efendyblooger.blogspot.comMata Kuliah
“MASAILUL FIQH II”
Tentang :
Dosen Pengampu : Hairul
Fauzi, S.Pd.I M.Pd.
Disusun oleh :
Tugas Individu
Rizka Wati Rahmah
SEMESTER VI-D
JURUSAN
PENDIDIKAN AGAMA ISLAM (PAI)
SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM AN-NADWAH
KUALA TUNGKAL
2020
KATA PENGANTAR
Alhamdulillahi robbil ‘alamin, wa sholatu was salamu ‘ala
asyrofil anbiya’i wal mursalin wa ‘ala alihi wa ashhabihi ajma’in amma ba’du.
Segala puji dan syukur kita panjatkan kepada Allah SWT yang
telah menerangi dan memnuhi hati kita dengan keimanan. Yang mana keimanan
adalah nikmat yang terbesar bagi kita. Sholawat dan salam kita sanjung sajikan
untuk baginda kita nabi besar Muhammad SAW, seorang rasul yang telah
menggandeng tangan kita menuju jalan kebenaran dan penuh dengan kasih sayang
Allah.
Tugas ini merupakan persembahan hasil diskusi pemikiran dan
pencarian informasi dari berbagai sumber, pillihan judul dan bahannya
disesuaikan dengan silabus dan atas perintah dosen mata kuliah yang
bersangkutan difakultas pendidikan agama islam.
Dalam penyelesaian tugas ini, kami menyadari banyak dapat
kekurangan, kepada semua pihak kami harapkan kritik dan saran yang membangun demi
kesempurnaan makalah ini. Kepada teman dan sahabat yang ikut berpartisipasi
dalam penyelesaian makalah ini kami ucapkan terima kasih. Semoga makalah ini
bermanfaat bagi para pembacanya.
Kuala Tungkal April 2020
penyusun
DAFTAR ISI
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Anak adalah amanah sekaligus karunia Tuhan Yang Maha Esa,
bahkan anak dianggap sebagai harta kekayaan yang paling berharga dibandingkan
kekayaan harta benda lainnya, anak sebagai amanah Tuhan yang harus senantiasa
dijaga dan dilindungi karena dalam diri anak melekat harkat, martabat dan
hak-hak anak sebagai manusia yang harus dijunjung tinggi
Hak asasi anak merupakan bagian dari hak asasi manusia yang
termuat dalam Undang-undang Dasar 1945 dan Konvensi Perserikatan Bangsa-Bangsa
tentang hak-hak anak. Dilihat dari sisi kehidupan berbangsa dan bernegara, anak
adalah pewaris dan sekaligus potret masa depan bangsa dimasa datang, generasi
penerus cita-cita bangsa sehingga setiap anak berhak atas kelangsungan hidup,
tumbuh dan berkembang, berpartisipasi serta berhak atas perlindungan dari
tindak kekerasan dan diskriminasi serta hak sipil dan kebebasan
Upaya perlindungan terhadap anak perlu dilaksanakan sedini
mungkin yaitu sejak dari janin dalam kandungan sampai anak berumur 18 (delapan
belas) tahun. Hal ini bertitik tolak dari konsepsi perlindungan anak yang utuh,
menyeluruh dan komprehensif. Undang-undang perlindungan anak juga harus
meletakkan kewajiban memberikan perlindungan kepada anak berdasarkan asas-asas
non diskriminatif, kepentingan yang terbaik bagi anak, hak untuk hidup,
kelangsungan hidup dan perkembangan serta penghargaan terhadap pendapat anak.
B. Rumusan Masalah
- Apa pengertian dari anak angkat dan bagaimana kedudukannya?
- Apa pengertian anak pungut dan bagaimana kedudukannya?
- Apa pengertian ana hasil zina dan bagaimana statusnya?
BAB II
PEMBAHASAN
A. Anak Angkat
Anak menurut Kamisa dalam Kamus
Lengkap Bahasa Indonesia Modern adalah: ”Anak adalah keturunan kedua”.[1] Pengertian ini memberikan gambaran
bahwa anak tersebut adalah turunan dari ayah dan ibu sebagai turunan pertama.
Jadi anak adalah merupakan suatu kondisi akibat adanya perkawinan antara kedua
orang tuanya.
Pasal 171 huruf h Kompilasi Hukum
Islam menyebutkan bahwa “Anak angkat adalah anak yang dalam hal pemeliharaan
untuk hidupnya sehari-hari, biaya pendidikan dan sebagainya beralih tanggung
jawabnya dari orang tua asal kepada orang tua angkatnya berdasarkan putusan
pengadilan”.[2]
Kedudukan anak angkat yang
sedemikian memberikan arti yang sangat penting dalam melanjutkan sebuah
keluarga. Perhatian terhadap anak sudah lama ada sejalan dengan peradaban
manusia itu sendiri, yang dari hari kehari semakin berkembang, bimbingan khusus
agar dapat berkembang fisik, mental dan spiritualnya secara maksimal.
Dari pengertian di atas, maka
pengertian anak angkat adalah anak yang dalam pemeliharaannya untuk hidupnya
dialihkan dari tanggungan orang tua asal kepada orang tua angkat.
$¨B @yèy_ ª!$# 9@ã_tÏ9 `ÏiB Éú÷üt7ù=s% Îû ¾ÏmÏùöqy_ 4 $tBur @yèy_ ãNä3y_ºurør& Ï«¯»©9$# tbrãÎg»sàè? £`åk÷]ÏB ö/ä3ÏG»yg¨Bé& 4 $tBur @yèy_ öNä.uä!$uÏã÷r& öNä.uä!$oYö/r& 4 öNä3Ï9ºs Nä3ä9öqs% öNä3Ïdºuqøùr'Î/ ( ª!$#ur ãAqà)t ¨,ysø9$# uqèdur Ïôgt @Î6¡¡9$# ÇÍÈ öNèdqãã÷$# öNÎgͬ!$t/Ky uqèd äÝ|¡ø%r& yZÏã «!$# 4 bÎ*sù öN©9 (#þqßJn=÷ès? öNèduä!$t/#uä öNà6çRºuq÷zÎ*sù Îû ÈûïÏe$!$# öNä3Ï9ºuqtBur 4 }§øs9ur öNà6øn=tæ Óy$uZã_ !$yJÏù Oè?ù'sÜ÷zr& ¾ÏmÎ/ `Å3»s9ur $¨B ôNy£Jyès? öNä3ç/qè=è% 4 tb%2ur ª!$# #Yqàÿxî $¸JÏm§ ÇÎÈ
Artinya: “Allah sekali-kali tidak
menjadikan bagi seseorang dua buah hati dalam rongganya; dan dia tidak
menjadikan istri-istrimu yang kamu zhiharitu sebagai ibumu, dan dia tidak
menjadikan anak-anak angkatmu sebagai anak kandungmu (sendiri). yang demikian
itu hanyalah perkataanmu dimulutmu saja. dan Allah mengatakan yang Sebenarnya
dan dia menunjukkan jalan (yang benar). Panggilah mereka (anak-anak angkat itu)
dengan (memakai) nama bapak-bapak mereka; Itulah yang lebih adil pada sisi
Allah, dan jika kamu tidak mengetahui bapak-bapak mereka, Maka (panggilah
mereka sebagai) saudara-saudaramu seagama dan maula-maulamu. dan tidak ada dosa
atasmu terhadap apa yang kamu khilaf padanya, tetapi (yang ada dosanya) apa
yang disengaja oleh hatimu. dan adalah Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.
a.
Adopsi
dengan praktik dan tradisi di jaman Jahiliyyah yang memberi status kepada anak
angkat sama dengan status anak kandung tidak dibenarkan (dilarang) dan tidak
diakui oleh Islam.
b.
Hubungan
anak angkat dengan orang tua angkat dan keluarganya tetap seperti sebelum
diadopsi yang tidak mempengaruhi kemahraman dan kewarisan baik anak angkat itu
diambil dari kerabat dekat maupun orang lain.[3]
Berdasarkan pendapat kedua ulama, maka dapat disimpulkan bahwa status anak
angkat atau pada masa sekarang dikenal dengan istilah adopsi adalah tidak bisa
disamakan dengan anak kandung, mengenai nasabnya. Sehingga dalam hal mawaris,
ia tidak memiliki hak waris terhadap harta kedua orang tua angkatnya. Demikian
pula mengenai mahram, ia berstatus sebagai orang lain, sehingga dia bukanlah
mahram bagi anggota keluarga orang tua angkatnya. Akan tetapi, mengambil
anak yatim kemudian memeliharanya dan mencukupi segala keperluannya, dan tidak
menganggapnya anak, maka hal tersebut boleh dan nabi sendiri melakukannya serta
akan mendapatkan pahala syurga.
2.
Anjuran
dan Tujuan Mengangkat Anak
Kalau diperhatikan secara cermat bahwa mengangkat anak
dalalm islam adalah pekerjaan yang sangat mulia, bagian dari perbuatan baik
yang dianjurkan oleh islam. Sebab didalamnya terdapat unsur tolong menolong
yang dapat mendekatkan diri pelakunya kepada Allah swt. Sudah seharusnya orang
islam yang kaya atau orang yang belum dianugerahi anak atau siapa saja yang
mampu untuk mengambil bagian dalam pekerjaan mangangkat anak ini
Di Indonesia kita perhatikan ada beberapa motif seseorang
mengangkat anak. Ada bermotif agar keluarga yang tidak punya anak itu
memperoleh anak (dijadikan anak kandung) untuk meneruskan garis keturuannya.
Yang seperti ini diharamkan dalam islam. Ada juga yang bermotif untuk dijadikan
sebagai pancingan bagi orang tua yang mengangkatnya yang tidak punya anak itu.
Dan ada juga yang bermotif mendapat tenaga kerja atau merasa kasihan terhadap
nasib anak. Kedua motif terakhir dapat dibenarkan oleh islam selama tidak
menjadikannya sebagai anak kandung.
Islam sebagai agama yang sempurna sarat dengan ajaran
kepedulian terhadap sosial. Islam tidak membenarkan umatnya hidup rakus, egois
dan tidak peduli terhadap lingkungannya. Berikut ini adalah ayat ayat yang
menganjurkan agar mengangkat anak sebagai salah satu ajaran kepedulian sosial
dapat dijalankan oleh umat islam.
…¢
(#qçRur$yès?ur
n?tã
ÎhÉ9ø9$#
3uqø)G9$#ur
( wur
(#qçRur$yès?
n?tã
ÉOøOM}$#
Èbºurôãèø9$#ur
4 (#qà)¨?$#ur
©!$#
( ¨bÎ)
©!$#
ßÏx©
É>$s)Ïèø9$#
ÇËÈ
Artinya:
dan tolong menolong lah kamu dalam (mengerjakan) kebajikan dan taqwa, dan
jangan tolong menolong dalam berbuat dosa dan pelanggaran (QS. Al Maidah:2)
Dalam hadits rasulullah, Allah memberikan ganjaran surga
kepada orang yang tulus ikhlas memberi bantuan kepada orang yang tidak mampu
seperti anak yatim: Aritnya: aku (naib) dan orang yang mengasuh anak yatim
disurga seperti ini, nabi mengisyaratkan dengan menunjukkan ibu jari dan jari
tengah dan Rasul merapatkan kedua jarinya. (HR. Bukhari)
3.
Akibat Hukum dari Mengangkat Anak
Hal yang penting untuk diluruskan adalah status hukum antara
anak angkat dan bapak angkat. Sebab jika melihat budaya jahiliyah status anak
angkat disamakan haknya dengan anak sendiri. Dan ada banyak kasus dimasyarakat,
seorang bapak angkat (yang tidak punya anak) yang sudah terlanjur sayang kepada
anak angkatnya. Si bapak angkat itu tidak mau menjelaskan kepada anak angkatnya
bahwa ia adalah bukan anak asli. Padahal si anak angkat tersebut telah dewasa.
Usaha untuk menutup – nitupi yang dilakukan oleh orang tua angkat tentang
status anak angkatnya ditegaskan oleh syekh Yusuf Qardhawi merupakan hal yang
sia- sia. Atinya hal itu pasti terbongkar juga. Sebab kebohongan
perkataan manusia tidak dapat menutupi kebenaran, tidak dapat mengubah realitas
sebenarnya. Kebohongan tidak akan dapat menjadikan orang luar menjadi anak
kandung. Dan yang ajaib tidak akan ada di dalam dada bapak angkat sifat
kebapakan seperti bapak kandung terhadap anak kandungnya. Dan tidak juga
ditemukan perasaan sebagai anak kandung dalam diri anak angkat terhadap bapak
angkatnya serta si anak angkat tidak mewarisi sifat sifat tertentu dari bapak
angkatnya. Hal ini diperkuat oleh firman Allah swt:
..(
ª!$#ur
ãAqà)t
¨,ysø9$#
uqèdur
Ïôgt
@Î6¡¡9$#
ÇÍÈ
Artinya:
dan Alla mengatakan yang sebenarnya dan Dia menunjukkan jalan (yang benar) (QS.
Al Ahzab: 4)
Motoivasi dan tujuan mengangkat anak tidak lain kecuali
dalam rangka menolong, memberi nafkah lahir dan batin, serta mendidik agama
anak. Maka dengan demikian status anak angkat jika dihubungkan dengan orang tua
angkat adalah orang lain, oleh karena itu status hukumnya pun jelas, yaitu:
- orang tua angkat tidak boleh mengganti nasab anak angkat dengan dirinya sendiri (orang tua angkat)
- anak angkat tidak berhak mendapatkan waris jika orang tua angkatnya meniggal. Karena tidak ada hubungan darah, tidak terjadi hubungan pernikahan dan tidak ada hubungan saudara. Namun orang tua angkat dapat memeberikannya hibah atau wasiat sebagian hartanya untuk kesejahteraan anak angkatnya.
- hubungan anak angkat dengan orang tua angkat dan keluarga orang tua angkat tidak menghilangkan kemahraman. Yang diharamkan oleh Al Qur’an adalah mengawini anak kandung bukan anak angkat. Maka boleh saja orang tua angkat menikah dengan anak angkatnya atau bekas suami/istri anak angkatnya. Juga diperbolehkan anak angkatnya menikah dengan anak kandung bapak angkatnya.
B. Anak Pungut
Anak pungut adalah anak yang hidupnya tersia-sia, tidak
diakui dan dijamin oleh seseorang kemudian diambil orang lain. Dalam istilah
bahasa arab disebut laqith, ditinjau dari sisi bahasa artinya anak yang
ditemukan terlantar di jalan, tidak diketahui siapa ayah dan ibunya. Demikian
definisi yang tercantum dalam kitab Al-Lisan dan itab Al-Mishbah biasnya
laqiith adalah anak yang dibuang oleh orang tunya .[4]
Ditinju dari istilah syar’i adalah sebagai berikut:
- Mazhab Hanafi, laqiith adalah sebutan untuk seorang bayi yang dibuang oleh keluarganya karena takut miskin atau untuk menghindari tuduhan telah berbuat aib.
- Mazhab Syafi’i, laqiith adalah setiap bayi yang terlantar dan tidak ada yang menafkahinya.
- Mazhab Hambli, laqiith adalah anak kecil yang belum mencapai usia mumayyiz (dewasa) yang tidak diketahui nasbnya dan terlantar, atau tersesat di jalan.
Untuk
mengkompromikan semua pendapat ini, maka dapat disimpulkan Laqiith adalah anak
kecil yang belum mencapai usia mumayyiz yang tidak diketahui nasabnya yang
tersesat di jalan atau dibuang oleh keluarganya karena takut miskin atau
menghindari tuduhan jelek , atau karena alasan lain.
2.
Sumber Hukum
a.
QS. Al-Maidah ayat 32
... `tB
@tFs%
$G¡øÿtR
ÎötóÎ/
C§øÿtR
÷rr&
7$|¡sù
Îû
ÇÚöF{$#
$yJ¯Rr'x6sù
@tFs%
}¨$¨Z9$#
$YèÏJy_
ô`tBur
$yd$uômr&
!$uK¯Rr'x6sù
$uômr&
}¨$¨Y9$#
$YèÏJy_
……
“Dan barang siapa yang memelihara kehidupan seorang manusia,
maka seolah-olah dia telah memelihara kehidupan manusia semuanya”.
Karena anak angkat
atau anak pungut tidak dapat saling mewarisi dengan orang tua angkatnya,
apabila orang tua angkat tidak mempunyai keluarga, maka yang dapat dilakukan
bila ia berkeinginan memberikan harta kepada anak angkat adalah, dapat
disalurkan dengan cara hibah ketika dia masih hidup, atau dengan jalan wasiat
dalam batas sepertiga pusaka sebelum yang bersangkutan
meninggal dunia.[5]
Berdasarkan uraian tentang pengertian dasar hukum dan
pendapat ulama tentang hukum anak pungut, maka dapat diambil kesimpulan bahwa
memungut anak yang tersia-siakan merupakan fardlu kifayah bagi ummat Islam.
Karena dengan memungut anak tersbut, selain menyelamatkan jiwa juga
memungkinkan menyelamatkan anak tersebut dari kemungkinan memeluk non-muslim
jika dipungut oleh ummat non-muslim.
Ibnu Qudamah Rahimahullah berkata dalam kitabnya Al-Mughni
(V/392), “Memungut anak seperti ini hukumnya wajib, berdasarkan firman
Allah Ta’ala dalam surat Al-Maidah ayat 2. Karena dengan memungut
anak tersebut berarti ia telah mcnyelamatkan jiwa seorang yang masih hidup dan
ini hukumnya wajib. Seperti: dengan cara memberikan makanan dan menyelamatkan
anak yang hanyut”.[6]
Dasar hukum yang digunakan sebagai dasar memungut anak yang
tersia-siakan sudah sangat jelas baik dari nash Al-Qur’an mupun dari
Hadits. Setelah anak tersebut dipungut maka status anak tersebut adalah
sama dengan status anak angkat dalam hal waris mewaris dan mahram terhadap
keluarga angkatnya.
C. Anak Diluar Nikah( Anak Zina)
Anak zina adalah anak yang dilahirkan di luar
perkawinan yang sah. Sedangkan menurut Hassanain Makluf, bahwa anak zina adalah
anak yang di lahirkan ibunya dari hubungan yang tidak sah.[7]
2.
Status hukum
anak zina
Menurut hukum perdata Islam, anak zina/jadah
itu suci dari segala dosa, karena kesalahan itu tidak dapat ditujukan kepada
anak tersebut, tetapi kepada orang tuanya ( yang tidak sah menurut hukum).
Di dalam hadits
disebutkan:
كل مولود يولد
على الفطرة حتى يعرب عنه لسانه فابواه يهودانه او ينصرانه او يمجسانه
“Semua anak dilahirkan atas kesucian/kebersihan
(dari segala dosa/noda) dan pembawaan beragama tauhid, sehingga ia jelas
bicaranya. Maka kedua orang tuanyalah yang menyebabkan anaknya menjadi yahudi,
atau nasrani atau majusi.
Di dalam Al-Qur’an Allah berfirman:
wr& âÌs? ×ouÎ#ur uøÍr 3t÷zé& ÇÌÑÈ
“(yaitu) bahwasannya seorang yang berdosa tidak
akan memikul dosa orang lain. (An-Najm: 38).
Karena itu, anak hasil zina pun harus
diperlakukan secara manusiawi, diberi pendidikan, pengajaran dan keterampilan
yang berguna untuk bekal hidupnya di masa depan. Yang bertanggung jawab untuk
memenuhi kebutuhan hidupnya (materiil dan spiritual adalah ibunya. Sebab anak
zina hanya mempunyai hubungan nasab atau perdata dengan ibunya.[8]
Mengenai status anak zina ini ada tiga
pendapat, yaitu:
a. Menurut Imam Malik dan Syafi’I, anak zina yang
lahir setelah enam bulan dari perkawinan ibu bapaknya, anak itu di nasabkan
kepada bapaknya.
b. Jika anak itu di lahirkan sebelum enam bulan,
maka dinasabkan kepada ibunya, karena di duga ibunya itu telah melakukan
hubungan seks dengan orang lain. Sedang batas waktu hamil, paling kurang enam
bulan.
c. Menurut Imam Abu Hanifah, anak zina tetap di
nasabkan kepada suami ibunya (bapaknya) tanpa mempertimbangkan waktu masa
kehamilan si ibu.[9]
3.
Akibat hukum
Bagi Anak Zina
Apabila anak dilahirkan secara tidak sah, maka
ia tidak dapat dihubungkan dengan bapaknya (tidak sah), kecuali hanya kepada
ibunya saja. Dalam hukum Islam, anak tersebut tetap di anggap sebagai anak yang
tidak sah, dan berakibat:
a. Tidak ada hubungan nasab dengan laki-laki yang
mencampuri ibunya (secara tidak sah).
b. Tidak ada saling mewarisi dengan laki-laki tu
dan hanya waris-mewarisi dengan ibunya saja.
c. Tidak dapat menjadi wali bagi anak perempuan,
karena dia lahir akibat hubungan luar nikah.
Sebagai akibat
dari ketentuan hukum di atas, meramabat pula masalahnya kepada masalah kejiwaan
si anak tadi. Cepat atau lambat, pasti akan diketahuinya dan aib itu merupakan
corengan arang yang sukar menghapusnya. Jiwanya merasa tertekan sepanjang
hidupnya, karena cemoohan dari masyarakat sekitar. Walaupun dalam pandangan
agama Islam anak itu tidak menanggung dosa, akibat perbuatan orang tuanya.[10]
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Anak angkat adalah anak yang dijadikan sebagai anak asuh
yang diketahui nasab kedua orangtuanya. Baik anak angkat maupun anak pungut
bukanlah anak asli, ia diasuh, dibesarkan dan dididik oleh orang lain dan tidak
ada hubungan nasab antara anak asuh dengan bapak asuhnya/. Status anak angkat
dan anak pungut tidak bias disamakan dalam nasab karena kedudukan anak angkat bukan
anak secara syara’ dan tidak memiliki hak – hak sebagai anak asli.
Anak pungut adalah anak yang dijjadikan sebagai anak asuh
yang tidak diketahui siapa nasabnya (ibu bapaknya). Dan termasuk anak pungut
juga anak yang diserahkan kerumah sakit karena orangtuaya tidak mampu membayar
biaya kelahiran.
Anak zina adalah anak hasil hubungan suami istri diluar
nikah dan status anak zina hanya memiliki nasab dengan ibunya dan keluarga
ibunya, waris mewaris dengan ibunya saja, dan jika anak yang lahir itu perempuan
dalam nikah yang menjadi walinya adalah wali hakim. Wallahu a’lam bisshawaf.
DAFTAR PUSTAKA
Depag RI, Kompilasi Hukum Islam, (Jakarta:
Depag RI, 2002
Ajat Sudrajat, Fikih aktual, (Ponorogo: STAIN
Po Press, 2008
Al Muntaqa min Fatawa Fadhilatisy-Syaikh Shalih bin
Fauzan, Hukum Mengadopsi Anak, Majalah As-Sunnah Edisi 04/TAHUN XI/1428H/2007M.
https://www.google.com/search?client=firefox-b&q=Makalah+anak+Pengut
di akses pada 01 April 2020 pukul 14.34 WIB
Kamisa,
Kamus Lengkap Bahasa Indonesia Modern , (Jakarta: Balai Pustaka, 2005
M. Ali Hasan, Masail
Fiqhiyah Al-Haditsah, (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 1997
Masifuk Zuhdi,
Masail Fiqhiyah, (Jakarta: PT. Toko Gunung Agung, 1997
Shidik, Safiun. Hukum Islam Tentang Berbagai Persoalan
Kontemporer. (Pt. Intimedia Cipta Nusantara.Jakarta Timur:2004
Syekh Muhammad Yusuf El-Qardlawi,
[3]Shidik, Safiun. Hukum Islam Tentang Berbagai Persoalan
Kontemporer. (Pt. Intimedia Cipta Nusantara.Jakarta Timur:2004) hlm 87
[4] https://www.google.com/search?client=firefox-b&q=Makalah+anak+Pengut di akses pada 01 April 2020
pukul 14.34 WIB
[6]Al
Muntaqa min Fatawa Fadhilatisy-Syaikh Shalih bin Fauzan, Hukum Mengadopsi Anak,
Majalah As-Sunnah Edisi 04/TAHUN XI/1428H/2007M. Hlm 56
No comments:
Post a Comment