Iklan Sponsor

Wednesday 13 May 2020

Shalat Juma’at’’











MAKALAH  FIQIH

                                                 Dosen Pengampu :
Muhammad Hamdan, S.Pd.I, M.Pd.I

Tentang :
‘’ Shalat Juma’at’’

Description: Image result for logo stai an nadwah

Disusun oleh :
Kelompok IX
Kemas Akbari Yudha
Fitriyatul Mahmud
Semester : II/PAI




SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM AN-NADWAH
KUALA TUNGKAL
2020

KATA PENGANTAR


Assalamualaikum wr. wb
            Puji dan syukur kami ucapkan kepada Tuhan Yang Maha Kuasa, karena berkat rahmat dan karunia-Nya kami dapat menyelesaikan tugas makalah ini. Saya juga bersyukur atas berkat rezeki dan kesehatan yang diberikan kepada kami sehingga kami dapat mengumpulkan bahan – bahan materi makalah ini dari internet dan perpustakaan. Kami telah berusaha semampu saya untuk mengumpulkan berbagaimacam bahan tentang “Shalat Jum’at”
            Kami sadar bahwa makalah yang kami buat ini masih jauh dari sempurna, karena itu kami mengharapkan saran dan kritik yang membangun untuk menyempurnakan makalah ini menjadi lebih baik lagi. Oleh karena itu kami mohon bantuan dari para pembaca.
            Demikianlah makalah ini kami buat, apabila ada kesalahan dalam penulisan, kami mohon maaf yang sebesarnya dan sebelumnya kami mengucapkan terima kasih.
Wassalam

Kuala Tungkal,  April 2020




Penyusun



 

DAFTAR ISI




 


BAB I

PENDAHULUAN

A.    Latar Belakang

Hari  jum’at  adalah hari pilihan  Allah diantara hari-hari yang lain dalam satu minggu, sebagaimana bulan ramadhan adalah bulan pilihan Allah diantar bulan-bulan yang lain dalam satu tahun, makkah adalah tempat pilihan Allah di bumi dan nabi Muhammad adalah kekasih pilihan-Nya diantara makhluk-makhluk-Nya.  Adapun  hari  jum’at adalah  hari raya umat islam di dunia dan hari dimana Allah memenuhi hajat mereka. Rosulullah SAW melakukan sholat jum’at pertama kali di tengah-tengah lembah madinah  yang mana sebelum beliau mendirikan masjid Nabawi.
Sholat jum’at merupakan salah satu dari kewajiban umat islam, dan termasuk kesempatan berkumpulnya umat islam yang cukup banyak selain berkumpul pada saat ‘arafah.
Demikian pula sholat jum’at dilakukan setiap hari jum’at setelah tergelincir matahari (pada waktu dzuhur) serta harus dilakukan dengan berjama’ah.
Sebagai manusia, dalam menjalani kehidupan tidaklah luput dari suatu rintangan (udzur). Termasuk juga dalam menjalankan ibadah, salah satu di antara rintangan (udzur) tersebut yakni sakit. Namun apakah udzur tersebut bisa mengugurkan kewajiban utama seorang muslim, yakni shalat?. Dalam makalah ini

B.     Rumusan Masalah

1.      Pengertian dan dasar hukum Shalat Jum’at
2.      Syarat dan Rukun Shalat Jum’at
3.      Khutbah dalam Shalat Jum’at
4.      Kaifiyah Shalat Bagi Orang Sakit


BAB II

PEMBAHASAN

A.      Pengertian Shalat Jum’at

Shalat Jum’at adalah shalat wajib dua raka’at yang dilaksanakan dengan berjama’ah diwaktu Zuhur dengan didahului oleh dua khutbah.[1] Shalat Jumat ini adalah shalat yang dilakukan dengan berjamaah bersama di waktu siang hari (dzuhur), namun pelaksanaannya berbeda dengan shalat Dzuhur. Jika shalat Dzuhur ini berjumlah empat rakaat, shalat Jumat mempunyai jumlah dua rakaat, yang sebelum pelaksanaannya didahului dengan dua khutbah terlebih dahulu.

B.     Hukum Shalat Jum’at

Hukum shalat jum’at Fardhu ‘Ain, artinya kewajiban individu mukallaf (muslim, baligh, berakal) kecuali 6 golongan:
a.       Hamba sahaya (budak belian)
b.      Perempuan
c.       Anak kecil (yang belum baligh)
d.      Orang sakit yang tidak dapat menghadiri Jumat
e.       Musafir, yakni orang yang sedang dalam perjalanan jauh
f.       Orang yang udzur jum’at, seperi ada bencana alam atau bahaya.
Pengecualian ini ditetapkan oleh sabda Nabi SAW:
الْجُمُعَةُ حَقٌّ وَاجِبٌ عَلَى كُلِّ مُسْلِمٍ فِي جَمَاعَةٍ إِلَّا أَرْبَعَةً: مَمْلُوكٌ, وَاِمْرَأَةٌ, وَصَبِيٌّ, وَمَرِيضٌ.(صحيح علي شرطي البخا ري ومسلم)
“Jum'at itu hak yang wajib bagi setiap Muslim dengan berjama'ah kecuali empat orang, yaitu: budak, wanita, anak kecil, dan orang yang sakit."
Adapun bagi musafir, dan ada yang udzur, karena perbuatan Rasulullah SAW, apabila mengadakan perjalanan jauh, dan sampai hari jum’at beliau dan para sahabatnya tidak menunaikan shalat jum’at, melainkan hanya shalat Zuhur, demikian pula ketika kejadian badai hari jum’at dikota madinah, Beliau menganjurkan para sahabatnya shalat masing-masimg di rumah mereka.[2]

C.      Kewajiban Mengerjakan Shalat Jum’at

Para ulama sependapat bahwa hukum shalat jum’at adalah fardhu ‘Ain dan jumlah rakaatnya dua. Hal ini berdasarkan firman Allah ta’ala:
يَا اَيٌّهَا الّذِيْنَ امَنُوْااِذَا نُوْدِيَ لِلصَّلَاةِ مِنْ يَوْمِ الجُمُعَةُ فَاسْعَوْااِلىَ ذِكْرِاللهِ وَذَرُوْالبَيْعِ ذَالِكُمْ خَيْرُلَّكُمْ انْ كُنْتُمْ تَعْلَمُوْن
Hai orang-orang beriman, apabila diseru untuk menunaikan shalat Jum'at, Maka bersegeralah kamu kepada mengingat Allah dan tinggalkanlah jual beli. yang demikian itu lebih baik bagimu jika kamu mengetahui. (QS. Al-Jumu’ah: 9)
Kandungan Hukum:
Merujuk ayat di atas, para ulama menyimpulkan bahwa kandungan hukum berikut:
a.       Jum’at Wajib ‘Aini bagi yang memenuhi syarat-syarat yang telah ditetapkan. Orang yang meniggalkannya tanpa udzur adalah dosa besar.
b.      Bila sudah dikumandangkan adzan jum’at, wajib segera untuk mendengar khutbah dan menunaikan shalat jum’at.
c.       Sesudah adzan jum’at berkumandang haram hukumnya bagi yang wajib jum’at melakukan kegiatan yang bersifat duniawi seperti jual beli atau pekerjaan lainnya.[3]
Kewajiban shalat jum’at ditetapkan oleh Al-Qur’an dan dikuatkan oleh hadis Nabi SAW, salah satunya dengan ancaman bagi orang yang meninggalkan jum’at tanpa udzur.
a.       Nabi SAW, bercita-cita menyuruh orang mencari kayu bakar dan yang lainnya mengumandangkan adzan, lalu Beliau akan membakar rumah orang yang tidak pergi jum’at.
b.      Nabi SAW, bersabda dari mimbarnya, “Hendaklah kaum-kaum itu berhenti meninggalkan jum’at atau Allah kunci hati-hati mereka dan mereka dijadikan orang-orang yang lalai.”
c.       Barang siapa meninggalkan tiga jum’at karena menyepelekannya maka Allah akan menutup hatinya.

D.     Orang-Orang Yang Berkewajiban Menunaikan Shalat Jum’at

a.       Islam
b.      Laki-laki
c.       Merdeka (Bukan Hamba Sahya)
d.      Baligh (Cukup Umur)
e.       Aqil (Berakal)
f.       Sehat (Tidak Sakit)
g.      Muqim (Penduduk Tetap) bukan seorang musafir
 الجمعة حقّ واجب علي كلّ مسلم الا أربعة عبد مملوك أوامرأة أو صبيّ أومريض
Shalat jum’at adalah hak yang wajib atas setiap muslim kecuali empat golongan: budak belian, wanita, anak-anak, orang sakit. (HR.Abu Dawud)[4]

E.       Syarat sah shalat Jum’at

Adapun syarat-syarat sahnya jum’at menurut madzhab syafi’i antara lain:
d.      Dua raka’at shalat jm’at dan dua khutbahnya harus masih masuk waktu shlat juhur.
e.       Dilaksanakan disuatu perkampungan atau perkotaan (maksudnya apabila yang shalat jum’at itu semuanya musafir maka shalat jum’atnya tidak sah).
f.       Minimal mendapati satu raka’at (dengan berjama’ah) dari dua raka’at shalat jum’at, maka jika seorang makmum shalat jum’at tidak mendapati satu raka’at shalat jum’at bersama imam, maka ia tetap niat shalat jumat tetapi perakteknya shalat juhur empat raka’at
g.      Jumlah makmum yang shalat jum’at minimal 40 orang dari penduduk setempat atau penduduk asli (mustauthin) yang telah wajib jum’at.
h.      Shalat jum’atnya tidak berbarengan atau didahului oleh shalat jum’at dimasjid lain yang masih satu perkampungan. Artinya tidak boleh ada dua jum’at atau lebih dalam satu kapung atau satu tempat yang sama.
f.       Harus didahului dua khutbah.[5]

F.      Waktu Shalat Jum’at

Golongan mayoritas dari kalangan sahabat dan tabi’in sepakat bahwa waktu shalat jum’at itu adalah waktu shalat zuhur, berdasarkan hadis riwayat Ahmad, Bukhari, Abu Dawud, Tirmidzi, dan Baihaqi dari Anas r.a.,
كَانَ النَّبِيُّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يٌصَلِّى الْجُمُعَةَ حِيْنَ تَزُوْلُ الشَّمْسِ (رواه بخارى)
Rasulullah SAW melaksanakan shalat Jum’at ketika matahari tergelincir. (H.R. Bukhari).
كُنَّا نُصَلِّى مَعَ رَسُوْلِ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ الْجُمُعِةَ اِذَا زَالَتِ الشَّمْسِ ثُمَّ نَرْجِعُ فَنَتْبَعُ الْفَيْءَ اَيْ ظِلَّ الحيطان
Kami shalat dengan Rasulullah SAW ketika matahari tergelincir, kemudian kami pulang dengan mengikuti bayang-bayang tembok. (H.R. Muslim).

Bukhari mengatakan, “waktu shalat jum’at ialah apabila matahari telah tergelincir.” Pendapat ini juga diriwayatkan dari Umar, Ali, Nu’man bin Basyri, dan dari Umar bin Huraits. Syafi’I mengatakan, “Nabi SAW., Abu Bakar, Umar, Utsman, dan imam-imam lainnya mengerjakan shalat jum’at setelah tergelincirnya matahari.”[6]

G.      Tempat Penyelenggaraan shalat Jum’at

Ditulis leh pengarang buku ar-Raudhah Naddiyyah bahwa shalat jum’at itu sah dilakukan, baik dikota maupun di desa, didalam masjid, didalam bangunan, maupun dilapangan yang terdapat disekelilingnya, sebagaimana juga sah dilakukan ditempat-tempat lainnya. Umar r.a. pernah mengirim surat kepada penduduk Bahrain yang isinya, “Lakukanlah shalat jum’at dimana saja kalian berada.” (riwayat Ibnu Abu Syaibah dan menurut Ahmad sanadnya baik)
Hadis ini menunjukkan bolehnya mengerjakan shalat di perkotaan maupun di pedesaan atau ditempat manapun yang sekiranya sah dan bisa dilaksanakannya shalat.adapun hadis lain yang menguatkan bahwa dibolehkannya shalat jum’at sealin dimasjid.
Diriwayatkan dari Umar r.a. bahwa ia pernah melihat penduduk mesir dan daerah-daerah sekitar mata air yang terletak diantara Makkah dan Madinah mengerjakan shalat ditempat mereka masing-masing dan mereka tidak ditegurnya. (Riwayat Abdur Razaq dengan Sanad yang Shahih)[7][8]

H.     Hal-hal yang menjadi keharusan dalam khutbah jum’at

Beberapa hal yang menjadi keharusan sebagai syarat sah khutbah jum’at, antara lain sebaai berikut:
a.       Khutbah harus dilakukan sebelum shalat.
b.      Khatib harus suci dari hadas, najis, dan menutup aurat.
c.       Khutbah disampaikan diwaktu jum’at dihadapan jama’ah yang menjadikan terlaksananya shalt jum’at, dan harus dengan suara lantang demi tercapainya faedah khutbah.
d.      Antara khutbah dan shalat jum’at tidak terpisah dengan jarak yang kira-kira dapat digunakan untuk makan karena hal itu dianggap sebagai pemisah yang memotong shalat. (Maksudnya antara khutbah dengan shalat jum’at jarak waktunya tidak terpotong terlalu lama sehingga setelah khutbah harus langsung dilaksanakan shalat jum’at).
e.       Khutbah harus disampaikan dengan bahasa Arab kecuali jika memang tidak mampu. Ini adalah pendapat mayoritas ulama yang berlawanan dengan pendapat kalangan ulama madzab Hanafi yang memperbolehkan khutbah dengan bahasa Arab. Namun mereka (ulama madzahb Hanafi) tidak mempunyai dalil atas apa yang mereka katakana maupun dasar yang dapat diikuti.
f.       Dilakukan dengan berdiri bagi yang mampu. Ini adalah pendapat mayoritas ahli Fiqh, merujuk hadis narasi Ibnu Umar bahwasanya Nabi SAW., berkhutbah pada hari jum’at kemudian duduk kemudian berdiri, lalu berkhutbah sebagaimana yang kalian lakukan hari ini.(Mutttafaq ‘alaih). Juga merujuk pada hadis narasi Jabir bin Samura, ia berkata: Nabi SAW., menyampaikan dua khutbah dimana beliau duduk diantara keduanya, membaca al-Qur’an, dan mengingatkan manusia. (HR.Muslim)[8][9]

I.       Rukun-rukun Khutbah

a.       Memuji Allah pada tiap-tiap permulaan dua khutbah, sekurang-kurangnya membaca hamdalah.
b.      Mengucapkan shalawat atas Rasulullah SAW dalam kedua khutbah itu, sekurang-kurangnya, وَالصَّلاَةُ عَلَى الرَّسُوْلِ , artinya “Dan shalawat atas Rasulullah SAW”.
c.       Membaca syahadatain (dua kalimat syahadat).
d.      Berwasiat taqwa, yakni menganjurkan agar taqwa kepada Allah pada tiap-tiap khutbah, sekurang-kurangnya  اتّقوالله yang artinya “bertakwalah kalian semua kepada Allah.”
e.       Membaca ayat Al-Qur’an walaupun satu ayat di salah satu kedua khutbah itu dan lebih utama di dalam khutbah yang pertama.
f.       Memohonkan ampunan bagi kaum muslimin dan muslimat, mukminin dan mukminat.[9]

J.        Hikmah shalat Jum’at

a.       Simbol persatuan sesama Umat Islam dengan berkumpul bersama, beribadah bersama dengan barisan shaf yang rapat dan rapi
b.      Untuk menunjukkan bahwa tidak ada perbedaan antar sesama manusia. Semua sama antara yang miskin, kaya, tua, muda, pintar, bodoh, dan lain sebagainya
c.       Menurut hadits, doa yang kita panjatkan kepada Allah SWT akan dikabulkan
d.      Sebagai syiar Islam.



BAB III

PENUTUP

A.      Kesimpulan

Dari hasil pembahasan diatas dapat kami simpulkan bahwa Shalat Jum'at adalah ibadah shalat yang dikerjakan di hari jum'at dua rakaat secara berjamaah dan dilaksanakan setelah khutbah. Shalah Jum'at memiliki hukum wajib 'ain bagi setiap muslim laki-laki / pria dewasa beragama islam, merdeka sudah mukallaf, sehat badan serta muqaim (bukan dalam keadaan mussafir) dan menetap di dalam negeri atau tempat tertentu dan shalat jum’at juga memiliki syarat-syarat wajib dan syarat syah nya yang harus dilaksanakan, supaya shalat jumat nya menjadi sempurna.






DAFTAR PUSTAKA


Abbas Arfan, Fiqih Ibadah Peraktis, malang: Uin-Maliki Press, 2011
Dja’far Shiddieq Umay M., Syari’ah Ibadah, Jakarta Pusat:  alGhuraba, 2006
http://indo-moeslim.blogspot.com/2010/08/hadits-tentang-orang-yang-
diwajibkan.html
Muhammad Azzam Abdul Aziz dan Sayyed Hawwas Abdul Wahhab, Fiqih Ibadah, Jakarta: Amzah, 2009
Sabiq Sayyid, Fiqih Sunnah, Jakarta: Pena, 2006



[1]Umay M. dja’far Shiddieq, Syari’ah Ibadah, Jakarta Pusat: alGhuraba, Hal. 75
[2] Ibid, Hal. 76
[3]Sayyid Sabiq, Fiqih Sunnah, Jakarta: Pena, Hal. 459
[4] Abdul Aziz Muhammad Azzam dan Abdul Wahhab Sayyed Hawwas, Fiqih Ibadah, Jakarta: Amzah, Hal. 309
[5] Abbas Arfan, Fiqih Ibadah Peraktis, malang: Uin-Maliki Press, Hal. 113
[6] Ibid, Fiqih Sunnah, Hal. 462
[7]Ibid, FIqih Sunnah, Hal. 464
[8] Ibid, Fiqih Ibadah, Hal. 311
[9] Ibid, Fiqih Ibadah Praktis, Hal. 114

No comments:

Post a Comment