Iklan Sponsor

Wednesday 13 May 2020

Pengertian dan kedudukan dalam Islam Tentang Anak Angkat, Anak Pungut dan Anak Hasil Zina


 “MASAILUL FIQH II”
Tentang :

Dosen Pengampu : Hairul Fauzi, S.Pd.I M.Pd.






Description: Image result for logo stai an nadwah
 









Disusun oleh :
Tugas Individu
Rizka Wati Rahmah





SEMESTER VI-D
JURUSAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM (PAI)





SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM AN-NADWAH
KUALA TUNGKAL
2020

KATA PENGANTAR


Alhamdulillahi robbil ‘alamin, wa sholatu was salamu ‘ala asyrofil anbiya’i wal mursalin wa ‘ala alihi wa ashhabihi ajma’in amma ba’du.
Segala puji dan syukur kita panjatkan kepada Allah SWT yang telah menerangi dan memnuhi hati kita dengan keimanan. Yang mana keimanan adalah nikmat yang terbesar bagi kita. Sholawat dan salam kita sanjung sajikan untuk baginda kita nabi besar Muhammad SAW, seorang rasul yang telah menggandeng tangan kita menuju jalan kebenaran dan penuh dengan kasih sayang Allah.
Tugas ini merupakan persembahan hasil diskusi pemikiran dan pencarian informasi dari berbagai sumber, pillihan judul dan bahannya disesuaikan dengan silabus dan atas perintah dosen mata kuliah yang bersangkutan difakultas pendidikan agama islam.
Dalam penyelesaian tugas ini, kami menyadari banyak dapat kekurangan, kepada semua pihak kami harapkan kritik dan saran yang membangun demi kesempurnaan makalah ini. Kepada teman dan sahabat yang ikut berpartisipasi dalam penyelesaian makalah ini kami ucapkan terima kasih. Semoga makalah ini bermanfaat bagi para pembacanya.
Kuala Tungkal             April 2020
penyusun



DAFTAR ISI




 


BAB I

PENDAHULUAN

A.    Latar Belakang

Anak adalah amanah sekaligus karunia Tuhan Yang Maha Esa, bahkan anak dianggap sebagai harta kekayaan yang paling berharga dibandingkan kekayaan harta benda lainnya, anak sebagai amanah Tuhan yang harus senantiasa dijaga dan dilindungi karena dalam diri anak melekat harkat, martabat dan hak-hak anak sebagai manusia yang harus dijunjung tinggi
Hak asasi anak merupakan bagian dari hak asasi manusia yang termuat dalam Undang-undang Dasar 1945 dan Konvensi Perserikatan Bangsa-Bangsa tentang hak-hak anak. Dilihat dari sisi kehidupan berbangsa dan bernegara, anak adalah pewaris dan sekaligus potret masa depan bangsa dimasa datang, generasi penerus cita-cita bangsa sehingga setiap anak berhak atas kelangsungan hidup, tumbuh dan berkembang, berpartisipasi serta berhak atas perlindungan dari tindak kekerasan dan diskriminasi serta hak sipil dan kebebasan
Upaya perlindungan terhadap anak perlu dilaksanakan sedini mungkin yaitu sejak dari janin dalam kandungan sampai anak berumur 18 (delapan belas) tahun. Hal ini bertitik tolak dari konsepsi perlindungan anak yang utuh, menyeluruh dan komprehensif. Undang-undang perlindungan anak juga harus meletakkan kewajiban memberikan perlindungan kepada anak berdasarkan asas-asas non diskriminatif, kepentingan yang terbaik bagi anak, hak untuk hidup, kelangsungan hidup dan perkembangan serta penghargaan terhadap pendapat anak.

B.     Rumusan Masalah

  1. Apa pengertian dari anak angkat dan bagaimana kedudukannya?
  2. Apa pengertian anak pungut dan bagaimana kedudukannya?
  3. Apa pengertian ana hasil zina dan bagaimana statusnya?


BAB II

PEMBAHASAN

A.    Anak Angkat

Anak menurut Kamisa dalam Kamus Lengkap Bahasa Indonesia Modern adalah: ”Anak adalah keturunan kedua”.[1] Pengertian ini memberikan gambaran bahwa anak tersebut adalah turunan dari ayah dan ibu sebagai turunan pertama. Jadi anak adalah merupakan suatu kondisi akibat adanya perkawinan antara kedua orang tuanya.
$¨B Ÿ@yèy_ ª!$# 9@ã_tÏ9 `ÏiB Éú÷üt7ù=s% Îû ¾ÏmÏùöqy_ 4 $tBur Ÿ@yèy_ ãNä3y_ºurør& Ï«¯»©9$# tbrãÎg»sàè? £`åk÷]ÏB ö/ä3ÏG»yg¨Bé& 4 $tBur Ÿ@yèy_ öNä.uä!$uŠÏã÷Šr& öNä.uä!$oYö/r& 4 öNä3Ï9ºsŒ Nä3ä9öqs% öNä3Ïdºuqøùr'Î/ ( ª!$#ur ãAqà)tƒ ¨,ysø9$# uqèdur Ïôgtƒ Ÿ@Î6¡¡9$# ÇÍÈ   öNèdqãã÷Š$# öNÎgͬ!$t/Ky uqèd äÝ|¡ø%r& yZÏã «!$# 4 bÎ*sù öN©9 (#þqßJn=÷ès? öNèduä!$t/#uä öNà6çRºuq÷zÎ*sù Îû ÈûïÏe$!$# öNä3Ï9ºuqtBur 4 }§øŠs9ur öNà6øn=tæ Óy$uZã_ !$yJÏù Oè?ù'sÜ÷zr& ¾ÏmÎ/ `Å3»s9ur $¨B ôNy£Jyès? öNä3ç/qè=è% 4 tb%Ÿ2ur ª!$# #Yqàÿxî $¸JŠÏm§ ÇÎÈ  

Berdasarkan pendapat kedua ulama, maka dapat disimpulkan bahwa status anak angkat atau pada masa sekarang dikenal dengan istilah adopsi adalah tidak bisa disamakan dengan anak kandung, mengenai nasabnya. Sehingga dalam hal mawaris, ia tidak memiliki hak waris terhadap harta kedua orang tua angkatnya. Demikian pula mengenai mahram, ia berstatus sebagai orang lain, sehingga dia bukanlah mahram bagi anggota keluarga orang tua angkatnya.  Akan tetapi, mengambil anak yatim kemudian memeliharanya dan mencukupi segala keperluannya, dan tidak menganggapnya anak, maka hal tersebut boleh dan nabi sendiri melakukannya serta akan mendapatkan pahala syurga.
2.      Anjuran dan Tujuan Mengangkat Anak
Kalau diperhatikan secara cermat bahwa mengangkat anak dalalm islam adalah pekerjaan yang sangat mulia, bagian dari perbuatan baik yang dianjurkan oleh islam. Sebab didalamnya terdapat unsur tolong menolong yang dapat mendekatkan diri pelakunya kepada Allah swt. Sudah seharusnya orang islam yang kaya atau orang yang belum dianugerahi anak atau siapa saja yang mampu untuk mengambil bagian dalam pekerjaan mangangkat anak ini
Di Indonesia kita perhatikan ada beberapa motif seseorang mengangkat anak. Ada bermotif agar keluarga yang tidak punya anak itu memperoleh anak (dijadikan anak kandung) untuk meneruskan garis keturuannya. Yang seperti ini diharamkan dalam islam. Ada juga yang bermotif untuk dijadikan sebagai pancingan bagi orang tua yang mengangkatnya yang tidak punya anak itu. Dan ada juga yang bermotif mendapat tenaga kerja atau merasa kasihan terhadap nasib anak. Kedua motif terakhir dapat dibenarkan oleh islam selama tidak menjadikannya sebagai anak kandung.
Islam sebagai agama yang sempurna sarat dengan ajaran kepedulian terhadap sosial. Islam tidak membenarkan umatnya hidup rakus, egois dan tidak peduli terhadap lingkungannya. Berikut ini adalah ayat ayat yang menganjurkan agar mengangkat anak sebagai salah satu ajaran kepedulian sosial dapat dijalankan oleh umat islam.
¢ (#qçRur$yès?ur n?tã ÎhŽÉ9ø9$# 3uqø)­G9$#ur ( Ÿwur (#qçRur$yès? n?tã ÉOøOM}$# Èbºurôãèø9$#ur 4 (#qà)¨?$#ur ©!$# ( ¨bÎ) ©!$# ߃Ïx© É>$s)Ïèø9$# ÇËÈ  
Artinya: dan tolong menolong lah kamu dalam (mengerjakan) kebajikan dan taqwa, dan jangan tolong menolong dalam berbuat dosa dan pelanggaran (QS. Al Maidah:2)
Dalam hadits rasulullah, Allah memberikan ganjaran surga kepada orang yang tulus ikhlas memberi bantuan kepada orang yang tidak mampu seperti anak yatim: Aritnya: aku (naib) dan orang yang mengasuh anak yatim disurga seperti ini, nabi mengisyaratkan dengan menunjukkan ibu jari dan jari tengah dan Rasul merapatkan kedua jarinya. (HR. Bukhari)
3.      Akibat Hukum dari Mengangkat Anak
Hal yang penting untuk diluruskan adalah status hukum antara anak angkat dan bapak angkat. Sebab jika melihat budaya jahiliyah status anak angkat disamakan haknya dengan anak sendiri. Dan ada banyak kasus dimasyarakat, seorang bapak angkat (yang tidak punya anak) yang sudah terlanjur sayang kepada anak angkatnya. Si bapak angkat itu tidak mau menjelaskan kepada anak angkatnya bahwa ia adalah bukan anak asli. Padahal si anak angkat tersebut telah dewasa. Usaha untuk menutup – nitupi yang dilakukan oleh orang tua angkat tentang status anak angkatnya ditegaskan oleh syekh Yusuf Qardhawi merupakan hal yang sia- sia.  Atinya hal itu pasti terbongkar juga. Sebab kebohongan perkataan manusia tidak dapat menutupi kebenaran, tidak dapat mengubah realitas sebenarnya. Kebohongan tidak akan dapat menjadikan orang luar menjadi anak kandung. Dan yang ajaib tidak akan ada di dalam dada bapak angkat sifat kebapakan seperti bapak kandung terhadap anak kandungnya. Dan tidak juga ditemukan perasaan sebagai anak kandung dalam diri anak angkat terhadap bapak angkatnya serta si anak angkat tidak mewarisi sifat sifat tertentu dari bapak angkatnya. Hal ini diperkuat oleh firman Allah swt:
..( ª!$#ur ãAqà)tƒ ¨,ysø9$# uqèdur Ïôgtƒ Ÿ@Î6¡¡9$# ÇÍÈ  
Artinya: dan Alla mengatakan yang sebenarnya dan Dia menunjukkan jalan (yang benar) (QS. Al Ahzab: 4)
Motoivasi dan tujuan mengangkat anak tidak lain kecuali dalam rangka menolong, memberi nafkah lahir dan batin, serta mendidik agama anak. Maka dengan demikian status anak angkat jika dihubungkan dengan orang tua angkat adalah orang lain, oleh karena itu status hukumnya pun jelas, yaitu:
  1. orang tua angkat tidak boleh mengganti nasab anak angkat dengan dirinya sendiri (orang tua angkat)
  2. anak angkat tidak berhak mendapatkan waris jika orang tua angkatnya meniggal. Karena tidak ada hubungan darah, tidak terjadi hubungan pernikahan dan tidak ada hubungan saudara. Namun orang tua angkat dapat memeberikannya hibah atau wasiat sebagian hartanya untuk kesejahteraan anak angkatnya.
  3. hubungan anak angkat dengan orang tua angkat dan keluarga orang tua angkat tidak menghilangkan kemahraman. Yang diharamkan oleh Al Qur’an adalah mengawini anak kandung bukan anak angkat. Maka boleh saja orang tua angkat menikah dengan anak angkatnya atau bekas suami/istri anak angkatnya. Juga diperbolehkan anak angkatnya menikah dengan anak kandung bapak angkatnya.

B.     Anak Pungut

Anak pungut adalah anak yang hidupnya tersia-sia, tidak diakui dan dijamin oleh seseorang kemudian diambil orang lain. Dalam istilah bahasa arab disebut laqith, ditinjau dari sisi bahasa artinya anak yang ditemukan terlantar di jalan, tidak diketahui siapa ayah dan ibunya. Demikian definisi yang tercantum dalam kitab Al-Lisan dan itab Al-Mishbah biasnya laqiith adalah anak yang dibuang oleh orang tunya .[4]
Ditinju dari istilah syar’i adalah sebagai berikut:
  • Mazhab Hanafi, laqiith adalah sebutan untuk seorang bayi yang dibuang oleh keluarganya karena takut miskin atau untuk menghindari tuduhan telah berbuat aib.
  • Mazhab Syafi’i, laqiith adalah setiap bayi yang terlantar dan tidak ada yang menafkahinya.
  • Mazhab Hambli, laqiith adalah anak kecil yang belum mencapai usia mumayyiz (dewasa) yang tidak diketahui nasbnya dan terlantar, atau tersesat di jalan.
Untuk mengkompromikan semua pendapat ini, maka dapat disimpulkan Laqiith adalah anak kecil yang belum mencapai usia mumayyiz yang tidak diketahui nasabnya yang tersesat di jalan atau dibuang oleh keluarganya karena takut miskin atau menghindari tuduhan jelek , atau karena alasan lain.
2.     Sumber Hukum
a.   QS. Al-Maidah ayat 32
... `tB Ÿ@tFs% $G¡øÿtR ÎŽötóÎ/ C§øÿtR ÷rr& 7Š$|¡sù Îû ÇÚöF{$# $yJ¯Rr'x6sù Ÿ@tFs% }¨$¨Z9$# $YèÏJy_ ô`tBur $yd$uŠômr& !$uK¯Rr'x6sù $uŠômr& }¨$¨Y9$# $YèÏJy_ ……
 “Dan barang siapa yang memelihara kehidupan seorang manusia, maka seolah-olah dia telah memelihara kehidupan manusia semuanya”.
Karena anak angkat atau anak pungut tidak dapat saling mewarisi dengan orang tua angkatnya, apabila orang tua angkat tidak mempunyai keluarga, maka yang dapat dilakukan bila ia berkeinginan memberikan harta kepada anak angkat adalah, dapat disalurkan dengan cara hibah ketika dia masih hidup, atau dengan jalan wasiat dalam batas sepertiga pusaka sebelum yang bersangkutan meninggal dunia.[5]
Berdasarkan uraian tentang pengertian dasar hukum dan pendapat ulama tentang hukum anak pungut, maka dapat diambil kesimpulan bahwa memungut anak yang tersia-siakan merupakan fardlu kifayah bagi ummat Islam. Karena dengan memungut anak tersbut, selain menyelamatkan jiwa juga memungkinkan menyelamatkan anak tersebut dari kemungkinan memeluk non-muslim jika dipungut oleh ummat non-muslim.
Ibnu Qudamah Rahimahullah berkata dalam kitabnya Al-Mughni (V/392), “Memungut anak seperti ini hukumnya wajib, berdasarkan firman Allah Ta’ala dalam surat Al-Maidah ayat 2. Karena dengan memungut anak tersebut berarti ia telah mcnyelamatkan jiwa seorang yang masih hidup dan ini hukumnya wajib. Seperti: dengan cara memberikan makanan dan menyelamatkan anak yang hanyut”.[6]
Dasar hukum yang digunakan sebagai dasar memungut anak yang tersia-siakan sudah sangat jelas baik dari nash Al-Qur’an mupun dari Hadits.  Setelah anak tersebut dipungut maka status anak tersebut adalah sama dengan status anak angkat dalam hal waris mewaris dan mahram terhadap keluarga angkatnya.

C.    Anak Diluar Nikah( Anak Zina)

Anak zina adalah anak yang dilahirkan di luar perkawinan yang sah. Sedangkan menurut Hassanain Makluf, bahwa anak zina adalah anak yang di lahirkan ibunya dari hubungan yang tidak sah.[7]
2.      Status hukum anak zina
Menurut hukum perdata Islam, anak zina/jadah itu suci dari segala dosa, karena kesalahan itu tidak dapat ditujukan kepada anak tersebut, tetapi kepada orang tuanya ( yang tidak sah menurut hukum).
Di dalam hadits disebutkan:                                                                                             
كل مولود يولد على الفطرة حتى يعرب عنه لسانه فابواه يهودانه او ينصرانه او يمجسانه     
“Semua anak dilahirkan atas kesucian/kebersihan (dari segala dosa/noda) dan pembawaan beragama tauhid, sehingga ia jelas bicaranya. Maka kedua orang tuanyalah yang menyebabkan anaknya menjadi yahudi, atau nasrani atau majusi.
Di dalam Al-Qur’an Allah berfirman:
žwr& âÌs? ×ouÎ#ur uøÍr 3t÷zé& ÇÌÑÈ 
“(yaitu) bahwasannya seorang yang berdosa tidak akan memikul dosa orang lain. (An-Najm: 38).
Karena itu, anak hasil zina pun harus diperlakukan secara manusiawi, diberi pendidikan, pengajaran dan keterampilan yang berguna untuk bekal hidupnya di masa depan. Yang bertanggung jawab untuk memenuhi kebutuhan hidupnya (materiil dan spiritual adalah ibunya. Sebab anak zina hanya mempunyai hubungan nasab atau perdata dengan ibunya.[8]
Mengenai status anak zina ini ada tiga pendapat, yaitu:
a.       Menurut Imam Malik dan Syafi’I, anak zina yang lahir setelah enam bulan dari perkawinan ibu bapaknya, anak itu di nasabkan kepada bapaknya.
b.      Jika anak itu di lahirkan sebelum enam bulan, maka dinasabkan kepada ibunya, karena di duga ibunya itu telah melakukan hubungan seks dengan orang lain. Sedang batas waktu hamil, paling kurang enam bulan.
c.       Menurut Imam Abu Hanifah, anak zina tetap di nasabkan kepada suami ibunya (bapaknya) tanpa mempertimbangkan waktu masa kehamilan si ibu.[9]
3.      Akibat hukum Bagi Anak Zina
Apabila anak dilahirkan secara tidak sah, maka ia tidak dapat dihubungkan dengan bapaknya (tidak sah), kecuali hanya kepada ibunya saja. Dalam hukum Islam, anak tersebut tetap di anggap sebagai anak yang tidak sah, dan berakibat:
a.       Tidak ada hubungan nasab dengan laki-laki yang mencampuri ibunya (secara tidak sah).
b.      Tidak ada saling mewarisi dengan laki-laki tu dan hanya waris-mewarisi dengan ibunya saja.
c.       Tidak dapat menjadi wali bagi anak perempuan, karena dia lahir akibat hubungan luar nikah.
Sebagai akibat dari ketentuan hukum di atas, meramabat pula masalahnya kepada masalah kejiwaan si anak tadi. Cepat atau lambat, pasti akan diketahuinya dan aib itu merupakan corengan arang yang sukar menghapusnya. Jiwanya merasa tertekan sepanjang hidupnya, karena cemoohan dari masyarakat sekitar. Walaupun dalam pandangan agama Islam anak itu tidak menanggung dosa, akibat perbuatan orang tuanya.[10]

 


BAB III

PENUTUP

A.   Kesimpulan

Anak angkat adalah anak yang dijadikan sebagai anak asuh yang diketahui nasab kedua orangtuanya. Baik anak angkat maupun anak pungut bukanlah anak asli, ia diasuh, dibesarkan dan dididik oleh orang lain dan tidak ada hubungan nasab antara anak asuh dengan bapak asuhnya/. Status anak angkat dan anak pungut tidak bias disamakan dalam nasab karena kedudukan anak angkat bukan anak secara syara’ dan tidak memiliki hak – hak sebagai anak asli.
Anak pungut adalah anak yang dijjadikan sebagai anak asuh yang tidak diketahui siapa nasabnya (ibu bapaknya). Dan termasuk anak pungut juga anak yang diserahkan kerumah sakit karena orangtuaya tidak mampu membayar biaya kelahiran.
Anak zina adalah anak hasil hubungan suami istri diluar nikah dan status anak zina hanya memiliki nasab dengan ibunya dan keluarga ibunya, waris mewaris dengan ibunya saja, dan jika anak yang lahir itu perempuan dalam nikah yang menjadi walinya adalah wali hakim. Wallahu a’lam bisshawaf.



DAFTAR PUSTAKA


Depag RI, Kompilasi Hukum Islam, (Jakarta: Depag RI, 2002
Ajat Sudrajat, Fikih aktual, (Ponorogo: STAIN Po Press, 2008
Al Muntaqa min Fatawa Fadhilatisy-Syaikh Shalih bin Fauzan, Hukum Mengadopsi Anak, Majalah As-Sunnah Edisi 04/TAHUN XI/1428H/2007M.


Kamisa, Kamus Lengkap Bahasa Indonesia Modern , (Jakarta: Balai Pustaka, 2005

M. Ali Hasan, Masail Fiqhiyah Al-Haditsah, (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 1997

Masifuk Zuhdi, Masail Fiqhiyah, (Jakarta: PT. Toko Gunung Agung, 1997

Shidik, Safiun. Hukum Islam Tentang Berbagai Persoalan Kontemporer. (Pt. Intimedia Cipta Nusantara.Jakarta Timur:2004

Syekh Muhammad Yusuf El-Qardlawi,


[1] Kamisa, Kamus Lengkap Bahasa Indonesia Modern , (Jakarta: Balai Pustaka, 2005), hal. 13.
[2] Depag RI, Kompilasi Hukum Islam, (Jakarta: Depag RI, 2002), hal. 9
[3]Shidik, Safiun. Hukum Islam Tentang Berbagai Persoalan Kontemporer. (Pt. Intimedia Cipta Nusantara.Jakarta Timur:2004) hlm 87

[5] Syekh Muhammad Yusuf El-Qardlawi, hal. 53-54.
[6]Al Muntaqa min Fatawa Fadhilatisy-Syaikh Shalih bin Fauzan, Hukum Mengadopsi Anak, Majalah As-Sunnah Edisi 04/TAHUN XI/1428H/2007M. Hlm 56
[7] Ajat Sudrajat, Fikih aktual, (Ponorogo: STAIN Po Press, 2008), 95.
[8] Masifuk Zuhdi, Masail Fiqhiyah, (Jakarta: PT. Toko Gunung Agung, 1997), 39-40.
[9] M. Ali Hasan, Masail Fiqhiyah Al-Haditsah, (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 1997), 80-81.
[10] Ibid., 82-83.

No comments:

Post a Comment