Iklan Sponsor

Wednesday 13 May 2020

Teori dan Pradigma Penelitian Dakwah


Makalah
Metodologi Penelitian Dakwah
Tentang :
Teori dan Pradigma Penelitian Dakwah

Dosen Pengampu : Muhammad Tabri, S.Ag.




 









Disusun oleh :
Gustina
Muhammad Ahyar

SEMESTER IV
Komunikasi Penyiaran Islam (KPI)









SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM AN-NADWAH
KUALA TUNGKAL
2020


KATA PENGANTAR

 

Alhamdulillah puji syukur atas kehadirat Allah SWT atas segala limpahan Rahmat dan Hidayah-Nya, sehingga kami dapat menyelesaikan makalah ini yang berjudul “Teoari dan Pradigma Penelitian Dakwah. Shalawat dan salam semoga dilimpahkan atas junjungan kita Nabi besar Muhammad SAW beserta keluarga, sahabat dan sekalian umatnya yang bertaqwa.
            Ucapan terima kasih pula kami tujukan kepada semua pihak yang telah membantu kami dalam proses penyusunan makalah ini, baik bantuan materil maupun nonmateril.
Kami menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari kesempurnaan. Oleh karena itukritik dan saran yang sifatnya membangun sangat kami harapkan guna penyempurnaan penyusunan makalah selanjutnya. Akhirnya penulis berharap semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi kita semua, amin.

Kuala Tungkal           April 2020
                                                                                                            Penulis


DAFTAR ISI




 


BAB I

PENDAHLUAN

A.    Latar Belakang

Penelitian Kualitatif adalah study yang meneliti kualitas hubungan, aktivitas, situasi, atau berbagai material.Penelitian Kualitatif lebih menekankan pada deskriptif holistik, yang menjelaskan secara detail tentang kegiatan atau situasi apa yang sedang berlangsung dari pada membandingkan efek perlakuan tertentu, atau menjelaskan tentang sikap atau perilaku orang. Menurut Sukmadinata (2005) dasar penelitian kualitatif adalah konstruktivisme yang berasumsi bahwa kenyataan itu berdimensi jamak, interaktif dan suatu pertukaran pengalaman sosial yang diinterpretasikan oleh setiap individu. Peneliti kualitatif percaya bahwa kebenaran adalah dinamis dan dapat ditemukan hanya melalui penelaahan terhadap orang-orang melalui interaksinya dengan situasi sosial mereka (Danim, 2002). Penelitian kualitatif mengkaji perspektif partisipan dengan strategi- strategi yang bersifat interaktif dan fleksibel. Penelitian kualitatif ditujukan untuk memahami fenomena-fenomena sosial dari sudut pandang partisipan. Dengan demikian arti atau pengertian penelitian kualitatif tersebut adalah penelitian yang digunakan untuk meneliti pada kondisi objek alamiah dimana peneliti merupakan instrumen kunci

B.     Rumusan Masalah

1.      Pengertian Pradigma?
2.      Apa Teori?
3.      Penerapan Paradigma Penelitian?





BAB II

PEMBAHASAN

A.    Pengertian Paradigma

Paradigma adalah pendekatan atau prspektif yang artinya cara memandang dan menjelaskan sesuatu gejala atau peristiwa. Paradigma ini lebih kepada pendekatan berkaitan dengan disiplin ilmu yang artinya pendekatan ini lebih luas maknanya dibandingkan dengan metode atau cara yang dipilih dalam memahani sesuatu. 
Penelitian ini bertujuan untuk memahami persepsi, pola interaksi dan identitas/performance, subjek penilitian berdasarkan tingkah laku dan pola pemikirannya. Paradigma penelitian tersebut merupakan fenomena sosial budaya yang bersifat multifased, karena bertujuan untuk memahami fenomena tersebut, dapat dikategorikan paradigma naturalistikyang disebut juga paradigma definisi sosial. Penelitian ini, dalam konteks teori fenomenologi persepsi (Marleu Porty), termasuk ke dalam teori komunikasi yang menjelaskan tentang kyai dan santri dalam kehidupan pesantren melalui fenomena-fenomena yang terjadi, melalui fenomenologi persepsi. Paradigma naturalistik memandang fenomena sosial yang berbeda dengan fenomena alam. Menurut paradigma ini, dalam memandang fenomena sosial dari perspektif (inner perspektif)berdasarkan subjek perilaku, simbol-simbo dan fenomena-fenomena[1]
Sementara perspektif akan memiliki makna yang berbeda. Di sadari atau tidak sejak kecil, kita sering menggunakan perspektif, baik sengaja maupun tidak. Karena tanpa adanya perspektif kita akan melihat situasi di hadapan yang ada akan terlihat sebagai acak-acakan dan tidak bermakna. Namun perspektif disini lain makna dengan persepsi, lebih memandu persepsi kita. Istilah lain dari perspektif adalah paradigma, school of thought, model, pendekatan kerangka pemikiran dan worldeview. Singkatnya perspektif adalah cara pandang untuk memahami kompleksitas dunia nyata.


Jadi jika di bangun sebuah kerangka akan membentuk seperti di bawah ini:
 






            Berbagai istilah sering digunakan oleh para ilmuwan untuk menyebut kerangka teori ini. Diantaranya adalah: Perspektif (perspective), sudut pandang (point of view), kerangka konsptual (conceptual framework), kerangka pemikiran (frame of thinking), krangka analisis (analytical frame-work) aliran pemikiran (School of thought) pendekatan (approach) dan kini populer adalah paradigma (paradigm).
            Sementara itu unsur-unsur pokok sebuah paradigma ilmu sosial budaya disini dibagi menjadi 9 yaitu: [2]
1.      Asumsi-asumsi dasar
2.      Nilai-nilai
3.      Masalah yang ingin diselesaikan
4.      Model-model
5.      Konsep-konsep
6.      Metode- metode penelitian
7.      Metode-metode analisis
8.      Hasil-hasil analisis atau teori
9.      Etnografi atau representasi

B.     Teori

Teori adalah jaring untuk menangkap dunia atau cara kita mengartikan kehidupan sosial (Karl Popper). Artinya Teori ini merupakan seperangkat asumsi dan generalisasi yang dapat digunakan untuk menjelaskan, memprediksikan, dan mengendalikan fenomena atau seperangkat ide, konstruk atau variabel, definisi, dan proposisi yang memberikan gambaran suatu fenomena atau peristiwa secara sistematik dengan cara menentukan hubungan antar-variabel. Konsep yang dapat diterapkan secara empiris. Sedangkan teoritisasi merupakan serangkaian proposisi, definisi dan asumsi yang disusun secara logis dan sistematis untuk merumuskan, menjelaskan dan meramalkan sebuah fenomena sosial-keberagamaan.
            Dari teori diatas maka munculah sebuah istilah Teori Ilmu, untuk mengetahui apa yang dapat kita ketahui dengan ruang lingkup dan objek ilmu didalamnya. Tidak hanya itu teori ilmu juga bagaimana kita mengetahuinya berkaitan dengan sumber dan metode. Dalam sederhanaya bisa dilihat gambar di bawah ini :
 







Adalah berdialog antara TEORI dan DATA untuk analisi kritikal dan kreatif

C.    Penerapan Paradigma Penelitian

Dalam penerapan paradigma penelitian kuantitatif, peneliti harus mengerti benar metode penelitian yang digunakan dan cara mengaplikasikannya. Suriasumantri dalam bukunya Ilmu dalam Perspektif Moral, Sosial dan Politik menjelaskan secara umum tentang kerangka berpikir ilmiah yang bisa menjadi sarana penerapan paradigma penelitian kuantitatif. Berikut adalah langkah langkah penelitian kuantitatif dalam penerapannya:[3]
  1. Melakukan perumusan masalah. Dalam hal ini peneliti harus membuat pertanyaan tentang objek empiris dengan batas batas yang jelas. Peneliti juga wajib mampu mengidentifikasi faktor faktor yang mempengaruhi objek penelitian.
  2. Membuat kerangka berpikir. Dalam menyusun hipotesis, peneliti harus mampu menjelaskan hubungan antara beberapa faktor yang membentuk permasalahan penelitian. Kerangka berpikir harus disusun dengan rasional yang didasarkan oleh premis ilmiah yang telah diketahui kebenarannya. Tidak lupa faktor faktor bersifat empiris yang berhubungan dengan permasalahan wajib dijadikan pertimbangan.
  3. Membuat rumusan hipotesis. Hipotesis adalah jawaban sementara atau dapat dikatakan dugaan terhadap pertanyaan yang diberikan di awal penelitian. Isi dari hipotesis ini adalah kesimpulan dari kerangka berpikir peneliti yang telah dikembangkan sebelumnya.
  4. Melakukan pengujian hipotesis. Uji hipotesis ini berupa pengumpulan data data berupa fakta yang berhubungan dengan hipotesis. Pengujian ini dilakukan untuk menunjukan apakah ada fakta yang mendukung hipotesis peneliti atau malah berbanding terbalik dengan hipotesis.
  5. Menarik kesimpulan. Pada bagian ini, peneliti akan menilai apakah hipotesis yang diajukan sebelumnya dapat ditolak atau diterima.

D.    Teori-Teori Sosiologi Untuk Penelitian Dakwah.

Di atas telah penulis paparkan, bahwa yang dimaksud denganpendekatan sosiologi dalam penelitian dakwah berarti bahwa dalammelakukan penelitian dakwah, peneliti meminjam teori-teori yangtelah mapan dalam bidang disiplin ilmu terkait (sosiologi) untukmengungkapkan dan menjelaskan mengenai suatu fenomena ataugejala tertentu dalam masyarakat dalam kaitannya dengan dakwah.
Karena teori-teori sosiologi berbasis dari ilmuwan barat yang notabene belum memiliki pemaham kaffah mengenai unsur-unsurmasyarakat islam, makadalam hal ini para peneliti dakwahdianjurkan agar bersikap kritis disamping tetap berusaha obyektifdalam menggunakan teori-teori sosiologi yang relevan. Dengansegala kelebihan dan kekurangannya teori sosiologi yang dimaksuddapat dirinci sebagai berikut
Pertama teori fungsionalisme. Teori ini berbicara mengenaimasyarakat yang dipandang sebagai suatu jaringan kerja samakelompok yang saling membutuhkan satu sama lain dalam sebuahsistem yang harmonis. Teori ini dikembangkan dari teori-teori klasikseperti Emile Durkheim, Max Weber, Talcot Parson dan Robert K.Merton. Fungsionalisme dalam pandangan Durkheim, berarti bahwakenyataan atau fakta sosial memiliki pengaruh dalam membentuk perilaku individu. Karena itu, Durkheim memandang bahwa realitasatau fakta sosial memiliki kegunaan tertentu (fungsi) dalam membentuk struktur masyarakat. Sedangkan Max Weber sebagaipeletak dasar sosiologi agama, menekankan bahwa agama memilikifungsi terkait dalam hubungannya dengan perilaku ekonomimasyarakat. Sedangkan fungsionalisme Parson, menilai perlunyaagar tiap individu bekerjasama untuk memelihara nilai-nilai yangdijadikan rujukan bersama dalam hidup bermasyarakat. Tujuannyaadalah agar tidak terjadi disintegrasi dan putusnya kerjasama (fungsi)antara satu kelompok sosial dengan lainnya. Perubahan sosial dalampandangan Parson dalam hal ini disebabkan karena nilai-nilaimasyarakat yang dijadikan pedoman bersama telah berubah pula.Senada dengan Parson, Merton juga menekankan perlunya nilai dannorma dan perubahan sosial yang terjadi akibat berubahnya keduahal tersebut. Hanya saja Merton berangkat lebih jauh, yaitu denganpendapat bahwa nilai dan norma yang tidak memiliki nilaikredibilitas dalam masyarakat bisa diusahakan untuk dirubahmelalui rekayasa sosial.
Kedua, teori pertukaran. Teori sosiologi yang satu inimengedapankan pendapat bahwa dalam hubungan masyarakat tidakterlepas dari unsur pertukaran yang saling menguntungkan antarasatu pihak dengan pihak yang lainnya, baik dalam bentuk pertukaranmateri maupun non materi. Teori ini dikembangkan oleh pemikirsosiologi di antaranya George C. Homans. Melalui pandangan teoriini, perubahan sosial dinilai sebagai ketidakpuasan pertukaran antarasatu komunitas dengan komunitas lain dalam masyarakat. Perubahantersebut akan terus berlanjut hingga titik dimana terjadikeseimbangan (equilibrium) di mana masing-masing komunitasmendapatkan kepuasan baru. Keadaan tersebut akan berulang terusmenerus dalam sebuah perkembangan masyarakat .
Ketiga, teori interaksionisme simbolik. Teori ini berbicarabahwa masyarakat berhubungan antara satu sama lain denganperantaraan simbol-simbol yang mereka ciptakan, baik dalam bentukverbal, seperti bahasa, maupun non verbal seperti kebudayaan masyarakat lainnya dibentuk atas dasar simbolyang diberikan olehkomunitas lain sebagai respon dari interaksi antar simbol. Teorilooking glass self dalam interaksionisme simbolik menjelaskan bahwasebuah masyarakat melakukan evaluasi diri atas dasar sikap dan prilaku masyarakat lain kepada mereka. Tokoh pemikir dalam teoriini adalah Peter L. Berger yang mengungkapkan bahwa masyarakatmengalami proses dialektis mendasar yang terdiri dari eksternalisasi,objektivasi dan internalisasi. Melalui teori ini, perbedaan realitaskehidupan beragama masyarakat muslim di berbagai tempat yangberbeda dapat dijelaskan .
Keempat, teori konflik. Menurut teori sosiologi ini, tiap-tiapkomunitas masyarakat memiliki kepentingan satu sama lain yanguntuk mewujudkannya mereka harus bersaing. Karena persaingantersebut, maka tidak jarang terjadi konflik antara komunitas masyarakat tersebut. Salah satu tokoh teori ini Lewis Coserberpendapat bahwa ketika terjadi konflik antar komunitas, hubungandi antara anggota komunitas cenderung integratif sekalipunsebelumnya terjadi konflik. Sebaliknya jika konflik antar komunitastidak terjadi, hubungan dalam suatu komuitas cenderung mengalamidisintegrasi. Tidak adanya rasa senasib sepenanggungan dalam suatukomunitas memicu terjadinya konflik dalam komunitas.
Kelima, teori penyadaran. Teori ini menekankan Kelima, teori penyadaran. Teori ini menekankan perlunyasikap kritis terhadap pemikiran dan konsep-konsep yang telahmenyebar dan umum dimasyarakat. Tujuannya adalah agar anggotamasyarakat menyadari unsur dan tujuan lain dalam pemikiran dankonsep tersebut yang tidak terkait bahkan merugikan masyarakatyang bersangkutan. Dalam hal penelitian dakwah, teori inibermanfaat untuk menumbuhkan sikap kritis terhadap berbagaifenomena dakwah .
Keenam, teori ketergantungan. Menurut teori ini, terdapat duajenis masyarakat dilihat dari kekuasan yang satu atas yang lain.Masyarakat yang memiliki dominasi atas kelompok yang lain disebutmasyarakat "center", sedangkan yang dikuasai disebut masyarakat"feri-feri". Komunitas masyarakat feri-feri tidak bisa menunjukaneksistensinya karena memiliki ketergantungan yang besar terhadapkomunitas center. Dalam kaitan ini, komunitas masyarakat centeradalah pihak yang menghegemoni komunitas feri-feri. Atas dasardisparitas komunitas masyarakat ini, peneliti dakwah dapat mengkritisi berbagai fenomena sosial dalam masyarakat .
Ketujuh, teori evolusi. Pendekatan dengan teori ini bermaksuduntuk mencari pola perubahan dan perkembangan yang munculdalam maasyarakat yang berbeda. Melalui pendekatan ini, penelitiberusaha mencari pola umum perubahan yang terjadi di masyarakat,persamaan dan perbedaan pengaruh dari suatu proses terhadap satumasyarakat dengan masyarakat lainnya, serta proses memudarnyasuatu bentuk intsitusional masyarakat dengan masyarakat lainnya.



BAB III

PENUTUP

A.    Kesimpulan

Penelitian ini bertujuan untuk memahami persepsi, pola interaksi dan identitas/performance, subjek penilitian berdasarkan tingkah laku dan pola pemikirannya. Paradigma penelitian tersebut merupakan fenomena sosial budaya yang bersifat multifased, karena bertujuan untuk memahami fenomena tersebut, dapat dikategorikan paradigma naturalistikyang disebut juga paradigma definisi sosial.
Paradigma Ilmu Dakwah (PID) merupakan suatu pandangan yang mendasar tentang apa yang menjadi pokok persoalan (subject matter) dari ilmu dakwah. PID melambangkan kejelasan visi ilmu dakwah. Visi ini diterjemahkan kedalam misi berupa profil kajian dan sasarannya. Misi tersebut diterjemahkan kedalam aneka pendekatan kajiannya. Sistem umum PID terdiri dari lima unsur: (1) dimensi-dimensi Islam, (2) komunikasi, 



DAFTAR PUSTAKA


http://digilib.uinsgd.ac.id/18305/9/BAB%20III%20METODOLOGI%20PENELITIAN.pdf di akses pada 15 April 2020

https://sokhiok.wordpress.com/2016/05/25/paradigma-ilmu-dakwah-dan-pengembangannya-melalui-kajian-empiris-suatu-gagasan-ijtihadiah/ di akses tanggal 20 April 2020

http://kpipurwokerto.blogspot.com/2016/01/paradigma-dan-teori-dakwah.html di akses pada tanggal 15 april 2020



[1]Http://Digilib.Uinsgd.Ac.Id/18305/9/Bab%20iii%20metodologi%20penelitian.Pdf Di Akses Pada 15 April 2020
[2]https://sokhiok.wordpress.com/2016/05/25/paradigma-ilmu-dakwah-dan-pengembangannya-melalui-kajian-empiris-suatu-gagasan-ijtihadiah/ di akses tanggal 20 April 2020
[3] http://kpipurwokerto.blogspot.com/2016/01/paradigma-dan-teori-dakwah.html di akses pada tanggal 15 april 2020

No comments:

Post a Comment