Iklan Sponsor

Wednesday 6 May 2020

RESUME “FILSAFAT DAKWAH”


RESUME
 FILSAFAT DAKWAH

Dosen Pengampu : Drs. M. Habli Zainal, M.Ud






 









Disusun oleh :
APRIANTI
(18.31.1188)




KOMUNIKASI DAN PENYIARAN ISLAM IV A

SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM AN-NADWAH
KUALA TUNGKAL
2020



KATA PENGANTAR

Syukur Alhamdulillah akhirnya kami dapat menyelesaikan tugas membuat resume filsafat dakwah. Resume ini dibuat untuk memenuhi tugas kuliah MK filsafat dakwah sebagai salah satu mata kuliah terpenting di semester ini.
Akhir kata, semoga isi resume ini dapat bermanfaat bagi penulis dan juga pembaca. Terimakasih.

Kuala Tungkal, 25  april  2020

penyusun











DAFTAR ISI





PENDAHULUAN

A.     Latar belakang

Berfilsafat merupakan suatu cara berpikir yang tidak bersumber pada suatu rangkaian keparcayaan, akan tetapi yang hanya berdasarkan pada pengalaman dan pemikiran dari pemikir sendiri. Belajar filsafat sebagai ikhtiar menemukan pemahaman yang jernih tentang segala sesuatu (terutama perihal dirinya sendiri) merupakan makna dari filsafat sendiri. Philosophia adalah keinginan menjadi arif, dan kegiatan belajar tentu saja berada dalam keinginan yang sama.

Belajar filsafat berarti belajar untuk berhasrat pada keartifan atau belajar untukmencintai kearifan.Filsafat adalah cara untuk menemukan keberanian dalam merumuskan diri sendiri. Dalam filsafat kita menemukan kegelisahan yang tak kunjung habis, pertanyaan-pertanyaan yang terus tidak menemukan kepastian jawaban, dan jawaban-jawaban yang semula dianggap final namun kemudian ditemukan celanya.

Dengan belajar filsafat, anda akan dilatih menjadi manusia yang utuh, yakni yang mampu berpikir mendalam, rasional, komunikatif. Apapun profesi anda, kemampuan-kemampuan ini amat dibutuhkan. Di sisi lain, dengan belajar filsafat, anda juga akan memiliki pengetahuan yang luas, yang merentang lebih dari 2000 tahun sejarah manusia.

B.     Pembahasan

1.     Filsafat Dakwah Oleh Abdul Basit

Menurut Abdul Basit ada ada beberapa prinsip dasar yang dapat dijadikan pedoman dalam berpikir menurut islam agar menghasilkan ilmu pengetahuan dan teknologi yang sesuai dengan nilai islam, yaitu:[1]
a.             Membebaskan pikiran dari belenggu taqlid
b.            Melakukan meditasi dan pencarian bukti atau data ilmiah empirik
c.             Melakukan analisis
d.            Membuat keputusan ilmiah yang diasarkan atas argumen dan bukti
Adapun metode berpikir filsafat dakwah secara umum tidak jauh berbeda dengan metode berpikir yang ada dalam filsafat pada umumnya, yaitu:
a.       Berpikir deduktif
Berpikir deduktif yaitu berpikir dari hal-hal yang umum dan menghasilkan kesimpulan yang bersifat khusus. Berpikir deduktif umumnya digunakan dalam ilmu logika dan matematika. Jika metode ini digunakan untuk mengkaji filsafat dakwah, langkahnya bisa dilakukan dengan cara mengajukan kritik atas makna suatu kata, pengalaman atau rumusan yang telah ada. Selanjutnya dianalisis hingga menghasilkan keputusan terperinci
b.      Berpikir induktif
Berpikir induktif yaitu berpikir dengan cara menarik suatu kesimpulan umum dari berbagai kejadian yang ada di sekitarnya. Langkangnya dengan cara melakukan observasi terhadap realitas yang ada
c.       Berpikir analogis
Berpikir analogis adalah mengambil kesimpulan dengan cara menggantikan apa yang telah diusahakan untuk dibuktikan dengan hal yang serupa, namun lebih dikenal
d.      Berpikir komparatif
Berpikir komparatif adalah mengambil kesimpulan dengan cara menghadapkan apa yang akan dibuktikan dengan sesuatu yang mempunyai kesamaan dengannya
Setelah mengetahui tentang metode berpikir filsafat dakwah, tentunya ada yang membedakan antara metode dakwah, metode filsafat dakwah dan metode ilmu dakwah. Beberapa perbedaan dari ketiga hal tersebut, yaitu:
a.       Metode Dakwah
Metode dakwah adalah cara-cara tertentu yang dilakukan oleh seorang da’i kepada mad’u untuk mencapai suatu tujuan atas dasar hikmah dan kasih sayang. Bentuk-bentuk metode dakwah antara lain: 
1)      Al-Hikmah
Menurut Imam bin Ahmad Mahmud An-Nasafi arti dari hikmah adalah dakwah dengan menggunakan perkataan yang benar dan pasti, yaitu dalil yang menjelaskan kebenaran dan menghilangkan keraguan
2)      Al-Mau’idzah Al-Hasanah
Al-Mau’idzah Al-Hasanah dapat diartikan sebagai ungkapan yang mengandung unsur bimbingan, pendidikan, pengajaran, kisah-kisah, berita gembira, peringatan pesan-pesan positif yang bisa dijadikan peedoman dalam kehidupan agar mendapat keselamatan dunia dan akhirat
3)      Al- Mujadalah
Al-Mujadalah merupakan tukar pendapat yang dilakukan oleh kedua belah pihak secara sinergis, yang tidak menimbulkan permusuhan dengan tujuan agar lawan  menerima pendapat yang diajukan dengan memberikan argumentasi dak bukti yang kuat
b.      Metode Ilmu Dakwah
Dalam pembahasan mengenai metode ilmu dakwah, maka hal ini tidak lepas dari epistimologi ilmu dakwah. Epistimologi ilmu dakwah merupakan usaha seseorang untuk menelaah masalah-masalah obyektifitas, metodologi sumber serta validitas pengetahuan secara mendalam dengan menggunakan dakwah sebagai subyek bahasan (titik tolak berfikir)
Menurut epistimologi dakwah ada beberapa metode yang digunakan dalam ilmu dakwah, yaitu:
1)      Metode istinbaty
Penalaran dalam menjelaskan obyek kajian dakwah dengan cara menurunkan dari isyarat-isyarat Al Qur’an dan As Sunnah. Produk dari aplikasi metode ini menjadi teori utama dakwah yang menjadi acuan dalam membaca data-data penelitian dalam pengembangan ilmu dakwah.
2)      Metode iqtibasy
Penalaran dengan menjelaskan obyek kajian dakwah dengan meminjam pemikiran produk para pakar dakwah yang bersumber pada Al Qur’an dan As Sunnah, meminjam teori yang digunakan oleh disiplin antropologi secara kritis, ketika terjadi paradoks dan kontrakdiksi dengan teori yang diturunkan oleh teori pertama, maka teori pertama berfungsi untuk mengoreksi teori kedua.
3)      Metode istiqra’yi
Penalaran yang menjelaskan obyek kajian dakwah dengan metode ilmiah (science methode)

2.     Dakwah Islam Dan Perubahan Sosial Oleh Amrullah Ahmad

Menurut Amrullah Ahmad, bahawa Untuk menganalisa keadaan dakwah Islam yang permasalahannya yang semakin kompleks di tengah-tengah perubahan sosial, diperlukan suatu kerangka analisa makro untuk menjebatani kesenjangan antara pemikiran dengan realitas dakwah.[2]
Pendekatan ini berangkat dari anggapan dasar bahwa dakwah Islam merupakan suatu sistem usaha merealisasikan ajaran Islam pada semua dataran kenyataan kehidupan manusia. Dalam pendekatan ini di gunakan teori umum sistem yang bersifat analitis, yaitu mengadakan konstruksi intelektual yang tersusun dari aspek-aspek realitas dakwah Islam
Berdasarkan uraian diatas, maka tujuan dakwah Islam adalah mewujudkan pribadi muslim, kelurga muslim, jama’ah muslim, masyarakat yang berkualitas khaera ummah dan daulah thayyibah yang menerapakan syari’ah sehingga tercapailah Fallah dan khasanah di dunia dan di akhirat.

Dalam pemahaman yang sederhana, Dakwah dapat di definisikan, sebagai berikut:
a.       Secara terminologi dakwah berasal dari bahasa Arab, yakni da’a, yad’u da’watan yang berarti seruan, ajakan, dan panggilan. Dakwah Islam adalah dakwah yang dipahami dan dikembangkan dari ajaran dan nilai-nilai fundamental yang terkandung dalam sumber dasarnya, yaitu al-Quran dan as-Sunnah.
b.      Islam sebagaimana yang telah kami jelaskan adalah agama dan kedaulatan. Esensi itu tidak di ragukan lagi oleh seorang muslim. Demikian juga Islam meliputi dakwah sekaligus penyerunya, Supaya menjadi way of life (pandangan dan sikap hidup seseorang).
c.       Dakwah kita berciri khas ketuhanan tidak lain karena dasar arah kita seluruhnya adalah pengenalan manusia terhadap tuhannya.]
Jadi, dakwah Islam adalah dakwah yang dipahami dan dikembangkan sesuai dengan nilai-nilai, ajaran dan sumber hukum Islam untuk membudayakan dan mewariskan ajaran dan hukum-hukum Islam pada masyarakat, baik yang dilakukan individu terhadap individu yang lain atau kelompok pada kelompok (komunikan) yang lain.

3.     Ilmu Dakwah Oleh Moh. Ali Azis

Ditinjau dari segi bahasa (Arab: دعوة, da‘wah). Dakwah mempunyai tiga huruf asal yaitu dal, ‘ain, dan wawu. Dari ketiga huruf asal ini, terbentuk beberapa kata dengan ragam makna. Makna-makna tersebut adalah memanggil, mengundang, minta tolong, meminta, memohon, menamakan, menyuruh datang, mendorong, menyebabkan, mendatangkan, mendoakan, menangisis dan meratapi.
Dakwah merupakan bahasa Arab, berasal dari kata da’wah, yang bersumber pada kata : Da’a, Yad’u, Da’watan yang bermakna seruan, panggilan, undangan atau do’a. Dan dakwah bisa berarti: (1) memanggil, (2) menyeru, (3) menegaskan atau membela sesuatu, (4) perbuatan atau perkataan untuk menarik manusia kepada sesuatu, dan (5) memohon dan meminta. (Abdul Aziz, 1997 :26)[3] Sebagaimana dalam firman Allah yang berbunyi :
“Serulah (manusia) kepada jalan Tuhan-mu dengan hikmah dan pelajaran yang baik dan bantahlah mereka dengan cara yang baik. Sesungguhnya Tuhanmu Dialah yang lebih mengetahui tentang siapa yang tersesat dari jalan-Nya dan Dialah yang lebih mengetahui orang-orang yang mendapat petunjuk.” (QS. An Nahl : 125)
“Dan hendaklah ada di antara kamu segolongan umat yang menyeru kepada kebajikan, menyuruh kepada yang ma'ruf dan mencegah dari yang munkar, merekalah orang-orang yang beruntung.” (QS. Ali-Imran :104)
Dari ayat diatas, terdapat tiga kata kunci (keyword) yakni al-khayr, amar ma’ruf dan nahy munkar. Masing-masing istilah diatas sarat dan padat dengan makna yang tidak mudah dipindahkan kebahasa lain. Setiap usaha pemindahannya pada bahasa lain melalui penerjemah tidak selalu tepat maknanya. Seperti, alkhayr menjadi “kebajikan” (dalam tafsir Departemen Agama), “kebaikan”(tafsir Mahmud Yunus). Atau malah “bakti” (tafsir al-Furqan A. Hasan). Masing-masing punya keabsahannya sendiri, namun tidak secara sempurna telah membawa makna ke al-khyar. Menurut Rasyid Ridha dalam Tafsir al-Manar yang sangat terkenal menjelaskna bahwa al-khyar dalam firman diatas yang dimaksud adalah al-Islam dalam makna generiknya yang universal, yaitu agama semua Nabi dan Rosul sepanjang zaman

4.     Psikologi Dakwah Oleh H. M. Arifin

Dakwah memiliki kedudukan yang tinggi dan mempunyai peranan yang sangat penting menurut pandangan Allah SWT dan Nabi Muhammad SAW, karena Islam sangat memperhatikan dalam urusan yang satu ini. Sehingga menganjurkan kepada setiap muslim agar menyeru kepada kebaikan dan menyampaikan nasehat-nasehat yang baik kepada masyarakat serta menjauhkan diri dari segala hal yang dilarang oleh agama Islam.
Begitu pentingnya perintah dakwah ini, sehingga berbagai metode diterapkan. Hal ini dipertegas oleh HM. Arifin, M. Pd dalam bukunya “Psikologi Dakwah” bahwa :
“Dakwah mengandung pengertian sebagai suatu kegiatan ajakan baik dalam bentuk lisan, tulisan, tingkah laku dan sebagainya yang dilakukan secara sadar dan berencana dalam usaha mempengaruhi orang lain baik secara individual maupun secara kelompok agar supaya timbul dalam dirinya suatu pengertian, kesadaran, sikap penghayatan serta pengamalan terhadap amalan ajaran agama sebagai message yang disampaikan kepadanya dengan tanpa unsur paksaan ”[4]
Agar tercapai tujuan dakwah, perlu adanya komunikasi yang baik antara si penyampai pesan dakwah dengan audien karena komunikasi merupakan salah satu bentuk interaksi sosial dalam masyarakat.
Komunikasi merupakan suatu proses penyampaian pesan oleh seseorang kepada orang lain untuk memberi tahu atau untuk mengubah sikap, pendapat atau perilaku baik langsung maupun tak langsung melalui media. Karena itulah proses penyampaian pesan komunikasi diharapkan mempunyai tujuan dan bisa berpengaruh langsung terhadap penerima pesan.
Di era yang serba maju ini dakwah tidak cukup hanya disampaikan dengan lisan belaka, tetapi para da’i harus mampu dan kreatif dalam menyampaikan dakwahnya. Media komunikasi seperti televisi pun merupakan cara yang ampuh bagi seorang da’i dalam menyampaikan dakwah karena tidak terbatas pada ruang dan waktu.

5.     Hirarki Ilmu Membangun Rangka Pikir Islamisasi Ilmu

Al-Farabi menyitir tiga kriteria yang menyusun hierarki ilmu:[5]
a.       Pertama, kemuliaan materi subjek (syaraf al-maudhu’), berasal dari prinsip fundamental ontologi.
b.      Kedua, kedalaman bukti-bukti (istqsha’ al-barahin), didasarkan atas pandangan sistematika pernyataan kebenaran dalam berbagai ilmu yang ditandai perbedaan derajat kejelasan dan keyakinan (basis epistemologi). Selama gagasan tentang kedalaman bukti berhubungan secara langsung dengan permasalahan metedologis, kriteria kedua dapat dianggap menetapkan basis metodologis penyusunan hierarki ilmu.
c.       Ketiga, tentang besarnya manfaat (’izham al-jadwa) dari ilmu yang bersangkutan (basis etis).
Klasisifikasi ilmu menurut Al Farabi secara garis besar terbagi menjadi 5 hal yakni:
a.       Ilmu bahasa (syntac, grammer, pronounciation and speech dan puisi)
b.      Logika;
c.       Ilmu propaedetik yang terdiri dari ilmu aritmatic, geometri, optik, astrologi, music, astronomi, dan lain-lain;
d.      Ilmu fisika (kealaman) dan metafisika;
e.       Ilmu sosial yakni yurisprudensi dan retorika.

Untuk merealisasikan Islamisasi Ilmu Pengetahuan maka International Institut of Islamic Thought (IIIT) yang dipimpin oleh Ismail Raji Alfaruqi merencanakan gagasan tersebut dalam berbagai langkah diantaranya:[6]
1)      Menguasai dan mahir dalam disiplin ilmu pengetahuan modern
Individu islam terutama sarjana yang beragama islam harus menguasai ilmu pengetahuan modern yang berkembang saat ini, baik prinsip, konsep, metodologi, masalah, dan tema. Pengetahuan modern yang diserap secara mentah oleh setiap individu islam akan mengaburkan kembali tujuan gagasan islamisasi dalam ilmu pengetahuan. Karena ilmu modern yang berkembang saat ini berada di tangan bangsa sekuler sehingga kita perlu mengetahui prinsip konsep, metodologi, masalah, dan tema ilmu pengetahuan itu mengajarkan kepada ketauhidan atau tidak. Bila mengajarkan kepada sekuler dan atheis maka kita luruskan kembali karena ada benarnya sebuah pendapat yang mengatakan ilmu pengetahuan itu bersifat universal. Maka disinilah tugas utama seorang muslim agar sadar yang walaupun pada saat sekarang “kita” masih mengekor kepada ilmu Barat. Tidak ada salahnya melakukan seperti itu[28] karena saat ini islam dalam keadaan tidur belum menemukan teori dan ilmu baru dari ilmu yang ada. Dalam perjalanannya pasti akan ditemukan teori baru yang diciptakan oleh umat islam yang memilki konsep dan prinsip tauhid dan hal ini sudah terbukti dengan bermunculannya ilmuwan islam saat ini.
2)      Tinjauan disiplin Ilmu Pengetahuan
Langkah ini diupayakan untuk mengetahui disiplin ilmu pengetahuan yang berkembang saat ini yang kemudian dikaji dalam bentuk karya ilmiah yang menuliskan tentang asal-usul, perkembangannya dan metodologi, serta keluasan cakrawala visi dan sumbangan pemikiran para tokoh utamanya.salah satu syarat proses pengkajian ini adalah rujukannya harus bernilai yang berurutan dari buku dan artikel primer. Sehingga secara tidak langsung akan ditemukan sumber asli ilmu pengetahuan tersebut.
3)      Menguasai Warisan Islam
Gagasan islamisasi Ilmu Pengatahuan menjadi kurang bermakna apabila tidak dikaitkan masalah warisan islam yang menyumbangkan ilmu pengetahuan yang sangat besar. Namun sumbangan intelektual muslim tradisional tentang disiplin ilmu pengetahuan modern tidak mudah didapat, dibaca, dan dipahami oleh seorang intelektual muslim saat ini alasannya:
a.       Ilmu pengetahuan modern tidak terdapat padanannya dalam khazanah intelektual islam.
b.      Para sarjana muslim terutama yang mendapatkan pendidikan Barat (sekuler) sering gagal memahami khazanah warisan islam yang mengaanggap warisan islam tidak memiliki kekuatan apapun terhadap disiplin ilmu yang dipelajarinya.
c.       Para sarjana muslim tidak memiliki waktu atau usaha untuk meneliti khazanah warisan islam yang amat kaya dan luas.
Sebaliknya para sarjana muslim yang dididik secara tradisional sebagai otoritas pemilik khazanah warisan islam tidak dapat memecahkan maupun menetapkan keterkaitan warisan tersebut dengan disiplin ilmu pengetahuan modern.oleh karena itu perlu memperkenalkan ilmu-ilmu pengetahuan modern kepada sarjana pewaris ilmu pengetahuan islam tradisional begitu pula sebaliknya.yang selanjutnya warisan islam tersebut dianalisis berdasarkan latar belakang sejarah dan kaitan antara masalah yang dibahas dengan berbagai bidang kehidupan manusia secara jelas.
4)      Penentuan Penyesuaian Islam Yang khusus terhadap disiplin-disiplin Ilmu Pengetahuan
Dari ketiga langkah yang sudah disebutkan perlu ditekankan bahwa disiplin ilmu pengetahuan modern beserta metodologi-metodologi dasar, prinsip, masalah, tujuan dan harapan, kejayaan dan batasan-batasannya, semuanya harus dikaitkan dan kepada warisan islam serta disesuiakan dengan islam. Sehingga ada tiga pertanyaan dalam hal ini yaitu:
a.       Apa yang telah disumbangkan islam mulai dari al-Qur’an hingga pendukung modernitas atas permasalahan dalam ilmu pengetahuan ?
b.      Seberapa besar sumbangan itu jika dibandingkan dengan hasil-hasil yang dicapai oleh ilmu-ilmu pengetahuan barat?
c.       Bagaimana usaha umat islam yang harus dijalankan dalam mengisi kekurangan,merumuskan kembali permasalahan dan memperluas cakrawala visi disiplin ilmu pengetahuan tersebut?
5)      Penilaian Kritis terhadap disiplin ilmu pengetahuan Modern
Hubungan antara islam dan Ilmu Pengetahuan yang telah tegas akibat telah dikuasai, ditinjau dan dianalisis sehingga perlu ada penilaian kritis yang merupakan suatu langkah utama dalam Islamisasi Ilmu Pengetahuan agar disiplin yang dihasilkan tidak ada kekurangan, , kemustahilan, sebaliknya harus ada kesesuaian dengan ketetapan dasar dengan Rukun Islam yang Lima.
6)      Penilaian Kritis terhadap warisan Islam
Yang dimaksud warisan islam disini adalah bukan Al-qur’an dan Sunnah melainkan karya manusia yang berdasrkan kedua sumber tersebut.Hal ini disebabkan karya manusia ini tidak lagi memainkan peran yang dinamis dalam kehidupan umat islam saat ini. Hal ini perlu kaji secara kritis agar warisan tersebut tetap eksis bukan diselewengkan.
7)      Kajian Masalah Utama umat Islam
umat islam pada saat sekarang mengahadapi berbagai masalah baik dari segi politik, sosial, ekonomi, intelektual, kebudayaan, moral, dan spiritual. Hal ini memerlukan perenungan dan langkah yang nyata untuk keluar dari semua permasalahan tersebut sehingga diperlukan kajian yang serius dan mendalam. Agar solusi permasalahan tersebut dapat diketahui sehingga jalan untuk melaksanakan gagasan islamisasi Ilmu Pengetahuan dapat terwujud.
8)      Melakukan analisis kreatif dan sintesis
Setelah memahami, menguasai disiplin ilmu-ilmu pengetahuan modern dan ilmu-ilmu pengetahuan islam tradisional, menilai kekuatan dan kelemahan keduanya, menetukan kaitan islam dengan bidang-bidang pemikiran ilmiah tertentu pada disiplin ilmu –ilmu pengetahuan modern; memastikan dan memahami masalah secara komferhensif yang dihadapi oleh umat manusia dari sudut pandang islam di mana kaum muslimin diperintahkan untuk menjadi syuhada ‘ala al-nas dalam sejarah umat manusia, kini tiba saatnya untuk membentuk sebuah lompatan yang kreatif yang bernafaskan islam yaitu suatu metodologi baru harus dicetuskan untuk mengembalikan supremasi islam di dunia sebagai pendongkrak dan penyelamat peradaban manusia. Jurang pemisah antara ilmu-ilmu islam tradisional dengan ilmu-ilmu pengetahuan modern dapat dijembatani dengan sebuah sintesa kreatif antarkeduanya. Warisan-warisan islam harus berkesinambungan dengan pencapaian ilmu-ilmu modern dan harus menggerakan batasan ilmu pengetahuan ke arah cakrawala lebih jauh dari apa yang telah digambarkan oleh disiplin ilmu-ilmu pengetahuan modern.
9)      Membentuk kembali disiplin ilmu modern dalam kerangka kerja islam dengan menulis kembali Buku teks agar visi-visi baru tentang pengertian islam serta pilihan-pilihan kreatif sebagai realisasi gagasan Islamisasi Ilmu Pengetahuan. Karena gagasan dengan sebuah buku teks meskipun berkualitas tidak akan mungkin terlaksana sehingga dibutuhkan sejumlah buku-buku teks agar kebutuhan dasar kaum muslimin akan intelektualitas dapat terpenuhi. Secara tidak langsung ilmuwan muslim dituntut untuk selalu menghasilkan teori dan ide baru tengang ilmu pengetahuan yang berbasis islam.

10)  Pendistribusian Ilmu Yang telah diislamkan
Akan menjadi sia-sia jika sebuah ilmu hanya disimpan sebatas koleksi pribadi, lebih malang lagi jika ilmu itu hanya diketahui oleh kalangan tertentu saja, atau hanya digunkan dilingkungan pendidikan atau negeri mereka saja. Apapun yang dihasilkan oleh ilmuwan muslim untuk mendapatkan keridhoan Allah merupakan milik seluruh umat islam. Meskipun akan mendapat royalti tetapi tidak sewajarnya dihakciptakan atau dimonopoli oleh suatu golongan untuk mendapat sebuah keuntungan.oleh karena itu hasil karya tersebut harus terbuka untuk umum. Semua itu untuk membangkitkan, memberi petunjuk dan memperkayakan umat islam serta untuk menyebarkan visi islam. Hasil kerangka kerja Islam tersebut harus diberikan secara resmi kepada pusat-pusat pendidikan tinggi dunia islam dengan pertimbangan menjadi bacaan wajib.
Untuk memprcepat proses Islamisasi Ilmu Pengetahuan tersebut maka IIIT menganjurkan untuk melakukan :
a.       Konferensi dan seminar
Hal ini penting untuk merancang kembali apa yang diperlukan oleh umat islam serta mengevaluasi dari hasil yang telah ditemukan oleh kalangan ilmuwan serta yang paling penting adalah mengenalkan terutama kepada dunia islam mengenai gagasan Islamisai Ilmu Pengetahuan.
b.      Lokakarya untuk pembinaan para pegawai
Para pakar yang telah menguasai konsep, metode, masalah mengenai gagasan Islamisasi Ilmu Pengetahuan atau pun metodologi baru yang menganut gagasan tersebut harus ditularkan kepada orang lain agar tujuan dan gagasan ini tetap berlanjut.
langkah – langkah Islamisasi Ilmu Pengetahuan diatas merupakan rencana kerja secara makro artinya rencana kerjanya harus melibatkan berbagai institusi bahkan dengan sistem pemerintahan sehingga memerlukan waktu dan tenaga yang besar untuk melaksanakan kearah tersebut, mengingat sistem pendidikan yang digunakan sekarang masih terjadi dikotomi dan dualisme. Oleh karena itu perlu langkah-langkah kecil yang dapat dilakukan oleh seorang praktisi pendidikan terutama guru disekolah untuk mengembangkan kembali gagasan islamisasi pendidikan, mengingat peluang-peluang untuk melaksanakan gagasan tersebut semakin jelas misalnya pemerintah kita menggagas untuk membentuk Pendidikan Berkarakter, yang sebelumnya kurikulum diserahkan pelaksanaannya pada tingkat sekolah yaitu Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP). Ini merupakan peluang yang sangat besar bagi kalangan pendidik khususnya Guru Pendidikan Agama Islam untuk berperan lebih aktif dalam proses Islamisasi Ilmu Pengetahuan.
Pendidikan Berkarakter sesuai dengan UU No 20 Tahun 2003 Tentang Sistem Pendidikan Nasional pada Pasal 3, yang menyebutkan bahwa pendidikan nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk karakter serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa. Pendidikan nasional bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab.
Ahmad Tafsir mengatakan pada tingkatan filosofis pendidikan harus diarahkan untuk membentuk manusia menjadi manusia. Artinya pendidikan harus ditujukan untuk mendidik kalbu karena didalam kalbu adanya iman seseorang secara otomatis kalbu lah yang menjadi sasaran pendidikan untuk diisi dengan iman[7]. Mengingat iman itu bersifat labil “kadang berkurang kadang bertambah” maka pendidikan iman harus diberikan secara kontinyu bukan sebatas pada pendidikan agam islam di sekolah namun pelajaran keimanan harus nyangkut dimata pelajaran apapun, disekolah, dilingkungan masyarakat dan keluarga.
Sedangkan Asyaibani Mengatakan bahwa pendidikan pendidikan harus diarahkan pada tiga sasaran yaitu Jasmani, Akal dan Ruhani. Sehingga pendidikan seharusnya mengarah pada Ruhani siswa.
Berdasarkan fungsi dan tujuan pendidikan nasional, jelas bahwa pendidikan di setiap jenjang, termasuk Sekolah Menengah Pertama (SMP) harus diselenggarakan secara sistematis guna mencapai tujuan tersebut. Hal tersebut berkaitan dengan pembentukan karakter peserta didik sehingga mampu bersaing, beretika, bermoral, sopan santun dan berinteraksi dengan masyarakat. Berdasarkan penelitian di Harvard University Amerika Serikat (Ali Ibrahim Akbar, 2000), ternyata kesuksesan seseorang tidak ditentukan semata-mata oleh pengetahuan dan kemampuan teknis (hard skill) saja, tetapi lebih oleh kemampuan mengelola diri dan orang lain (soft skill). Penelitian ini mengungkapkan, kesuksesan hanya ditentukan sekitar 20 persen oleh hard skill dan sisanya 80 persen oleh soft skill. Bahkan orang-orang tersukses di dunia bisa berhasil dikarenakan lebih banyak didukung kemampuan soft skill daripada hard skill. Hal ini
mengisyaratkan bahwa mutu pendidikan karakter peserta didik sangat penting untuk ditingkatkan.
Pendidikan karakter adalah suatu sistem penanaman nilai-nilai karakter kepada warga sekolah yang meliputi komponen pengetahuan, kesadaran atau kemauan, dan tindakan untuk melaksanakan nilai-nilai tersebut, baik terhadap Tuhan Yang Maha Esa (YME), diri sendiri, sesama, lingkungan, maupun kebangsaan sehingga menjadi manusia insan kamil.  Dalam pendidikan karakter di sekolah, semua komponen (stakeholders) harus dilibatkan, termasuk komponen-komponen pendidikan itu sendiri, yaitu isi kurikulum, proses pembelajaran dan penilaian, kualitas hubungan, penanganan atau pengelolaan mata pelajaran, pengelolaan sekolah, pelaksanaan aktivitas atau kegiatan ko-kurikuler, pemberdayaan sarana prasarana, pembiayaan, dan ethos kerja seluruh warga dan lingkungan sekolah. Sehingga Keimanan Kepada Tuhan Yang Maha Esa Merupakan core dari pendidikan sekarang tidak salah jika Ahmad Tafsir dan Asyaibani mengatakan tujuan pendidikan kita sekarang harus diarahkan pada keruhanian.






KESIMPULAN

filsafat dakwah ini adalah hasil pemikiran para filsuf Islam. Dan dalam filsafat dakwah sudah sangat jelas bahwasanya al-Qur’an memberi batasan bagi akal, agar akal terhindar dari kesalahan dan kekeliruan dalam berpikir, al-Quran meletakan kaidah-kaidah metodologis dalam menggunakan akal, diantaranya; tidak melampaui batas, membuat pikiran dan penetapan (al-taqdir wa al-taqrir, membatasi persoalan sebelum melakukan penelitian, tidak sombong dan tidak menentang kebenaran, melakukan chek dan recheck, berpegang teguh pada kebenaran hakiki, menjauhkan diri dari tipu daya. Jadi koridornya itu adalah al-Qur’an. Dan tujuannya adalah untuk memberikan pemahaman secara mendalam tentang suatu unti ajaran Islam, dan hasil yang diinginkan adalah orang yang didakwahi bisa menerima akan sebuah kebeneran dan patuh terhadap ajaran Islam, serta bertambah kuat imannya kepada Allah Sang pencipta alam.













DAFTAR PUSTAKA



Abdul Basit, Filsafat Dakwah, (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2013

Ahmad Tafsir, Filsafat Pendidikan Islami, (Bandung: Rosdakarya, 2010), cet. Ke-4,

Amrullah Ahmad, Dakwah Islam dan Perubahan Sosial (Seminar dan Diskusi), Yogyakarta: PLP2M, 1985

HM. Arifin, M. Pd., Psikologi Dakwah Suatu Pengantar Studi, Cet. Pertama, (Jakarta : Bumi Aksara, 1991

IIIT, Islamisasi Ilmu Pengetahuan, (Jakarta: Lontar Utama, 2000), cet ke-1,

Moh. Ali Aziz, M.Ag , Ilmu Dakwah, Jakarta, 2009, cet. 2,


Osman Bakar and Seyyed Hossein Nasr, Hierarki ilmu: membangun rangka-pikir Islamisasi ilmu menurut al-Farabi, al-Ghazali, Quthb al-Din al-Syirazi., 1997, hlm. 65


[1] Abdul Basit, Filsafat Dakwah, (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2013), hlm. 34.
[2] Amrullah Ahmad, Dakwah Islam dan Perubahan Sosial (Seminar dan Diskusi), Yogyakarta: PLP2M, 1985 : Hal: 12-14.
[3] Prof. Dr. Moh. Ali Aziz, M.Ag , Ilmu Dakwah, Jakarta, 2009, cet. 2, hlm. 6.
[4] HM. Arifin, M. Pd., Psikologi Dakwah Suatu Pengantar Studi, Cet. Pertama, (Jakarta : Bumi Aksara, 1991), h. 6.
[5] Osman Bakar and Seyyed Hossein Nasr, Hierarki ilmu: membangun rangka-pikir Islamisasi ilmu menurut al-Farabi, al-Ghazali, Quthb al-Din al-Syirazi., 1997, hlm. 65
[6] IIIT, Islamisasi Ilmu Pengetahuan, (Jakarta: Lontar Utama, 2000), cet ke-1, hlm.43-64
[7] Ahmad Tafsir, Filsafat Pendidikan Islami, (Bandung: Rosdakarya, 2010), cet. Ke-4, hlm. 28

No comments:

Post a Comment