembaga pendidikan dapat
dikembangkan dan anak-anak dan penduduk pribumi diperbolehkan untuk belajar
agama dan mengaji. Hal ini memberikan kesempatan bagi pendidikan islam untuk
berkembang.[7]
1. Madrasah
Awal pendudukan
jepang, madrasah berkembang dengan cepat terutama dari segi kuantitas. Hal ini
dapat dilihat dari banyaknya para kyai yang membangun pesantern salah satunya
madrasah awaliyah yang ada diSumatra.
2. Pendidikan agama di sekolah
Sekolah negeri
diisi dengan pelajaran budi pekerti. Hal ini memberi kesempatan pada guru agama
islam untuk mengisinya dengan ajaran agama, dan di dalam pendidikan agama
tersebut juga di masukan ajaran tentang jihad melawan penjajah
3. Perguruan tinggi Islam
Pemerintah
jepang mengizinkan berdirinya sekolah tinggi Islam di jakarta yang dipimpin
oleh KH. Wahid Hasyim, KH. Muzakkar, dan Bung Hatta. Walaupun jepang berusaha
mendekati umat islam dengan memberikan kebebasan dalam beragama dan dalam
mengembangkan pendidikan namun para ulama tidak akan tunduk kepada pemerintahan
jepang, apabila mereka menggangu akidah umat hal ini kita dapat saksikan bagaimana
masa jepang ini perjuangan KH. Hasyim Asy’ari beserta kalangan santri menentang
kebijakan kufur jepang yang memerintahkan untuk melakukan seikere (menghormati
kaisar jepang yang dianggap keturunan dewa matahari) . Akibat sikap tersebut
beliau ditangkap dan dipenjarakan oleh jepang selama 8 bulan.
Dapat disimpulkan meski pun dunia
pendidikan secara umum terbengkalai, karena murid-muridnya sekolah setiap hari
hanya disuruh gerak badan, baris-berbaris, kerja bakti (romusha),
bernyayi dan sebagainya. Yang agak beruntung adalah madrasah-madrasah yang ada
di dalam lingkungan pondok pesantren yang bebas dari pengwasan langsung
pemerintah pendudukan jepang. Pendidikan dalam pondok pesantren masih dapat berjalan secara wajar.[8]
D. Pengaruh Kebijakan Jepang pada Pendidikan Islam di Indonesia
Pada awal
kedatangannya Jepang disambut baik oleh orang-orang Jawa yang beranggapan bahwa
kedatangan tentara Jepang sesuai dengan ramalan Joyoboyo. Oleh sebab itu, ketika tentara Jepang mendirikan pemerintahan militernya
orang-orang Jawa menerimanya dengan sukarela. Salah satu program yang memperolah empati
dari pihak pribumi pada awal penjajahan Jepang adalah di bidang pendidikan di
mana dalam hal ini para pelajar Indonesia diberi kesempatan untuk mendapatkan
beasiswa belajar di Jepang dengan alasan untuk kemajuan rakyat pribumi.
Terkhusus untuk umat Islam, sebagai basis pergerakan yang massif dan sangat
diperhitungkan, Jepang berusaha menarik perhatian dengan cara mengirim umat
Islam untuk berhaji ke Mekah, di ibu kota Jepang didirikan masjid dan yang
paling menarik adalah diadakannya konferensi umat Islam di Tokyo.
Di samping itu,
bagian propaganda (Sendenbu). Jepang telah pula melakukan aksinya dengan pelbagai macam pendekatan
terhadap rakyat, diantaranya; mendirikan Gerakan Tiga A dengan slogannya yang
terkenal: Jepang Cahaya Asia, Jepang Pelindung Asia, Jepang Saudara Asia;
mengangkat orang-orang pribumi dalam pelbagai pemerintahan yang prinsip turun-temurunnya dihapuskan; menetapkan wilayah wilayah voorstenlanden sebagai kochi (daerah
istimewa). Maksudnya agar tentara Jepang yang mendirikan pemerintah militernya
dapat diterima oleh penduduk pribumi. Tujuan utama pendudukan Jepang di Jawa
adalah menyusun dan mengarahkan kembali perekonomian peninggalan pemerintah
Hindia Belanda dalam rangka menopang upaya perang Jepang dan rencana-rencananya
bagi ekonomi jangka panjang terhadap Asia Timur dan Tenggara. Tujuan utama ini
mengarahkan kebijakan-kebijakan pemerintah militer untuk menghapuskan pengaruh-pengaruh
barat di kalangan rakyat Jawa dan memobilisasi rakyat Jawa demi kemenangan
Jepang dalam perang Asia Timur Raya.
Sejak membentuk pemerintahan militernya, Jepang membuat banyak sekali perubahan
dalam bidang pemerintahan. Perubahan tersebut terjadi di tingkat atas maupun di
tingkat bawah. Tanggal 1 Agustus 1942, saat dikeluarkannya undang-undang
perubahan tata pemerintahan di Jawa, Jepang menetapkan bahwa seluruh daerah di
Jawa dibagi menjadi Syu, Si, Ken, Gun, Son,
dan Ku, kecuali Surakarta dan Yogyakarta yang ditetapkan
sebagai kooti (kerajaan) dan Batavia sebagai Tokubetsu
Si (ibukota pemerintah militer). Pembagian pulau Jawa atas
provinsi-provinsi juga dihapuskan.
Sejarah Jepang
masuk ke Indonesia, khususnya ketika menduduki Pulau Jawa tahun 1942-1945 telah
membawa banyak perubahan yang sangat berarti bagi perkembangan Jawa di masa
berikutnya. Periode ini merupakan salah satu bagian dari perjalanan penting
sejarah besar bangsa ini untuk melangkah ke masa depan. Masa ini telah terjadi
berbagai perubahan yang mendasar pada alam sendi-sendi kehidupan masyarakat
Indonesia. Masa pendudukan Jepang di Indonesia selama tiga setengah tahun
tersebut sering dipandang sebagai masa yang singkat tetapi akibat yang diterima
oleh masyarakat sebanding dengan masa penjajahan Belanda sebelumnya dengan
jangka waktu yang lebih lama.
Ada satu hal yang melemahkan dari
aspek pendidikan yang diterapkan Jepang yakni penerapan sistem pendidikan
militer. Sistem pengajaran dan kurikulum disesuaikan untuk kepentingan perang.
Siswa memiliki kewajiban mengikuti latihan dasar kemiliteran dan harus mampu
menghapal lagu kebangsaan Jepang. Begitu pula dengan para gurunya, diwajibkan
untuk menggunakan bahasa Jepang dan Indonesia sebagai pengantar di sekolah
menggantikan bahasa Belanda. Untuk itu para guru wajib mengikuti kursus bahasa
Jepang yang diadakan oleh pemerintah Jepang.[9]
Dengan
demikian sistem pendidikan yang diterapkan Jepang di Indonesia memiliki
kelebihan dan kekurangan dibandingkan dengan sistem pendidikan yang diterapkan
Belanda yakni pendidikan masa penjajahan Belanda bersifat lebih liberal namun
terbatas untuk kalangan tertentu saja,sementara pada masa Jepang konsep
diskriminasi tidak ada tetapi terjadi penurunan kualitas secara drastis baik
dari sisi keilmuan maupun mutu murid dan guru. Kondisi ini tidak terlepas dari
target pemerintah Jepang melalui pendidikan, Jepang bermaksud mencetak
kader-kader yang akan mempelopori dan mewujudkan konsep kemakmuran bersama Asia
Timur Raya yang diimpi-impikan Jepang.
Satu hal
yang menarik untuk dicermati adalah adanya pemaksaan yang dilakukan oleh
pemerintah Jepang agar masyarakat Indonesia terbiasa melakukan penghormatan
kepada Tenno (Kaisar) yang dipercayai sebagai keturunan dewa matahari (Omiterasi
Omikami). Sistem penghormatan kepada kaisar dengan cara membungkukkan badan
menghadap Tenno, disebut dengan Seikeirei. Penghormatan Seikerei ini,
biasanya diikuti dengan menyanyikan lagu kebangsaan Jepang (kimigayo). Tidak
semua rakyat Indonesia dapat menerima kebiasaan ini, khususnya dari kalangan
Agama. Penerapan Seikerei ini ditentang umat Islam, salah satunya perlawanan
yang dilakukan KH. Zainal Mustafa, seorang pemimpin pondok pesantren Sukamanah
Jawa Barat. Peristiwa ini dikenal dengan peristiwa Singaparna..
BAB III
PENUTUP
A. Simpulan
Jepang memiliki peran penting dalam berkembangnya pendidikan di Indonesia.
Pada awalnya kebijakan-kebijakan yang di gunakan memihak kepada Indonesia
khusunya umat. Mereka melakukan hal tersebut untuk mengambil hati bangsa
Indonesia khususnya Penduduk Indonesia yang beragama Islam karena mayoritas
penduduk Indonesia memeluk agama Islam. Jepang juga menghapuskan
kebijakan-kebijakan pemerintah Belanda yang sebelumnya diterapkan di indonesia
dalam bidang pendidikan yang dirasa menguntungkan bangsa Indonesia.
Akan tetapi kebijakan-kebijakan tersebut bersifat sementara dan akhirnya
Jepang menunjukkan sifat aslinya, mereka membuat kebijakan tersebut demi
keuntungannya sendiri terutama dalam romusha dan dalam bidang
kemiliteran.
Dengan keadaan Indonesia yang seperti itu penduduk Indonesia pun tidak
tinggal diam dan melakukan perlawan terhadap pemerintahan Jepang.
Perlawan-perlawanan yang di lakukan tidak lepas dari campur tangan umat islam.
B. Saran
Dengan keterbatasan pemikiran dan
sumber materi yang menjadi acuan dalam pembuatan makalah ini, maka kami
harapkan kritik dan saran yang bersifat membangun dalam penyusunan makalah
selanjutnya.
DAFTAR PUSTKA
Ramayulis, Sejarah Pendidikan Islam,
Jakarta, Kalam Mulia, 2012
Musyrifah Sunanto, Sejarah peradaban Islam Indonesia (Jakarta: Rajawali Pers, 2010),
Nizar, Sejarah
Pendidikan Islam, (Jakarta : Kencana, 2007)
Iskandar Engku, Sejarah Pendidkan Islami.
(Bandung:Remaja Rosdakarya:2014)
zuhairini, Sejarah Pendidikan Islam, (Jakarta:
Bumi aksara, 2011),
http://our-ed.blogspot.com/2012/05/pendidikan-di-zaman-penjajahan-jepang.html di akses pada tanggal 25 Maret 2020
[2] http://our-ed.blogspot.com/2012/05/pendidikan-di-zaman-penjajahan-jepang.html di akses pada tanggal 25 Maret 2020
[6] Nizar, Sejarah Pendidikan
Islam, (Jakarta : Kencana, 2007)hlm 87-88
No comments:
Post a Comment