MAKALAH
FIQH
Tentang :
“Tharah, Najis dan Hadast Serta Cara Mensucikanya”
Dosen Pengampu :M. Hamdan, S.Pd.I, M.Pd.I
Disusun oleh
:
Kelompopk : III
Farhan
M. Habibie Rahman
Bahrul Latif
Semester : II/HTN/C
SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAMAN-NADWAH
KUALA TUNGKAL
2020
KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Kuasa atas segala
limpahan rahmat, inayah, taufik, dan ilham-Nya sehingga kami dapat
menyelesaikan penyusunan makalah ini dalam bentuk maupun isinya yang sangat
sederhana. Semoga makalah ini dapat dipergunakan sebagai salah satu acuan,
petunjuk maupun pedoman bagi pembaca. Makalah ini disusun dalam rangka untuk
melaksanakan tugas dari dosen kami Bapak Muhammad, S.Pd.I, M.Pd selaku pengampu
materi Tharah
Harapan kami semoga makalah ini membantu menambah
pengetahuan dan pengalaman bagi para pembaca, sehingga kami dapat memperbaiki
bentuk maupun isi makalah ini sehingga kedepannya dapat lebih baik.
Makalah ini kami akui masih banyak banyak kekurangan karena
pengalaman yang kami miliki sangat kurang. Oleh karena itu harapkan kepada para
pembaca untuk memberikan masukan-masukan yang bersifat membangun untuk
kesempurnaan makalah ini.
Kuala
Tungkal April 2020
Penyusun
DAFTAR ISI
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Islam
menganjurkan untuk selalu menjaga kebersihan badani selain rohani. Kebersihan
badani tercermin dengan bagaimana umat muslim selalu bersuci sebelum mereka
melakukan ibadah menghadap Allah SWT. Pada hakikatnya tujuan bersuci adalah
agar umat muslim terhindari dari kotoran atau debu yang menempel di badan
sehingga secara sadar atau tidak sengaja membatalkan rangkaian ibadah kita
kepada Allah SWT.
Namun, yang
terjadi sekarang adalah, banyak umat muslim hanya tahu saja bahwa bersuci itu
sebatas membasuh badan dengan air tanpa mengamalkan rukun-rukun bersuci lainnya
sesuai syariat Islam. Bersuci atau istilah dalam istilah Islam yaitu “Thaharah” mempunyai
makna yang luas tidak hanya berwudhu saja.
Pengertian
thaharah adalah mensucikan diri, pakaian, dan tempat sholat dari hadas dan
najis menurut syariat islam. Bersuci dari hadas dan najis adalah syarat syahnya
seorang muslim dalam mengerjakan ibadah tertentu. Berdasarkan pengertian
tersebut sebenarnya banyak sekali manfaat yang bisa kita ambil dari fungsi
thaharah. Taharah sebagai bukti bahwa Islam amat mementingkan kebersihan dan
kesucian.
B. Rumusan Masalah
1. Apa
pengertian taharah?
2.
Apasaja macam-macam taharah?
3.
Apasaja alat taharah?
4. Apa
pengertian najis?
5. Apasaja
macam-macam najis dan bagimana cara bersuci dari najis?
6. Apasaja
pengertian hadas?
7. Apasaja
macam-macam hadas dan bagaimana cara bersuci dari hadas?
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian Taharah
Thaharah menurut bahasa artinya
“bersih” Sedangkan menurut istilah syara’ thaharah adalah bersih dari
hadas dan najis. Selain itu thaharah dapat juga diartikan mengerjakan
pekerjaan yang membolehkan shalat, berupa wudhu, mandi, tayamum dan
menghilangkan najis[1]
Thaharah juga dapat diartikan
melaksanakan pekerjaan dimana tidak sah melaksanakan shalat kecuali dengannya
yaitu menghilangkan atau mensucikan diri dari hadas dan najis dengan air.
Berdasarkan penjalasn diatas dapat disimpulkan bahwa Taharah
merupakan suatu kegiatan yang dilakukan untuk membersihkan dari hadas besar dan
hadas kecil serta suci dari najis.
B. Macam-macam Taharah
Beberapa macam thaharah yang akan dibahas
dalam makalah ini diantaranya yaitu wudlu, mandi dan tayammum. Untuk
perinciannya akan kami bahas lebih lanjut sebagai bertikut:
a. Wudhu’
Wudlu menurut bahasa itu sebutan untuk pembersihan sebagian
anggota badan. Adapun menurut syara’, wudhu’ adalah sebutan untuk pembersihan
bagian-bagian tertentu dengan niat yang tertentu . Hukum wudhu’ ada dua, wajib
bagi orang yang hadats dan sunnah bagi orang yang memperbarui wudhu’ baik
setelah shalat ataupun setelah mandi wajib, serta ketika orang yang junub
hendak melakukan makan, tidur dan lain sebagainya.
b. Mandi (Al Ghusl)
Mandi secara bahasa adalah
mengalirkan air ke segala sesuatu baik badan, pakaian dan sebagainya tanpa
diiringi dengan niat. Sedangkan menurut syara’ mandi yaitu mengalirkan air ke
seluruh anggota badan dengan niat tertentu. Dalam islam, mandi atau Al Ghusl
memiliki posisi yang cukup
urgen. Hal ini mengingat mandi
bertujuan untuk menghilangkan hadats atau kotoran yang tidak bisa dihilangkan
hanya dengan wudhu’. Namun mandi yang dimaksud disini tentunya memiliki
karakteristik serta aturan yang berbeda dari mandi yang hanya untuk
membersihkan badan dari kotoran yang melekat di tubuh.
c. Tayammum
Menurut bahasa, tayammum adalah menyengaja
(القصد). Sedangkan menurut ishtilah yaitu
mengusapkan debu pada wajah dan kedua tangan dengan niat tertentu. Tayammum
yaitu sebuah ritual penyucian diri dari hadats dengan menggunakan debu sebagai
pengganti air dikarenakan beberapa sebab atau hal tertentu.
Sebab-sebab tayammum terbagi menjadi dua
kategori. Pertama yaitu tayammum yang wajib mengulangi sholat yang telah
dilakukan seperti tayammum karena tidak adanya air di tempat yang biasanya
terdapat air melimpah, lupa meletakkan air, hilangnya air dari tempatnya dan
sebagainya . Kedua yaitu dimana tidak diwajibkan untuk mengulangi sholat
yang telah dilakuakan seperti tayammum karena tidak ada air di tempat yang
sudah biasa tidak ada airnya dan kebutuhan akan air tersebut untuk diminum atau
dijual untuk memenuhi kebutuhan, tidak adanya air kecuali dengan harga tertentu
dan tidak ada uang untuk membeli atau akan dipergunakan untuk kebutuhan lain.
Fardlu tayammum ada lima yaitu memindahkan
debu dari tanah atau udara kebagian yang diusap, niat, mengusap wajah, mengusap
dua tangan hingga kedua siku dan tertib. Beberapa Sunnah tayammum yaitu
bersiwak, membaca basmalah, mendahulukan anggota kanan, berturut-turut,
menipiskan debu pada telapak tangan.
Hal hal yang membatalkan tayammum diantaranya
yaitu hadats, murtad, mengira telah ada air di luar sholat, mengerti tentang
keberadaan air, mampu untuk membeli air dan sebagainya[2]
C. Alat Taharah
Allah telah
memuliakan air, ketika ia menjadikannya sebagai poros kehidupan di bumi,
menjadikannya sebagai sesuatu yang suci, menghubungkannya dengan berbagai macam
ibadah. Dengan air seorang muslim menghilangkan junubnya, dengan air pula
seorang muslim berwudhu untuk menyempurnakan kesuciannya, sehinnga dia bisa
menghadap kepada Allah dalam ibadah yang agung seperti sholat, thawaf serta
membaca dan menyentuh mushaf AlQur’an yang mulia. Dengan air pula seorang
muslim membersihkan dirinya dari najis yang ada di tubuhnya, pakaiannya dan
segala yang ia miliki. Sungguh Allah telah memuliakan air untuk kebutuhan kita.
Adapun alat-alat taharah adalah :
1. Air suci dan mensucikan
yaitu air
mutlak artinya air yang masih sewajarnya dikatakan air atau air yang masih
murni, dapat digunakan untuk bersuci tanpa ada makruh padanya. Air seperti ini disebut sebagai air mutlaq karena jika ia
dimutlakkan (pengertiannya tidak dibatasi), maka masih tetap dinamakan air dan
kondisinya serta karakternya sebagai air tidak berubah, tetap pada kondisi
aslinya. Jadi yang air mutlak (air yang suci mensucikan) adalah air yang suci
zat dan esensinya yaitu ketika dimasuki zat lain ia tidak menjadi najis. Air
yang termasuk dalam kategori ini ada tujuh macam yaitu air hujan, air sumur,
air laut, air sungai, air salju, air telaga, air embun
Pada
initinya jika air itu masih tetap dalam kondisi dan karakter awal sebagai air,
tidak berubah satupun dari rasa, warna dan bau maka hukum menggunakan air ini
adalah suci mensucikan tanpa ada keraguan padanya.
2. Air yang suci dan tidak menyucikan
Dari Abu
Hurairah RA bahwa Nabi SAW bersabda : tidak seorang pun diantara kalian
mandi dalam air tergenang dalam keadaan junub.orang-orang bertanya : hai Abu
Hurairah bagaimana nabi mandi, ia menjawab : beliau mengambil air
dengan hati-hati (HR-Muslim 283)
Air suci
tapi tidak mensucikan atau air musta’mal yaitu air yang telah digunakan untuk
menghilangkan najis meskipun rasa, warna, dan bau tidak berubah. Air musta’mal tidak dapat digunakan untuk bersuci
karena tidak bisa menyucikan zat lain karena fungsi awalnya adalah sebagai air
suci mensucikan,namun setelah dipakai untuk bersuci maka fungsi tersebut telah
hilang, bergantilah ia menjadi air musta’amal yaitu air hasil atau bekas dari
bersuci, Meskipun air tersebut masih tetap dalam kondisi dan karakter awal dari
sebuah air. Namun jika air musta’mal tersedia dalam jumlah yang banyak sehingga
mencapai dua qullah maka hukumnya menjadi suci mensucikan. Air yang mencapai
dua qullah tidak menjadi najis karena ada najis di dalamnya kecuali jika
perubahan karakter sebuah air telihat dengan jelas maka air tersebut menjadi
najis. Contoh lain dari air ini adalah air suci namun
hanya tersedia dalam jumlah sedikit. Misalnya segelas atau hanya segayung.
3. Air makruh yaitu air suci
Dapat mensucikan namun makruh di
gunakan. Air yang masuk dalam kategori ini adalah air musyammas yaitu air yang
menjadi panas atau di panaskan dengan matahari dalam bejana logam, besi atau
tembaga selain emas dan perak. Hukum makruh yang di maksud adalah jika
penggunaan air musyammas digunakan untuk badan. Jika digunakan untuk tujuan
lain seperti cuci baju, menyiram bunga dan lain-lain maka hukumnya tidak makruh
alias boleh-boleh saja. Karena menurut dugaan menggunakan air musyammas dapat
menyebabkan penyakit kusta.
4. Air mutanajis atau air najis
Yaitu air
yang terkena najis sedang jumlahnya kurang dari qullah.
Atau mencapai dua qullah atau lebih tapi karakternya sebagai air sudah berubah
dengan jelas, baik dari segi rasa, warna ataupun bau. Air dua qulllah atau air
yang banyak menurut kebiasaan tidak menjadi najis hanya karena ada najis yang
memasukinya kecuali jika terjadi perubahan pada air tersebut meskipun sedikit.
Maka air ini tidak suci dan tidak mensucikan. Jika perubahan terjadi dengan
hilangnya perubahan karena najis maka air tersebut menjadi suci, jika perubahan
tersebut karena penambahan air suci lain. Namun jika karena hal lain misalnya
minyak kesturi, minyak, debu dan lain-lain maka air tersebut tetap dalam keadaa
tidak suci. Sedangkan air yang tidak mencapai dua qullah jika kemasuka najis
maka air itu dihukumi najis, meskipun air tersebut tidak berubah sifatnya sama
sekali.
Ada beberapa
pengecualian suatu air tidak menjadi najis meskipun air tersebut kurang dari
dua qullah. pengecualiannya yaitu : (1) Najis yang memasuki air tersebut adalah
najis yang tidak dapat dilihat dengan mata normal. (2) Air tersebut kemasukan
bangkai yang tidak memiliki darah mengalir seperti lalat, nyamuk, semut, lebah,
kutu binatang, kutu rambut, kalajengking dan lain-lain. Kecuali jika bangkai
tersebut mengubah air tersebut, atau bangkai tersebut sengaja dilemparkan
kedalam air. Jika bangkai dilemparka dalam keadan hidup maka air tidak menjadi
najis meskipun pada akhirnya ia mati dalam air tersebut. (3) Jilatan kucing
pada air menggenang atau pada air yang mengalir. Ini dikarenakan kucing
bukanlah hewan najis. (4) Asap dari barang najis dalam kadar yang sedikit. (5)
Debu najis dari kotoran binatang. Debu kotoran tidak dapat menajiskan anggota
tubuh yang basah.
D. Pengertian Najis
Secara etimologi najis berarti sesuatu
yang dapat mengotori,menjijikan. Sedangkan menurut istilah syara’, najis adalah
sesuatu yang kotor dan dapat menghalangi keabsahan shalat selama tidak ada
sesuatu yang meringankan.
E. Macam-macam Najis dan Cara Bersuci dari Najis
$pk0r'¯»t tûïÏ%©!$# (#þqãYtB#uä $yJ¯RÎ) ãôJsø:$# çÅ£øyJø9$#ur Ü>$|ÁRF{$#ur ãN»s9ø F{$#ur Ó§ô_Í ô`ÏiB È@yJtã Ç`»sÜø9¤±9$# çnqç7Ï^tGô_$$sù öNä3ª=yès9 tbqßsÎ=øÿè?
Artinya: Hai orang-orang beriman sesungguhnya
meminum khamar, berjudi, berqurban untuk berhala, mengundi nasib dengan anak
panah adalah perbuatan keci dan termasuk perbuatan syeitan, maka jauhilah
perbuatan-perbuatan itu agar kamu beruntung (QS-Al-Maidah:90)
1.
Najis mukhaffafah (ringan),
ialah air kencing bayi laki-laki yang belum berumur 2 tahun dan belum pernah
makan sesuatu kecuali ASI.Cara mensucikannya, cukup dengan memercikkan air ke
bagian yang terkena najis sampai bersih.
2.
Najis mutawassithah (sedang),
ialah najis yang keluar dari kubul dan dubur manusia dan binatang, kecuali air
mani. Najis ini dibagi menjadi dua:[3]
a.
Najis ‘ainiyah, ialah
najis yang berwujud atau tampak.
b.
Najis hukmiyah, ialah
najis yang tidak tampak seperti bekas kencing atau arak yang sudah kering dan sebagainya.
Cara mensucikannya, dibilas dengan
air sehingga hilang semua sifatnya (bau, warna, rasa dan rupanya)
3.
Najis mughallazah (berat),
ialah najis anjing dan babi.
Cara
mensucikannya, lebih dulu dihilangkan wujud benda najis itu, kemudian dicuci
dengan air bersih 7 kali dan salah satunya dicampur dengan debu.
F. Pengertian Hadas
Hadas
menurut makna bahasa “peristiwa”. Sedangkan menurut syara’ adalah perkara yang
dianggap mempengaruhi anggora-anggota tubuh sehingga menjadikan sholat dan
pekerjaan-pekerjaan lain yang sehukum dengannya tidak sah karenanya, karena tidak ada sesuatu yang
meringankan.
G. Macam-macam Hadas dan Cara Bersuci dari Hadas
a.
Hadas kecil, adalah perkara-perkara
yang dianggap mempengaruhi empat anggota tubuh manusia yaitu wajah, dua tangan
dan dua kaki. Lalu menjadikan sholat dan semisalnya tidak sah. Hadas kecil ini
hilang dengan cara berwudlu.
b.
Hadas besar, adalah perkara yang dianggap
mempengaruhi seluruh tubuh lalu menjadikan sholat dan pekerjaan-pekerjaan lain
yang sehukum dengannya tidak sah. Hadas besar ini bisa hilang dengan cara mandi
wajib.
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Thaharah
menurut bahasa artinya “bersih” Sedangkan menurut istilah syara’ thaharah
adalah bersih dari hadas dan najis. Selain itu thaharah dapat juga
diartikan mengerjakan pekerjaan yang membolehkan shalat, berupa wudhu, mandi,
tayamum dan menghilangkan najis.
Adapun
macam-macam taharah yaitu : Wudhu’, mandi (Al-Ghuslu), dan tayammum. Macam-macam alat taharah
yaitu : air suci dan
mensucikan, air yang suci dan tidak menyucikan, air makruh yaitu air suci, air
mutanajis atau air najis dan debu.
Adapun
pengertian najis secara etimologi najis berarti sesuatu yang dapat mengotori, menjijikan.
Sedangkan menurut istilah syara’, najis adalah sesuatu yang kotor dan dapat
menghalangi keabsahan shalat selama tidak ada sesuatu yang meringankan. Adapun
macam-macam najis yaitu: najis mukhaffafah (ringan),
najis mutawassithah (sedang),dan
najis mughallazah (berat).
Pengertian hadas menurut makna bahasa “peristiwa”. Sedangkan menurut syara’
adalah perkara yang dianggap mempengaruhi anggora-anggota tubuh sehingga
menjadikan sholat dan pekerjaan-pekerjaan lain yang sehukum dengannya
tidak sah karenanya, karena tidak ada
sesuatu yang meringankan. Sedangkan macam-macam hadas terdiri dari hadas
kecil dan hadas besar.
B. Saran
1.
Dengan adanya pembahasan taharah ini
diharapkan mahasiswa dapat mengetahui serta dapat memahami tentang taharah.
2.
Setelah dipelajari serta dibahas
diharapkan para mhasiswa dapat mengimplementasikan kedalam kehidupan
sehari-hari atau menjadi bekal untuk yang akan datang.
3.
Jika terdapat kesalahan baik teknik
penulisan maupun materi yang masih belum lengkap penulis sangat berharap adanya
saran serta kritikan demi sempurnanya makalah ini.
DAFTAR PUSTAKA
Depertemen
Agama RI. 2008. Al-Qur’an dan Terjemahnya. Bandung : Cv Penerbit Diponegoro.
Abyan,
Amir Dkk. 1997. Fiqih. Semarang : PT Karya Toha Putra.
Anwar,
Moch. 1987. Fiqih Islam Tarjamah Matan Taqrib. Bandung :
PT Alma’arif.
Azzuhaili, Wahbah. 2010. Fiqih Imam Syafi’i.
Jakarta : Almahira.
Materi
Lengkap. http://alimpolos.blogspot.co.id/2014/05/pengertian-macam-macam-beserta-contoh.html.
21 September 2016. Jam 22.03 WIB
Muqarrabin.
1997. Fiqih Awam. Demak : Cv. Media Ilmu.
Rifa’i, Moh. 2001. Risalah
Tuntunan Shalat Lengkap, Semarang, PT.Karya Toha Putra.
No comments:
Post a Comment