Iklan Sponsor

Wednesday 13 May 2020

RESUME FILSAFAT DAKWAH









RESUME FILSAFAT DAKWAH
Dosen Pengampu :
Drs. M. Habli Zainal, Mud.



Disusun Oleh:
Muhammad Mustarifin
18.31.12.08









SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM AN-NADWAH KUALA TUNGKAL
TAHUN AKADEMIIK 2020/2021

KATA PENGANTAR

Assalamualaikum wr. wb
            Puji dan syukur kami ucapkan kepada Tuhan Yang Maha Kuasa, karena berkat rahmat dan karunia-Nya kami dapat menyelesaikan tugas Resume ini. Saya juga bersyukur atas berkat rezeki dan kesehatan yang diberikan kepada kami sehingga kami dapat mengumpulkan bahan – bahan materi Resume ini dari internet dan perpustakaan. Kami telah berusaha semampu saya untuk mengumpulkan berbagaimacam bahan tentang “Resume Filsafat Dakwah’’            Kami sadar bahwa Resume yang kami buat ini masih jauh dari sempurna, karena itu kami mengharapkan saran dan kritik yang membangun untuk menyempurnakan Resume ini menjadi lebih baik lagi. Oleh karena itu kami mohon bantuan dari para pembaca.
            Demikianlah Resume ini kami buat, apabila ada kesalahan dalam penulisan, kami mohon maaf yang sebesarnya dan sebelumnya kami mengucapkan terima kasih.
Wassalam

Kuala Tungkal,  April 2020




Penyusun


PENDAHULUAN

Filsafat dakwah adalah filsafat yang berhubungan dengan hal-hal yang berkaitan dengan dakwah sebagai relasi dan aktualisasi imani manusia dengan agama Islam, Allah dan alam. Filsafat dakwah juga berarti ilmu pengetahuan yang mempelajari secara kritis dan mendalam tentang dakwah dan respon terhadap dakwah yang dilakukan oleh para dai atau mubaligh, sehingga orang yang didakwahi dapat menjadi manusia-manusia yang baik dalam arti beriman, berakhlak mulia seperti yang diajarkan oleh islam dan pada gilirannya dapat melakukan kerja pembangunan (islah), membangun kehidupan yang damai, harmonis dan sejahtera dalam rangka mewujudkan kerahmatan Allah di dunia.
Dengan demikian filsafat dakwah akan mempelajari secara kritis dan mendalam mengapa ajaran dan nilai-nilai Islam perlu dikomunikasikan, disosialisasikan, dididikan dan diamalkan.
Jadi kerja filsafat dakwah adalah mengumpulkan pengetahuan tentang dakwah sebanyak-banyaknya, kemudian dianalisis, dibandingkan, dikritisi untuk menemukan hakekat dakwah tersebut. Dengan kata lain dengan mengumpulkan pengetahuan tentang dakwah itu, diharapkan dapat memberikan jawaban secara tepat tentang apa, mengapa, dan bagaimana dakwah tersebut.
Filsafat dakwah juga akan mempelajari mengapa jiwa manusia perlu dibersihkan dari pengaruh hawa nafsu yang buruk, mengapa pikiran manusia perlu dibebaskan dari hal-hal yang irrasional, mengapa kemanusiaan perlu ditumbuh-kembangkan
Obyek formal filsafat dakwah adalah mempelajari bagaimana hakikat dakwah. Apa hubungannya antara dakwah dengan makna rahmatan lil ‘alamin, dengan fungsi kekhalifahan, dengan kemanusiaan, dengan larangan syirik, menumpuk harta kekayaan, riba dan melakukan amal kebajikan lainnya.
Walaupun pada mulanya dakwah berarti mengajak, tapi secara praktis (sosiologis dan historis), dakwah pada zaman Nabi saw ternyata dakwah bukan hanya sekedar menyeru dan mengajak. Lebih dari itu, dakwah juga melakukan upaya-upaya secara Islami, manusiawi namun efektif dalam rangka membentuk akhlak manusia. Sehingga di jazirah Arab dapat diciptakan kehidupan yang manusiawi, damai-harmonis, serasi dalam lingkungan yang kondusif dan melegakan.
Obyek material filsafat dakwah adalah manusia yang menjadi subyek (da’i) dan obyek (mad’u) dalam proses dakwah, Islam sebagai pesan dakwah dan lingkungan di mana manusia akan mengamalkan dan menerapkan ajaran dan nilai-nilai Islam serta Allah yang menurunkan Islam dam memberikan takdirnya, yang menyebabkan terjadinya perubahan keyakinan, sikap dan tindakan.
Karena dakwah merupakan proses interaktif antara manusia, agama Islam, Allah dan lingkungan, maka ruang lingkup kajian filsafat dakwah sangat luas, yaitu seluas pemahaman dan wilayah aktifitas keimanan, keislaman dan keihsanan manusia dalam lingkungannya.
Tujuan dakwah adalah mempertemukan fitrah manusia dengan agama atau menyadarkan manusia supaya mengakui kebenaran Islam dan mau mengamalkan ajaran Islam sehingga menjadi orang baik. Menjadikan orang baik berarti menyelamatkan orang itu dari kesesatan, dari kebodohan, dari kemiskinan dan dari keterbelakangan. Oleh karena itu sebenarnya dakwah bukan berarti kegiatan mencari atau menambah pengikut, tapi kegiatan yang mempertemukan fitrah manusia dengan isalam atau menyadarkan orang yang didakwahi tentang perlunya bertauhid dan berperilaku baik.


PEMBAHASAN

1.      Ilmu Dakwah Oleh Moh. Ali Azis
Ditinjau dari segi bahasa (Arab: دعوة, da‘wah). Dakwah mempunyai tiga huruf asal yaitu dal, ‘ain, dan wawu. Dari ketiga huruf asal ini, terbentuk beberapa kata dengan ragam makna. Makna-makna tersebut adalah memanggil, mengundang, minta tolong, meminta, memohon, menamakan, menyuruh datang, mendorong, menyebabkan, mendatangkan, mendoakan, menangisis dan meratapi.
Dakwah merupakan bahasa Arab, berasal dari kata da’wah, yang bersumber pada kata : Da’a, Yad’u, Da’watan yang bermakna seruan, panggilan, undangan atau do’a. Dan dakwah bisa berarti: (1) memanggil, (2) menyeru, (3) menegaskan atau membela sesuatu, (4) perbuatan atau perkataan untuk menarik manusia kepada sesuatu, dan (5) memohon dan meminta. (Abdul Aziz, 1997 :26)[1] Sebagaimana dalam firman Allah yang berbunyi :
“Serulah (manusia) kepada jalan Tuhan-mu dengan hikmah dan pelajaran yang baik dan bantahlah mereka dengan cara yang baik. Sesungguhnya Tuhanmu Dialah yang lebih mengetahui tentang siapa yang tersesat dari jalan-Nya dan Dialah yang lebih mengetahui orang-orang yang mendapat petunjuk.” (QS. An Nahl : 125)
“Dan hendaklah ada di antara kamu segolongan umat yang menyeru kepada kebajikan, menyuruh kepada yang ma'ruf dan mencegah dari yang munkar, merekalah orang-orang yang beruntung.” (QS. Ali-Imran :104)
Dari ayat diatas, terdapat tiga kata kunci (keyword) yakni al-khayr, amar ma’ruf dan nahy munkar. Masing-masing istilah diatas sarat dan padat dengan makna yang tidak mudah dipindahkan kebahasa lain. Setiap usaha pemindahannya pada bahasa lain melalui penerjemah tidak selalu tepat maknanya. Seperti, alkhayr menjadi “kebajikan” (dalam tafsir Departemen Agama), “kebaikan”(tafsir Mahmud Yunus). Atau malah “bakti” (tafsir al-Furqan A. Hasan). Masing-masing punya keabsahannya sendiri, namun tidak secara sempurna telah membawa makna ke al-khyar. Menurut Rasyid Ridha dalam Tafsir al-Manar yang sangat terkenal menjelaskna bahwa al-khyar dalam firman diatas yang dimaksud adalah al-Islam dalam makna generiknya yang universal, yaitu agama semua Nabi dan Rosul sepanjang zaman
2.      Filsafat Dakwah Oleh Abdul Basit
Menurut Abdul Basit ada ada beberapa prinsip dasar yang dapat dijadikan pedoman dalam berpikir menurut islam agar menghasilkan ilmu pengetahuan dan teknologi yang sesuai dengan nilai islam, yaitu:[2]
a.             Membebaskan pikiran dari belenggu taqlid
b.            Melakukan meditasi dan pencarian bukti atau data ilmiah empirik
c.             Melakukan analisis
d.            Membuat keputusan ilmiah yang diasarkan atas argumen dan bukti
Adapun metode berpikir filsafat dakwah secara umum tidak jauh berbeda dengan metode berpikir yang ada dalam filsafat pada umumnya, yaitu:
a.       Berpikir deduktif
Berpikir deduktif yaitu berpikir dari hal-hal yang umum dan menghasilkan kesimpulan yang bersifat khusus. Berpikir deduktif umumnya digunakan dalam ilmu logika dan matematika. Jika metode ini digunakan untuk mengkaji filsafat dakwah, langkahnya bisa dilakukan dengan cara mengajukan kritik atas makna suatu kata, pengalaman atau rumusan yang telah ada. Selanjutnya dianalisis hingga menghasilkan keputusan terperinci
b.      Berpikir induktif
Berpikir induktif yaitu berpikir dengan cara menarik suatu kesimpulan umum dari berbagai kejadian yang ada di sekitarnya. Langkangnya dengan cara melakukan observasi terhadap realitas yang ada



c.       Berpikir analogis
Berpikir analogis adalah mengambil kesimpulan dengan cara menggantikan apa yang telah diusahakan untuk dibuktikan dengan hal yang serupa, namun lebih dikenal
d.      Berpikir komparatif
Berpikir komparatif adalah mengambil kesimpulan dengan cara menghadapkan apa yang akan dibuktikan dengan sesuatu yang mempunyai kesamaan dengannya
3.      Psikologi Dakwah Oleh H. M. Arifin
Dakwah memiliki kedudukan yang tinggi dan mempunyai peranan yang sangat penting menurut pandangan Allah SWT dan Nabi Muhammad SAW, karena Islam sangat memperhatikan dalam urusan yang satu ini. Sehingga menganjurkan kepada setiap muslim agar menyeru kepada kebaikan dan menyampaikan nasehat-nasehat yang baik kepada masyarakat serta menjauhkan diri dari segala hal yang dilarang oleh agama Islam.
Begitu pentingnya perintah dakwah ini, sehingga berbagai metode diterapkan. Hal ini dipertegas oleh HM. Arifin, M. Pd dalam bukunya “Psikologi Dakwah” bahwa :
“Dakwah mengandung pengertian sebagai suatu kegiatan ajakan baik dalam bentuk lisan, tulisan, tingkah laku dan sebagainya yang dilakukan secara sadar dan berencana dalam usaha mempengaruhi orang lain baik secara individual maupun secara kelompok agar supaya timbul dalam dirinya suatu pengertian, kesadaran, sikap penghayatan serta pengamalan terhadap amalan ajaran agama sebagai message yang disampaikan kepadanya dengan tanpa unsur paksaan ”[3]
Agar tercapai tujuan dakwah, perlu adanya komunikasi yang baik antara si penyampai pesan dakwah dengan audien karena komunikasi merupakan salah satu bentuk interaksi sosial dalam masyarakat.
Komunikasi merupakan suatu proses penyampaian pesan oleh seseorang kepada orang lain untuk memberi tahu atau untuk mengubah sikap, pendapat atau perilaku baik langsung maupun tak langsung melalui media. Karena itulah proses penyampaian pesan komunikasi diharapkan mempunyai tujuan dan bisa berpengaruh langsung terhadap penerima pesan.
Di era yang serba maju ini dakwah tidak cukup hanya disampaikan dengan lisan belaka, tetapi para da’i harus mampu dan kreatif dalam menyampaikan dakwahnya. Media komunikasi seperti televisi pun merupakan cara yang ampuh bagi seorang da’i dalam menyampaikan dakwah karena tidak terbatas pada ruang dan waktu.
4.      Dakwah Islam Dan Perubahan Sosial Oleh Amrullah Ahmad
Menurut Amrullah Ahmad, bahawa Untuk menganalisa keadaan dakwah Islam yang permasalahannya yang semakin kompleks di tengah-tengah perubahan sosial, diperlukan suatu kerangka analisa makro untuk menjebatani kesenjangan antara pemikiran dengan realitas dakwah.[4]
Pendekatan ini berangkat dari anggapan dasar bahwa dakwah Islam merupakan suatu sistem usaha merealisasikan ajaran Islam pada semua dataran kenyataan kehidupan manusia. Dalam pendekatan ini di gunakan teori umum sistem yang bersifat analitis, yaitu mengadakan konstruksi intelektual yang tersusun dari aspek-aspek realitas dakwah Islam
Berdasarkan uraian diatas, maka tujuan dakwah Islam adalah mewujudkan pribadi muslim, kelurga muslim, jama’ah muslim, masyarakat yang berkualitas khaera ummah dan daulah thayyibah yang menerapakan syari’ah sehingga tercapailah Fallah dan khasanah di dunia dan di akhirat.
Dalam pemahaman yang sederhana, Dakwah dapat di definisikan, sebagai berikut:
a.       Secara terminologi dakwah berasal dari bahasa Arab, yakni da’a, yad’u da’watan yang berarti seruan, ajakan, dan panggilan. Dakwah Islam adalah dakwah yang dipahami dan dikembangkan dari ajaran dan nilai-nilai fundamental yang terkandung dalam sumber dasarnya, yaitu al-Quran dan as-Sunnah.
b.      Islam sebagaimana yang telah kami jelaskan adalah agama dan kedaulatan. Esensi itu tidak di ragukan lagi oleh seorang muslim. Demikian juga Islam meliputi dakwah sekaligus penyerunya, Supaya menjadi way of life (pandangan dan sikap hidup seseorang).
c.       Dakwah kita berciri khas ketuhanan tidak lain karena dasar arah kita seluruhnya adalah pengenalan manusia terhadap tuhannya.]
Jadi, dakwah Islam adalah dakwah yang dipahami dan dikembangkan sesuai dengan nilai-nilai, ajaran dan sumber hukum Islam untuk membudayakan dan mewariskan ajaran dan hukum-hukum Islam pada masyarakat, baik yang dilakukan individu terhadap individu yang lain atau kelompok pada kelompok (komunikan) yang lain.
5.      Hirarki Ilmu Membangun Rangka Pikir Islamisasi Ilmu
Al-Farabi menyitir tiga kriteria yang menyusun hierarki ilmu:[5]
a.       Pertama, kemuliaan materi subjek (syaraf al-maudhu’), berasal dari prinsip fundamental ontologi.
b.      Kedua, kedalaman bukti-bukti (istqsha’ al-barahin), didasarkan atas pandangan sistematika pernyataan kebenaran dalam berbagai ilmu yang ditandai perbedaan derajat kejelasan dan keyakinan (basis epistemologi). Selama gagasan tentang kedalaman bukti berhubungan secara langsung dengan permasalahan metedologis, kriteria kedua dapat dianggap menetapkan basis metodologis penyusunan hierarki ilmu.
c.       Ketiga, tentang besarnya manfaat (’izham al-jadwa) dari ilmu yang bersangkutan (basis etis).
Klasisifikasi ilmu menurut Al Farabi secara garis besar terbagi menjadi 5 hal yakni:
a.       Ilmu bahasa (syntac, grammer, pronounciation and speech dan puisi)
b.      Logika;
c.       Ilmu propaedetik yang terdiri dari ilmu aritmatic, geometri, optik, astrologi, music, astronomi, dan lain-lain;
d.      Ilmu fisika (kealaman) dan metafisika;
e.       Ilmu sosial yakni yurisprudensi dan retorika.


KESIMPULAN


Secara ringkas ruang lingkup filsafat dakwah paling tidak meliputi empat hal yang selalu punya kaitan erat. Yaitu:
a.       Manusia sebagai pelaku (subyek) dakwah dan manusia sebagai penerima (obyek) dakwah.
b.      Agama Islam sebagai pesan atau materi yang harus disampaikan, diimani serta diwujudkan dalam realitas (diamalkan) di masyarakat.
c.       Allah yang menciptakan manusia dan alam, sebagai Rab yang memelihara alam dan menurunkan agama Islam serta menentukan terjadinya proses dakwah. Dan
d.      Lingkungan, yaitu alam (bumi dan sekitarnya) tempat terjadinya proses dakwah.


DAFTAR PUSTAKA



Abdul Basit, Filsafat Dakwah, (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2013
Ahmad Tafsir, Filsafat Pendidikan Islami, (Bandung: Rosdakarya, 2010), cet. Ke-4,
Amrullah Ahmad, Dakwah Islam dan Perubahan Sosial (Seminar dan Diskusi), Yogyakarta: PLP2M, 1985
HM. Arifin, M. Pd., Psikologi Dakwah Suatu Pengantar Studi, Cet. Pertama, (Jakarta : Bumi Aksara, 1991
IIIT, Islamisasi Ilmu Pengetahuan, (Jakarta: Lontar Utama, 2000), cet ke-1,
Moh. Ali Aziz, M.Ag , Ilmu Dakwah, Jakarta, 2009, cet. 2,
Osman Bakar and Seyyed Hossein Nasr, Hierarki ilmu: membangun rangka-pikir Islamisasi ilmu menurut al-Farabi, al-Ghazali, Quthb al-Din al-Syirazi., 1997,



[1] Prof. Dr. Moh. Ali Aziz, M.Ag , Ilmu Dakwah, Jakarta, 2009, cet. 2, hlm. 6.
[2] Abdul Basit, Filsafat Dakwah, (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2013), hlm. 34.
[3] HM. Arifin, M. Pd., Psikologi Dakwah Suatu Pengantar Studi, Cet. Pertama, (Jakarta : Bumi Aksara, 1991), h. 6.
[4] Amrullah Ahmad, Dakwah Islam dan Perubahan Sosial (Seminar dan Diskusi), Yogyakarta: PLP2M, 1985 : Hal: 12-14.
[5] Osman Bakar and Seyyed Hossein Nasr, Hierarki ilmu: membangun rangka-pikir Islamisasi ilmu menurut al-Farabi, al-Ghazali, Quthb al-Din al-Syirazi., 1997, hlm. 65

No comments:

Post a Comment