Makalah
Metodologi Penelitian Dakwah
Tentang :
Teori dan Pradigma Penelitian Dakwah
Dosen
Pengampu : Muhammad Tabri, S.Ag.
Disusun oleh
:
Gustina
Muhammad Ahyar
SEMESTER IV
Komunikasi
Penyiaran Islam (KPI)
SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM AN-NADWAH
KUALA TUNGKAL
2020
KATA PENGANTAR
Alhamdulillah puji syukur atas
kehadirat Allah SWT atas segala limpahan Rahmat dan Hidayah-Nya, sehingga kami dapat
menyelesaikan makalah ini yang berjudul “Teoari dan Pradigma Penelitian
Dakwah”. Shalawat dan salam semoga dilimpahkan
atas junjungan kita Nabi besar Muhammad SAW beserta keluarga, sahabat dan
sekalian umatnya yang bertaqwa.
Ucapan terima kasih pula kami tujukan kepada semua pihak yang telah membantu
kami dalam proses penyusunan makalah ini, baik bantuan materil maupun
nonmateril.
Kami menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari
kesempurnaan. Oleh karena itu, kritik dan
saran yang sifatnya membangun sangat kami harapkan guna penyempurnaan penyusunan makalah selanjutnya. Akhirnya
penulis berharap semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi kita semua, amin.
Kuala
Tungkal April 2020
Penulis
DAFTAR ISI
BAB I
PENDAHLUAN
A. Latar Belakang
Penelitian
Kualitatif adalah study yang meneliti kualitas hubungan, aktivitas, situasi,
atau berbagai material.Penelitian Kualitatif lebih menekankan
pada deskriptif holistik, yang menjelaskan secara detail
tentang kegiatan atau situasi apa yang sedang berlangsung dari pada membandingkan efek perlakuan tertentu, atau menjelaskan tentang
sikap atau perilaku orang. Menurut Sukmadinata (2005)
dasar penelitian kualitatif adalah konstruktivisme yang berasumsi
bahwa kenyataan itu berdimensi jamak, interaktif dan suatu pertukaran pengalaman sosial yang diinterpretasikan oleh setiap individu. Peneliti
kualitatif percaya bahwa kebenaran adalah dinamis dan dapat ditemukan hanya melalui penelaahan terhadap orang-orang melalui interaksinya
dengan situasi sosial mereka (Danim, 2002). Penelitian
kualitatif mengkaji perspektif partisipan dengan strategi- strategi yang bersifat interaktif dan fleksibel. Penelitian kualitatif
ditujukan untuk memahami fenomena-fenomena sosial dari
sudut pandang partisipan. Dengan demikian arti atau pengertian
penelitian kualitatif tersebut adalah penelitian yang digunakan untuk meneliti
pada kondisi objek alamiah dimana peneliti merupakan
instrumen kunci
B. Rumusan Masalah
1. Pengertian Pradigma?
2. Apa Teori?
3. Penerapan
Paradigma Penelitian?
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian Paradigma
Paradigma adalah pendekatan atau prspektif yang artinya cara
memandang dan menjelaskan sesuatu gejala atau peristiwa. Paradigma ini lebih
kepada pendekatan berkaitan dengan disiplin ilmu yang artinya pendekatan ini
lebih luas maknanya dibandingkan dengan metode atau cara yang dipilih dalam
memahani sesuatu.
Penelitian ini
bertujuan untuk memahami persepsi, pola interaksi dan identitas/performance,
subjek penilitian berdasarkan tingkah laku dan pola pemikirannya. Paradigma
penelitian tersebut merupakan fenomena sosial budaya yang bersifat multifased,
karena bertujuan untuk memahami fenomena tersebut, dapat dikategorikan
paradigma naturalistikyang disebut juga paradigma definisi sosial. Penelitian
ini, dalam konteks teori fenomenologi persepsi (Marleu Porty), termasuk ke
dalam teori komunikasi yang menjelaskan tentang kyai dan santri dalam kehidupan
pesantren melalui fenomena-fenomena yang terjadi, melalui fenomenologi
persepsi. Paradigma naturalistik memandang fenomena sosial yang berbeda dengan
fenomena alam. Menurut paradigma ini, dalam memandang fenomena sosial dari
perspektif (inner perspektif)berdasarkan subjek perilaku, simbol-simbo dan
fenomena-fenomena[1]
Sementara perspektif akan memiliki makna yang berbeda. Di
sadari atau tidak sejak kecil, kita sering menggunakan perspektif, baik sengaja
maupun tidak. Karena tanpa adanya perspektif kita akan melihat situasi di
hadapan yang ada akan terlihat sebagai acak-acakan dan tidak bermakna. Namun
perspektif disini lain makna dengan persepsi, lebih memandu persepsi kita.
Istilah lain dari perspektif adalah paradigma, school of thought, model,
pendekatan kerangka pemikiran dan worldeview. Singkatnya perspektif
adalah cara pandang untuk memahami kompleksitas dunia nyata.
Jadi jika di bangun sebuah kerangka akan membentuk seperti
di bawah ini:
Berbagai istilah sering digunakan oleh para ilmuwan untuk menyebut kerangka
teori ini. Diantaranya adalah: Perspektif (perspective), sudut pandang (point
of view), kerangka konsptual (conceptual framework), kerangka pemikiran (frame
of thinking), krangka analisis (analytical frame-work) aliran pemikiran (School
of thought) pendekatan (approach) dan kini populer adalah paradigma (paradigm).
Sementara itu unsur-unsur pokok sebuah paradigma ilmu sosial budaya disini
dibagi menjadi 9 yaitu: [2]
1.
Asumsi-asumsi dasar
2.
Nilai-nilai
3.
Masalah yang ingin diselesaikan
4.
Model-model
5.
Konsep-konsep
6.
Metode- metode penelitian
7.
Metode-metode analisis
8.
Hasil-hasil analisis atau teori
9.
Etnografi atau representasi
B. Teori
Teori adalah jaring untuk menangkap dunia atau cara kita
mengartikan kehidupan sosial (Karl Popper). Artinya Teori ini merupakan
seperangkat asumsi dan generalisasi yang dapat digunakan untuk menjelaskan,
memprediksikan, dan mengendalikan fenomena atau seperangkat ide, konstruk atau
variabel, definisi, dan proposisi yang memberikan gambaran suatu fenomena atau
peristiwa secara sistematik dengan cara menentukan hubungan antar-variabel.
Konsep yang dapat diterapkan secara empiris. Sedangkan teoritisasi merupakan
serangkaian proposisi, definisi dan asumsi yang disusun secara logis dan
sistematis untuk merumuskan, menjelaskan dan meramalkan sebuah fenomena
sosial-keberagamaan.
Dari teori diatas maka munculah sebuah istilah Teori Ilmu, untuk mengetahui apa
yang dapat kita ketahui dengan ruang lingkup dan objek ilmu didalamnya. Tidak
hanya itu teori ilmu juga bagaimana kita mengetahuinya berkaitan dengan sumber
dan metode. Dalam sederhanaya bisa dilihat gambar di bawah ini :
Adalah
berdialog antara TEORI dan DATA untuk analisi kritikal dan kreatif
C. Penerapan Paradigma Penelitian
Dalam penerapan paradigma penelitian kuantitatif, peneliti
harus mengerti benar metode penelitian yang digunakan dan cara
mengaplikasikannya. Suriasumantri dalam bukunya Ilmu dalam Perspektif Moral,
Sosial dan Politik menjelaskan secara umum tentang kerangka berpikir ilmiah
yang bisa menjadi sarana penerapan paradigma penelitian kuantitatif. Berikut
adalah langkah langkah penelitian kuantitatif dalam penerapannya:[3]
- Melakukan perumusan masalah. Dalam hal ini peneliti harus membuat pertanyaan tentang objek empiris dengan batas batas yang jelas. Peneliti juga wajib mampu mengidentifikasi faktor faktor yang mempengaruhi objek penelitian.
- Membuat kerangka berpikir. Dalam menyusun hipotesis, peneliti harus mampu menjelaskan hubungan antara beberapa faktor yang membentuk permasalahan penelitian. Kerangka berpikir harus disusun dengan rasional yang didasarkan oleh premis ilmiah yang telah diketahui kebenarannya. Tidak lupa faktor faktor bersifat empiris yang berhubungan dengan permasalahan wajib dijadikan pertimbangan.
- Membuat rumusan hipotesis. Hipotesis adalah jawaban sementara atau dapat dikatakan dugaan terhadap pertanyaan yang diberikan di awal penelitian. Isi dari hipotesis ini adalah kesimpulan dari kerangka berpikir peneliti yang telah dikembangkan sebelumnya.
- Melakukan pengujian hipotesis. Uji hipotesis ini berupa pengumpulan data data berupa fakta yang berhubungan dengan hipotesis. Pengujian ini dilakukan untuk menunjukan apakah ada fakta yang mendukung hipotesis peneliti atau malah berbanding terbalik dengan hipotesis.
- Menarik kesimpulan. Pada bagian ini, peneliti akan menilai apakah hipotesis yang diajukan sebelumnya dapat ditolak atau diterima.
D. Teori-Teori Sosiologi Untuk Penelitian Dakwah.
Di atas telah penulis paparkan, bahwa yang dimaksud
denganpendekatan sosiologi dalam penelitian dakwah berarti bahwa dalammelakukan
penelitian dakwah, peneliti meminjam teori-teori yangtelah mapan dalam bidang
disiplin ilmu terkait (sosiologi) untukmengungkapkan dan menjelaskan mengenai
suatu fenomena ataugejala tertentu dalam masyarakat dalam kaitannya dengan
dakwah.
Karena teori-teori sosiologi berbasis dari ilmuwan
barat yang notabene belum memiliki pemaham kaffah mengenai
unsur-unsurmasyarakat islam, makadalam hal ini para peneliti dakwahdianjurkan
agar bersikap kritis disamping tetap berusaha obyektifdalam menggunakan
teori-teori sosiologi yang relevan. Dengansegala kelebihan dan kekurangannya
teori sosiologi yang dimaksuddapat dirinci sebagai berikut
Pertama teori fungsionalisme. Teori ini berbicara
mengenaimasyarakat yang dipandang sebagai suatu jaringan kerja samakelompok
yang saling membutuhkan satu sama lain dalam sebuahsistem yang harmonis. Teori
ini dikembangkan dari teori-teori klasikseperti Emile Durkheim, Max Weber,
Talcot Parson dan Robert K.Merton. Fungsionalisme dalam pandangan Durkheim,
berarti bahwakenyataan atau fakta sosial memiliki pengaruh dalam membentuk
perilaku individu. Karena itu, Durkheim memandang bahwa realitasatau fakta
sosial memiliki kegunaan tertentu (fungsi) dalam membentuk struktur masyarakat.
Sedangkan Max Weber sebagaipeletak dasar sosiologi agama, menekankan bahwa
agama memilikifungsi terkait dalam hubungannya dengan perilaku ekonomimasyarakat.
Sedangkan fungsionalisme Parson, menilai perlunyaagar tiap individu bekerjasama
untuk memelihara nilai-nilai yangdijadikan rujukan bersama dalam hidup
bermasyarakat. Tujuannyaadalah agar tidak terjadi disintegrasi dan putusnya
kerjasama (fungsi)antara satu kelompok sosial dengan lainnya. Perubahan sosial
dalampandangan Parson dalam hal ini disebabkan karena nilai-nilaimasyarakat
yang dijadikan pedoman bersama telah berubah pula.Senada dengan Parson, Merton
juga menekankan perlunya nilai dannorma dan perubahan sosial yang terjadi
akibat berubahnya keduahal tersebut. Hanya saja Merton berangkat lebih jauh,
yaitu denganpendapat bahwa nilai dan norma yang tidak memiliki
nilaikredibilitas dalam masyarakat bisa diusahakan untuk dirubahmelalui
rekayasa sosial.
Kedua, teori pertukaran. Teori sosiologi yang satu
inimengedapankan pendapat bahwa dalam hubungan masyarakat tidakterlepas dari
unsur pertukaran yang saling menguntungkan antarasatu pihak dengan pihak yang
lainnya, baik dalam bentuk pertukaranmateri maupun non materi. Teori ini
dikembangkan oleh pemikirsosiologi di antaranya George C. Homans. Melalui
pandangan teoriini, perubahan sosial dinilai sebagai ketidakpuasan pertukaran
antarasatu komunitas dengan komunitas lain dalam masyarakat. Perubahantersebut akan
terus berlanjut hingga titik dimana terjadikeseimbangan (equilibrium) di
mana masing-masing komunitasmendapatkan kepuasan baru. Keadaan tersebut akan
berulang terusmenerus dalam sebuah perkembangan masyarakat .
Ketiga, teori interaksionisme simbolik. Teori ini
berbicarabahwa masyarakat berhubungan antara satu sama lain denganperantaraan
simbol-simbol yang mereka ciptakan, baik dalam bentukverbal, seperti bahasa,
maupun non verbal seperti kebudayaan masyarakat lainnya dibentuk atas dasar
simbolyang diberikan olehkomunitas lain sebagai respon dari interaksi antar
simbol. Teorilooking glass self dalam interaksionisme simbolik
menjelaskan bahwasebuah masyarakat melakukan evaluasi diri atas dasar sikap dan
prilaku masyarakat lain kepada mereka. Tokoh pemikir dalam teoriini adalah
Peter L. Berger yang mengungkapkan bahwa masyarakatmengalami proses dialektis
mendasar yang terdiri dari eksternalisasi,objektivasi dan internalisasi.
Melalui teori ini, perbedaan realitaskehidupan beragama masyarakat muslim di
berbagai tempat yangberbeda dapat dijelaskan .
Keempat, teori konflik. Menurut teori sosiologi ini,
tiap-tiapkomunitas masyarakat memiliki kepentingan satu sama lain yanguntuk
mewujudkannya mereka harus bersaing. Karena persaingantersebut, maka tidak
jarang terjadi konflik antara komunitas masyarakat tersebut. Salah satu tokoh
teori ini Lewis Coserberpendapat bahwa ketika terjadi konflik antar komunitas,
hubungandi antara anggota komunitas cenderung integratif sekalipunsebelumnya
terjadi konflik. Sebaliknya jika konflik antar komunitastidak terjadi, hubungan
dalam suatu komuitas cenderung mengalamidisintegrasi. Tidak adanya rasa senasib
sepenanggungan dalam suatukomunitas memicu terjadinya konflik dalam komunitas.
Kelima, teori penyadaran. Teori ini menekankan Kelima,
teori penyadaran. Teori ini menekankan perlunyasikap kritis terhadap pemikiran
dan konsep-konsep yang telahmenyebar dan umum dimasyarakat. Tujuannya adalah
agar anggotamasyarakat menyadari unsur dan tujuan lain dalam pemikiran
dankonsep tersebut yang tidak terkait bahkan merugikan masyarakatyang
bersangkutan. Dalam hal penelitian dakwah, teori inibermanfaat untuk
menumbuhkan sikap kritis terhadap berbagaifenomena dakwah .
Keenam, teori ketergantungan. Menurut teori ini,
terdapat duajenis masyarakat dilihat dari kekuasan yang satu atas yang
lain.Masyarakat yang memiliki dominasi atas kelompok yang lain
disebutmasyarakat "center", sedangkan yang dikuasai disebut
masyarakat"feri-feri". Komunitas masyarakat feri-feri tidak
bisa menunjukaneksistensinya karena memiliki ketergantungan yang besar
terhadapkomunitas center. Dalam kaitan ini, komunitas masyarakat centeradalah
pihak yang menghegemoni komunitas feri-feri. Atas dasardisparitas
komunitas masyarakat ini, peneliti dakwah dapat mengkritisi berbagai fenomena
sosial dalam masyarakat .
Ketujuh, teori evolusi. Pendekatan dengan teori ini
bermaksuduntuk mencari pola perubahan dan perkembangan yang munculdalam
maasyarakat yang berbeda. Melalui pendekatan ini, penelitiberusaha mencari pola
umum perubahan yang terjadi di masyarakat,persamaan dan perbedaan pengaruh dari
suatu proses terhadap satumasyarakat dengan masyarakat lainnya, serta proses
memudarnyasuatu bentuk intsitusional masyarakat dengan masyarakat lainnya.
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Penelitian ini bertujuan untuk memahami persepsi,
pola interaksi dan identitas/performance, subjek penilitian berdasarkan tingkah
laku dan pola pemikirannya. Paradigma penelitian tersebut merupakan fenomena sosial
budaya yang bersifat multifased, karena bertujuan untuk memahami fenomena
tersebut, dapat dikategorikan paradigma naturalistikyang disebut juga paradigma
definisi sosial.
Paradigma
Ilmu Dakwah (PID) merupakan suatu pandangan yang mendasar tentang apa yang
menjadi pokok persoalan (subject matter) dari ilmu
dakwah. PID melambangkan kejelasan visi ilmu dakwah. Visi ini diterjemahkan
kedalam misi berupa profil kajian dan sasarannya. Misi tersebut diterjemahkan
kedalam aneka pendekatan kajiannya. Sistem umum PID terdiri dari lima unsur:
(1) dimensi-dimensi Islam, (2) komunikasi,
DAFTAR PUSTAKA
http://digilib.uinsgd.ac.id/18305/9/BAB%20III%20METODOLOGI%20PENELITIAN.pdf
di akses pada 15 April 2020
https://sokhiok.wordpress.com/2016/05/25/paradigma-ilmu-dakwah-dan-pengembangannya-melalui-kajian-empiris-suatu-gagasan-ijtihadiah/
di akses tanggal 20 April 2020
http://kpipurwokerto.blogspot.com/2016/01/paradigma-dan-teori-dakwah.html
di akses pada tanggal 15 april 2020
[1]Http://Digilib.Uinsgd.Ac.Id/18305/9/Bab%20iii%20metodologi%20penelitian.Pdf
Di Akses Pada 15 April 2020
[2]https://sokhiok.wordpress.com/2016/05/25/paradigma-ilmu-dakwah-dan-pengembangannya-melalui-kajian-empiris-suatu-gagasan-ijtihadiah/
di akses tanggal 20 April 2020
[3]
http://kpipurwokerto.blogspot.com/2016/01/paradigma-dan-teori-dakwah.html di
akses pada tanggal 15 april 2020
No comments:
Post a Comment