Iklan Sponsor

Wednesday 6 May 2020

Ariyah (Pinjaman)


Mata Kuliah
 “HADIST”
Tentang :
Ariyah (Pinjaman)
Dosen Pengampu : Heriyani, S.Th.I M.Sy






Description: Image result for logo stai an nadwah
 









Disusun oleh :
Armiya
Siti Fatonah





SEMESTER : HTN/II/A






SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM AN-NADWAH
KUALA TUNGKAL
2020

KATA PENGANTAR

Alhamdulillahi robbil ‘alamin, wa sholatu was salamu ‘ala asyrofil anbiya’i wal mursalin wa ‘ala alihi wa ashhabihi ajma’in amma ba’du.
Segala puji dan syukur kita panjatkan kepada Allah SWT yang telah menerangi dan memnuhi hati kita dengan keimanan. Yang mana keimanan adalah nikmat yang terbesar bagi kita. Sholawat dan salam kita sanjung sajikan untuk baginda kita nabi besar Muhammad SAW, seorang rasul yang telah menggandeng tangan kita menuju jalan kebenaran dan penuh dengan kasih sayang Allah.
Tugas ini merupakan persembahan hasil diskusi pemikiran dan pencarian informasi dari berbagai sumber, pillihan judul dan bahannya disesuaikan dengan silabus dan atas perintah dosen mata kuliah yang bersangkutan.
Dalam penyelesaian tugas ini, kami menyadari banyak dapat kekurangan, kepada semua pihak kami harapkan kritik dan saran yang membangun demi kesempurnaan makalah ini. Kepada teman dan sahabat yang ikut berpartisipasi dalam penyelesaian makalah ini kami ucapkan terima kasih. Semoga makalah ini bermanfaat bagi para pembacanya.
Kuala Tungkal             April 2020
penyusun



DAFTAR ISI





BAB I

PENDAHULUAN

A.    Latar Belakang

Hidup di muka bumi ini pasti selalu melakukan yang namanya kegiatan ekonomi dalam kehidupan sehari-hari. Bertransaksi sana sini untuk menjalankan kehidupan dan tanpa kita sadari pula kita melakukan yang namanya ariyah (pinjam meminjam). Pinjam meminjam kita lakukan baik itu barang, uang ataupun lainnya. Terlebih saat ini banyak kejadian pertikaian ataupun kerusuhan di masyarakat dikarenakan pinjam meminjam. Dan tidak heran kalau hal ini menjadi persoalan setiap masyarakat dan membawanya ke meja hijau. Hal ini terjadi karena ketidakpahaman akan hak dan kewajiban terhadap yang dipinjamkan.
Berbicara mengenai pinjaman (‘ariyah), penulis berminat untuk membahas tuntas mengenai ‘ariyah itu sendiri dari pengertian, hukum, syarat, rukun, macam-macam, hikmah, dan lainya mengenai pinjam meminjam (‘ariyah) agar tidak ada kesalahpahaman mengenai masalah pinjam meminjam ini.

B.     Rumusan Masalah

1.      Apa Hadist Tentang ‘ariyah?
2.      Apa dasar hukum ‘ariyah?
3.      Apa rukun dan syarat ‘ariyah?


BAB II

PEMBAHASAN

A.     Hadis tentang ‘Ariyah

Dari Abu Hurairah r.a, ia berkata, ‘Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
مَنْ نَفَّسَ عَنْ مُؤْمِنٍ كُرْبَةً مِنْ كُرَبِ الدُّنْيَا نَفَّسَ اللهُ عَنْهُ كُرْبَةً مِنْ كُرَبِ الدُّنيْاَ. وَمَنْ يَسَّرَ عَلَى مُعْسِرٍ يَسَّرَ اللهُ عَلَيْهِ فِى الدُّنْيَا وَاْلآخِرَةِ. وَمَنْ سَتَرَ مُسْلِمًا سَتَرَهُ اللهُ فِى الدُّنْيَا وَ الآخِرَةِ. وَاللهُ فِى عَوْنِ الْعَبْدِ مَاكَانَ الْعَبْدُ فِى عَوْنِ أَخِيْهِ.
Barang siapa yg membantu seorang mukmin terhadap kesusahan dari kesusahan dunia, niscaya Allah Subhanahu wa ta’ala membantunya terhadap segala kesusahan hari kiamat. Dan barang siapa yg memberi kemudahan kepada orang yg kesusahan, niscaya Allah Subhanahu wa ta’ala memberi kemudahan kepadanya di dunia & akhirat. Dan barang siapa yg menutup (aib) seorang muslim niscaya Allah Subhanahu wa ta’ala menutupi (kesalahannya) di dunia & akhirat. Dan Allah Subhanahu wa ta’ala selalu menolong hamba selama hamba itu selalu menolong saudaranya.” (Hadis Riwayat: Muslim). [Hadis Riwayat: Muslim No.1600]
Pinjaman disunnahkan bagi yang memberi pinjaman dan boleh bagi yang meminjam. Dan setiap sesuatu yang sah menjualnya sah meminjamkannya, apabila diketahui dan yang memberi pinjaman adalah orang yang sah memberi bantuan. Dan wajib atas peminjam mengembalikan sesuatu yang telah dipinjamnya.
Setiap pinjaman yang menarik manfaat, maka ia termasuk riba yang diharamkan. Seperti seseorang meminjamkan sesuatu dan memberi syarat bahwa ia menempati rumahnya, atau meminjamkanya harta dengan bunga, seperti ia memberi pinjaman sebanyak seribu dengan pengembalian seribu 2 ratus setelah satu tahun.
Ihsan (berbuat baik) dalam pinjaman disunnahkan, jika tidak merupakan syarat, seperti ia meminjam unta muda, lalu ia memberikan gantinya unta ruba’i, karena ini termasuk pembayaran yg baik dan akhlak yg mulia.
Dari Abu Rafi’ r.a, sesungguhnya Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam meminjam anak unta dari seorang laki-laki, lalu datanglah kepada Beliau satu unta dari unta-unta sedekah, maka beliau menyuruh Abu Ra’fi’ r.a agar ia membayar unta kecil kepada laki-laki itu. Lalu Abu Ra’fi’ r.a kembali kepadanya seraya berkata, ‘Aku tidak mendapatkan padanya selain unta besar yang terpilih. Maka beliau bersabda,
أَعْطِهَااِيَّاهُ, ِانَّ مِنْ خِيْاِر النَّاسِ أَحْسَنُهُمْ قَضَاءً.
Berikanlah ia kepadanya, sesungguhnya sebaik-baik manusia adalah sebaik-baik mereka ketika membayar pinjaman.‘(Hadis Riwayat: Muslim). [Hadis Riwayat: Muslim No.3006]
Boleh menggugurkan sebagian dari hutang yang bertempo karena menyegerakannya, baik itu degnan permintaan pemberi pinjaman atau yang berhutang. Dan barang siapa yang membayar untuk orang lain yang wajib atasnya, berupa hutang atau nafkah, niscaya kembali atasnya, jika ia menghendaki.[1]
Hadis yang berkaitan dengan persyaratan ‘ariyah:
العا ر يِّة مؤ ذا ة
Barang pinjaman ialah barang yang wajib dikembalikan” (HR. Abu Daud).

Syarat peminjaman (‘Ariyah) adalah barang tersebut wajib untuk dikembalikan.
Analisa Penulis:
Beberapa hadis diatas menjelaskan bahwa seseorang yg membantu orang lain yang dalam kesusahan maka Allah swt juga akan membantunya terhadap segala kesusahan hari kiamat, dan orang yang memberikan kemudahan kepada saudaranya maka Allah swt juga akan memudahkannya baik didunia maupun di akhirat kelak.
Rasulullah saw juga menjelaskan bahwa sebaik-baik manusia adalah yang membayar hutangnya.
Syarat dalam melakukan ‘Ariyah salah satunya adalah barang yang dipinjam ialah barang milik pribadi dari orang yang meminjamkan yang wajib untuk dikembalikan.

B.     Dasar Hukum ‘Ariyah Dalam Al-Qur’an

Adapun dasar diperbolehkannya bahkan disunnahkannya ‘ariyah adalah ayat-ayat alquran dan hadits berikut :
وَتَعَاوَنُوا عَلَى الْبِرِّ وَ التَّقْوَى وَلاَتَعَاوَنُوْا عَلَى الْإِثْمِ وَ الْعُدْوَانِ {المائدة : 2}
“Dan tolong-menolonglah kamu dalam (mengerjakan) kebajikan dan takwa dan jangan tolong-menolong dalam berbuat dosa dan pelanggaran”. (Al-Maidah:2)
إِنَّ اللّهَ يَأْمُرُكُمْ أَنْ تُؤَدُّوا الْأَمَانَةِ إِلَى أَهْلِهَا {النسآء : 58}
“Sesungguhnya Allah menyuruh kamu menyampaikan amanat kepada yang berhak menerimanya”. (An-Nisa:58)
Asbabun nuzul ayat :
Dalam suatu riwayat disebutkan bahwa setelah fathul Makkah, Rasulullah SAW memanggil Utsman bin Talhah untuk meminta kunci ka’bah. Ketika Utsman menghadap Rasul untuk menyerahkan kunci itu, berdirilah Al Abbas seraya berkata : “Ya Rasulullah, demi Allah, serahkan kunci itu kepadaku. Saya akan merangkap jabatan itu dengan jabatan urusan pengairan”. Utsman menarik kembali tangannya. Maka bersabdalah Rasulullah “berikanlah kunci itu kepadaku, wahai Utsman!”, Utsman berkata, “inilah dia amanat dari Allah”.Maka berdirilah Rasulullah membuka ka’bah dan kemudian keluar untuk tawaf di Baitullah. Lalu turunlah Jibril membawa perintah supaya kunci itu diserahkan kepada Utsman, Rasulullah melaksanakan perintah itu sambil membaca surat An-nisa ayat 58.[2]

C.      Hadis Menangguhkan Tagihan ‘Ariyah dari Orang yang Kesulitan

وَإِنْ كَانَ ذُو عُسْرَةٍ فَنَظِرَةٌ إِلَى مَيْسَرَةٍ وَأَنْ تَصَدَّقُوا خَيْرٌ لَكُمْ إِنْ كُنْتُمْ تَعْلَمُونَ
Jika (orang yang berhutang itu) dalam kesulitan, maka berilah tangguh sampai dia berkelapangan. Dan  menyedekahkan (sebagian atau semua utang) itu, lebih baik bagimu, jika kamu  mengetahui. (QS. al-Baqarah: 280)[3]
Orang yang memberikan pinjaman boleh mengambil kembali barangnya kapan saja selama itu tidak menimbulkan kesulitan bagi peminjam. Namun apabila pengambilan barang tersebut menimbulkan kesulitan bagi peminjam, maka pengambilan barang tersebut harus ditunda sampai peminjam terhindar dari kesulitan yang dihadapinya.[4]
Allah memerintahkan kepada orang yang memberikan utang, agar memberi penundaan waktu pembayaran, ketika orang yang berutang mengalami kesulitan pelunasan.
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam menjanjikan baginya pahala sedekah selama masa penundaan. Beliau bersabda,
مَنْ أَنْظَرَ مُعْسِرًا كَانَ لَهُ بِكُلِّ يَوْمٍ صَدَقَةٌ، وَمَنْ أَنْظَرَهُ بَعْدَ حِلِّهِ كَانَ لَهُ مِثْلُهُ، فِي كُلِّ يَوْمٍ صَدَقَةٌ
Siapa yang memberi tunda orang yang kesulitan, maka dia mendapatkan pahala sedekah setiap harinya. Dan siapa yang memberi tunda kepadanya setelah jatuh tempo maka dia mendapat pahala sedekah seperti utang yang diberikan setiap harinya. (HR. Ahmad 23046, Ibnu Majah 2418 dan dishahihkan Syuaib al-Arnauth).
Dalam hadits lain Rasulullah juga bersabda: “Barangsiapa meringankan suatu beban dari seorang muslim di dunia ini, maka Allah akan meringankan salah satu dari kesulitan-kesulitan hari kiamat darinya.
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam menjanjikan pahala yang besar. Dari Abu Hurairah ra, Rasulullah saw. bersabda,
مَنْ أَنْظَرَ مُعْسِرًا أَوْ وَضَعَ لَهُ، أَظَلَّهُ اللَّهُ فِي ظِلِّهِ يَوْمَ لا ظِلَّ إِلا ظِلُّهُ
Barangsiapa yang memberi waktu tunda pelunasan bagi orang yang kesusahan membayar utang atau membebaskannya, maka Allah akan menaunginya dalam naungan (Arsy)-Nya pada hari Kiamat yang tidak ada naungan selain naungan (Arsy)-Nya. (HR. Ahmad, 2/359, Muslim 3006,  dan Turmudzi 1306, dan dishahihkan al-Albani).[5]
Analisa Penulis:
Dari keempat hadis diatas menjelaskan bahwa orang yang memberikan pinjaman harus memberikan tenggang waktu atau kemudahan kepada orang yang dalam kesusahan untuk membayar hutangnya tersebut.
Hadis yang pertama mengatakan bahwa orang yang memberikan hutang harus bersabar terhadap orang yang kesulitan dan tidak mampu untuk membayar hutangnya, dan berikanlah tenggang waktu terhadapnya. Janganlah seperti orang jahiliyah yang menambah jumlah hutang orang yang tidak mampu membayarnya (riba).
Hadis kedua mengatakan bahwa orang yang memberikan waktu tunda terhadap orang yang kesusahan akan mendapatkan pahala sedekah setiap harinya.
Pada hadis ketiga dan keempat Rasulullah saw menyatakan bahwa orang yang memudahkan orang lain dalam pembayaran hutangnya, maka Allah akan  memberi kemudahan juga di akhirat kelak.

D.     Rukun Dan Syarat ‘Ariyah

Menurut Hanafiyyah, rukun ‘ariyah adalah satu, yaitu ijab dan kabul, tidak wajib diucapkan, tetapi cukup dengan pemilik menyerahkan kepada peminjam barang yang dipinjam dan boleh hukum ijab kabul dengan ucapan.
Menurut Syafi’ah, rukun ‘ariyah sebagai berikut:[6]
1.      Lafazh (kalimat mengutangkan)
Seperti seseorang berkata “Saya utangkan benda ini kepada kamu” dan yang menerima berkata “saya mengaku berutang benda ini kepada kamu”. Syarat bendanya adalah sama dengan syarat benda-benda dalam jual-beli.
2.      Mu’ir (orang yang mengutangkan) dan Mustair (orang yang menerima utang)
Syarat bagi Mu’ir adalah pemilik yang berhak menyerahkannya, sedangkan syarat bagi Mu’ir dan Musta’ir adalah:
a.       Baligh, maka batal ‘ariyah yang dilakukan anak kecil.
b.      Berakal, maka batal ‘ariyah yang dilakukan orang yang sedang tidur dan orang gila.
c.       Orang tersebut tidak dimahjur atau orang yang berada di bawah perlindungan, seperti pemboros.
3.      Mu’ar (benda yang dipinjamkan). Pada rukun yang ketiga ini disyaratkan 2 hal :
a.       Materi yang dipinjamkan dapat dimanfaatkan, maka tidak sah ‘ariyah yang materinya tidak dapat digunakan seperti meminjam karung yang sudah hancur sehingga tidak dapat digunakan untuk menyimpan padi.
b.      Pemanfaatan itu dibolehkan, maka batal ‘ariyah yang pengambilan manfaat materinya dibatalkan oleh syara’, seperti meminjam benda-benda najis.
Adapun syarat-syarat al-‘ariyah diperinci oleh para ulama sebagai berikut :
1.      Mu’ir (orang yang meminjamkan)
Pemilik yang berhak menyerahkannya, orang yang berakal dan cakap bertindak hukum, anak kecil dan orang yang dipaksa tidak sah meminjamkan.
Musta’ir (orang yang menerima pinjaman)
a.       Baligh
b.      Berakal
c.       Orang tersebut tidak dimahjur atau orang yang berada di bawah perlindungan, seperti pemboros.
2.      Mu’ar (benda yang dipinjam)
a.       Materi yang dipinjamkan dapat dimanfaatkan, maka tidak sah ‘ariyah yang materinya tidak dapat digunakan seperti meminjam karung yang sudah hancur sehingga tidak dapat digunakan untuk menyimpan padi.
b.      Pemanfaatan itu dibolehkan, maka batal ‘ariyah yang pengambilan manfaat materinya dibatalkan oleh syara’, seperti kendaraan yang dipinjam harus digunakan untuk hal-hal yang bermanfaat.
c.       Bukan jenis barang yang apabila diambil manfaatnya akan habis atau musnah seperti makanan.
d.       Sewaktu diambil manfaatnya, zat tetap (tidak rusak).

E.      Macam-Macam ‘Ariyah

1.      ‘Ariyah Muqayyadah
Yaitu bentuk pinjam-meminjam barang yang bersifat terikat dengan batasan tertentu. Misalnya peminjaman barang yang dibatasi pada tempat dan waktu tertentu. Dengan demikian, jika pemilik barang menyaratkan pembatasan tersebut, berarti tidak ada pilihan lain bagi pihak peminjam kecuali menaatinya. ‘Ariyah ini biasanya berlaku pada objek yang berharta, sehingga untuk mengadakan pinjam-meminjam memerlukan adanya syarat tertentu.
2.      ‘Ariyah Mutlaqah
Yaitu bentuk pinjam meminjam barang yang tidak dibatasi. Melalaui akad ‘ariyah ini peminjam diberi kebebasan untuk memanfaatkan barang pinjaman, meskipun tidak ada batasan tertentu dari pemiliknya. Biasanya ketika ada pihak yang membutuhkan pinjaman, pemilik barang sama sekali tidak memberikan syarat tertentu terkait objek yang akan dipinjam. 
Adapun hikmah dari ‘ariyah yaitu:
1.      Bagi peminjam
a.       Dapat memenuhi kebutuhan seseorang terhadap manfaat sesuatu yang belum dimiliki.
b.      Adanya kepercyaan terhadap dirinya untuk dapat memanfaatkan sesuatu yang ia sendiri tidak memilikinya.
2.      Bagi yang memberi pinjaman
a.        Sebagai manifestasi rasa syukur kepada Allah atas nikmat yang telah dianugrahkan kepadanya.
b.        Allah akan menambah nikmat kepada orang yang bersyukur.
c.        Membantu orang yang membutuhkan.
d.       Meringankan penderitaan orang lain.
e.        Disenangi sesama serta di akhirat terhindar dari ancaman Allah dalam surat al-ma’un ayat 4-7

G.     Pembayaran Pinjaman

Setiap pinjaman wajib dibayar sehingga berdosalah orang yang tidak mau mengembalikan pinjaman bahkan melalaikannya termasuk aniaya. Perbuatan aniaya merupakan salah satu perbuatan dosa. Rasulullah SAW, bersabda: “Orang kaya yang melalaikan kewajiban membayar hutang adalah aniaya”. (HR. Bukhari dan Muslim).
Melebihkan bayaran dari sejumlah pinjaman diperbolehkan asal saja kelebihan itu merupakan kemauan dari yang berhutang. Hal ini menjadi nilai kebaikan bagi yang mengembalikan pinjaman. Rasulullah SAW bersabda: “Sesungguhnya diantara orang yang terbaik dari kamu adalah orang yang sebaik-baiknya dalam membayar utang”. (HR. Bukhari dan Muslim). Rasulullah pernah meminjam hewan, kemudian beliau membayar hewan itu dengan yang lebih besar dan tua umurnya dari hewan yang beliau pinjam. Kemudian Rasul bersabda: “Orang yang paling baik diantara kamu ialah orang yang dapat membayar utangnya dengan yang lebih baik”. (HR. Ahmad).
Jika penambahan itu dikehendaki oleh orang yang berutang atau telah menjadi perjanjian dalam akad berpiutang, maka tambahan itu tidak halal bagi yang berpiutang untuk mengambilnya. Rasul bersabda: “Tiap-tiap piutang yang mengambil manfaat, maka itu adalah salah satu cara dari sekian cara riba”.

H.    Tanggung Jawab Peminjam

Bila peminjam telah memegang barang-barang pinjaman, kemudian barang itu rusak, ia berkewajiban menjaminnya, baik arena pemakaian yang berlebihan maupun karena yang lainnya. Demikian menurut Idn Abbas Aisyah Abu Hurairah Syail dan Ishaq dalam hadis yang diriwayatkan oleh Samurah, Rasulullah bersabda: “Pemegang kewajiban menjaga apa yang ia terima sampai ia mengembalikannya”.
Sementara para pengikut hanafiyah dan Malik berpendapat bahwa peminjam tidak berkewajiban menjamin barang pinjamannya kecuali karena tindakan yang berlebihan karena Rasulullah SAW bersabda: “Pinjaman yang tidak berkhianat tidak berkewajiban mengganti kerusakan”.
Kewajiban peminjam mengembalikan barang itu jika sudah selesai digunakan. Rasulullah bersabda: “Pinjaman itu wajib dikembalikan dan yang meminjam sesuatu harus membayar”. (HR. Abu Daud). Merawat barang pinjaman dengan baik. Rasulullah bersabda: “Kewajiban meminjam merawat yang dipinjamnya, sehingga ia kembalikan barang itu”. (HR. Ahmad).

I.       HUKUM KERUSAKAN ATAS PINJAMAN

Hukum atas kerusakan barang tergntung pada akadnya yaitu amanah dan dhamanah.
Apabila barang yang dipinjam itu rusak, selama dimanfaatkan sebagaimana fungsinya, si peminjam tidak diharuskan mengganti. Sebab pinjam meminjam itu sendiri berarti saling percaya memercayai. Akan tetapi, kalau kerusakan barang yang dipinjam akibat dari pemakaian yang tidak semestinya atau oleh sebab lain maka wajib menggantinya.
Orang yang meminjam adalah orang yang diberi amanat yang tidak ada tanggungan atasnya kecuali karena kelalaiannya, atau pihak pemberi pinjaman memersyaratkan penerima pinjaman harus bertanggung jawab.





BAB III

PENUTUP

A.    Kesimpulan

‘Ariyah adalah nama barang yang dituju oleh orang yang meminjam.. dasar hukum ‘ariyah berasal dari Al-Quran surat Al-Maidah ayat 2, An-Nisa ayat 58, dan hadits Nabi Muhammad SAW.
Ada dua macam ‘ariyah antara lain ‘ariyah muqayyadah yaitu bentuk pinjam meminjam barang yang bersifat terikat dengan batasan tertentu dan ‘ariyah mutlaqah yaitu bentuk pinjam meminjam barang yang tidak dibatasi.
Rukun ‘ariyah menurut hanafiyah yaitu ijab dan kabul, menurut syafi’ah rukun ‘ariyah adalah lafazh, mu’ir dan mustair, mu’ar (benda yang dipinjamkan).
Hikmah dari ‘ariyah dapat ditujukan bagi peminjam seperti dapat memenuhi kebutuhan seseorang terhadap manfaat sesuatu yang belum dimiliki dan bagi yang memberi pinjaman seperti membantu orang yang membutuhkan.
Setiap pinjaman wajib dikembalikan sehingga berdosalah orang yang tidak mau mengembalikannya. Dalam pinjam meminjam baik mu’ir atau musta’ir harus memerhatikan adab-adab dalam pinjam meminjam dan saling bertanggung jawab atas barang pinjaman.
Apabila barang yang dipinjam itu rusak, selama dimanfaatkan sebagaimana fungsinya, si peminjam tidak diharuskan mengganti, akan tetapi, kalau kerusakan barang yang dipinjam akibat dari pemakaian yang tidak semestinya atau oleh sebab lain maka wajib menggantinya.



DAFTAR PUSTAKA


ayyid Sabiq. 2009. Fikih Sunnah 5. Jakarta: Cakrawala Publishing.

Ilfi Nur Diana. 2008. Hadis-Hadis Ekonomi. Malang: UIN Malang Press.

Mardani. 2012. Ayat-Ayat dan Hadis Ekonomi Syariah. Jakarta: Rajawali Pers.

Mulyadi, ahmad 2006, fiqih, Bandung : Titian Ilmu

Rahman, abdul ghozalydkk, 2010, fiqihmuamalah, cet Jakarta : Kencana

http://makalahshella.blogspot.com/2017/11/hadis-tentang-ariyah-dan-qardh.html di akses 18 April 2020




[1] Ilfi Nur Diana. 2008. Hadis-Hadis Ekonomi. Malang: UIN Malang Press. h.160
[2] Rahman, abdul ghozalydkk, 2010, fiqihmuamalah, cet Jakarta : Kencana hlm 89
[3] Mardani. 2012. Ayat-Ayat dan Hadis Ekonomi Syariah. Jakarta: Rajawali Pers. h. 22
[4] ayyid Sabiq. 2009. Fikih Sunnah 5. Jakarta: Cakrawala Publishing. h. 307
[5] http://makalahshella.blogspot.com/2017/11/hadis-tentang-ariyah-dan-qardh.html di akses 18 April 2020
[6] Mulyadi, ahmad 2006, fiqih, Bandung : Titian Ilmu hlm 45

No comments:

Post a Comment