Iklan Sponsor

Wednesday 6 May 2020

Beberapa Teori Politik Islam




“FIQIH SIYASAH”
Tentang :
Beberapa Teori Politik Islam

Dosen Pengampu : Dr. Mohd Yasin, SH,MH




 









Disusun oleh :
Kelompok 2
Indartisiah
M. Luthfi Sholihin





SEMESTER IV – A
JURUSAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM (PAI)
SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM AN-NADWAH
KUALA TUNGKAL
2020

KATA PENGANTAR


Puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan hidayah-Nya sehingga saya dapat menyelesaikan tugas makalah yang berjudul ‘’Beberapa Teori Politik Islam’’ ini tepat pada waktunya.
Adapun tujuan dari penulisan dari makalah ini adalah untuk memenuhi tugas Sejarah Pendidikan Islam Selain itu, makalah ini juga bertujuan untuk menambah wawasan kepada para pembaca dan juga bagi penulis.
Saya mengucapkan terima kasih kepada Dosen Bidang Studi Mata Kuliah yang telah memberikan tugas ini sehingga dapat menambah pengetahuan dan wawasan sesuai dengan bidang studi yang saya tekuni.
Saya juga mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah membagi sebagian pengetahuannya sehingga saya dapat menyelesaikan makalah ini.
Saya menyadari, makalah yang saya tulis ini masih jauh dari kata sempurna. Oleh karena itu, kritik dan saran yang membangun akan saya nantikan demi kesempurnaan makalah ini.
                                                                                   
Kuala Tungkal   Maret 2020


DAFTAR ISI




 


BAB I

PENDAHULUAN

A.    Latar Belakang

Salah satu pendekatan yang digunakan dalam pengkajian Islam adalah pendekatan (politik)−“Pemikiran politik Islam, atau dengan kata lain pengkajian Politik dalam Islam .Hal ini penting menjadi bahan kajian akademisi dalam studi orientasi pendidikan khususnya pendidikan Islam. Selain metodologi, tradisi historis-empirisme, dan filsafat mendapat porsi dalam melakukan pengkajian ini.
Perdebatan saat ini tentang kebangkitan umat Islam telah menyebabkan masalah-masalah yang berkaitan dengan hakikat, karakteristik, serta ruang lingkup suatu negara Islam dan system politik Islam yang khas, mendapat sorotan tajam. Banyak penerbitan mengenai masalah itu yang implikasi-implikasi ideologis dan posisi teoritisnya yang beragam. Tetapi kebanyakan hanya menyajikan peristiwa-peristiwa politik mutakhir di dunia Islam kontemporer tanpa ada upaya untuk membahas aspek-aspek teori politik yang benar-benar dapat mempengaruhi peristiwa-peristiwa tersebut. Bahkan uraian mereka tentang dunia politik masa kini tetap dangkal dan tidak bertalian dengan ketegangan-ketegangan antara perlunya kesinambungan dan tuntutan akan perubahan di dunia Islam.[1] Oleh karena itu pentingnya melirik sejarah politik−teori politik Islam sejak era kenabian Muhammad SAW sebagai starting point dalam melakukan perbandingan perpolitikan masa kini.

B.     Rumusan Masalah

1.      Bagaimana Islam dan Politik?
2.      Apa teori-teori Islam yang ini lahir?.
3.      Pemikiran Teori Politik Islam dari Era Kenabian, Sahabat Hingga Sekte-Sekte Islam?




BAB II

PEMBAHASAN

A.    Islam dan Politik

Islam dan politik adalah dua rangkaian kata yang memiliki pengertian yang berbeda, jika dikaitkan keduanya maka pengertian yang melekat dalam konteks kemoderenan adalah politik Islam. Jika merujuk pada kata dasarnya, Islam; adalah suatu agama yang dibawa oleh Nabi Muhammad SAW yang membawa kemaslahatan umat dan keselamatan dunia dan akhirat. Sedangkan politik berasal dari bahasa Latin politicus dan  bahasa Yunani politicos, artinya (sesuatu yang) berhubungan dengan warga negara atau warga kota. Kedua kata itu berasal dari kata polis maknanya kota. Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia.[2]  Tijani Abdul Qadir  Hamid mengutip Maurice Douferg dalam Pengantar Ilmu Politik, mendefinisikannya politik adalah seni memerintah dan mengatur masyarakat manusia. Kata politik berarti mengenai ketatanegaraan atau kenegaraan pemerintahan, dasar pemerintahan. Dari pengertian di atas maka dalam konteks ini dapat dipahami bahwa Islam politik−politik Islam adalah suatu alat atau strategi yang digunakan untuk mencapai tujuan inti dalam suatu pemerintahan dalam kenegaraan yang berasaskan nilai-nilai transedental dan syariat Islam.
Jika kembali pada fakta sejarah, peta politik yang telah digambarkan dan dipraktekkan Rasulullah SAW yang berlandaskan syariah Islam, sehingga pemerintahan dalam negara Madinah mencapai keadilan dan kemakmuran maka dengan demikian inilah yang dinamakan praktek politik Islam. Muhammad Dhiauddin Rais mengemukakan bahwa Sistem yang dibangun oleh Rasulullah SAW, dan kaum mukminim yang hidup bersama beliau di Madinah−jika dilihat dari segi praksis dan diukur dengan variable-variabel politik era modern−tidak disanksikan lagi dapat dikatakan bahwa system itu adalah system politik par excellence.  Dalam waktu yang sama, juga tidak menghalangi untuk dikatakan

bahwa system itu adalah system religius, jika dilihat dari tujuan-tujuannya, motif-motifnya dan fundamental maknawi tempat system itu berpijak.[3]
Islam sebagai agama yang sempurna tak hanya merangkum urusan kehidupan manusia terkait perbuatan baik dan buruk, halal dan haram, keselamatan dunia akhirat, materi dan ruhani. Namun kesempurnaanya memuat pula metode−strategi (baca:politik) yang diperlukan manusia untuk mempermudah orientasi kehidupannya, sebagaimana yang telah dicontohkan Nabi dan sahabatnya ketika masa hidupnya. Karenanya Islam dan politik merupakan suatu kesatuan yang tak terpisah dan solid, politik Islam yang telah menjadi fakta sejarah sebagai suatu strategi yang dipergunakan dalam pemerintahan Islam dan penyebaran Islam masa lalu. Kendati “teori politik” yang oleh pakar-pakar intelektual politik barat−orientalisme tidak banyak mengakui khususnya teori-teori politik Islam, namun dapat dikatakan bahwa politik Islam inilah yang banyak pula dijadikan rujukan dari abad pertengahan hingga sekarang baik kalangan muslim itu sendiri maupun intelektual politik barat. Intinya politik Islam sangat berpengaruh terhadap perpolitikan dunia.

B.     Lahirnya Sekte-Sekte dan Sebab Kemunculan Teori-Teori Islam

Dalam catatan sejarah perkembangan Islam terutama pemerintahan dari generasi ke generasi yaitu dari zaman Rasulullah SAW hingga kekhalifahan−terutama tahun-tahun terakhir kekhalifahan Utsman, dari awal kemajuan dan perkembangan dalam konsekwensi  kehidupan masyarakat nampak dikekhalifahan ini menurun langkahnya. Jika ditinjau dari sudut perpolitikannya walaupun memiliki keistimewaan dan kebijakan serta sebagai pemimpin yang tegas, namun situasi masyarakat Islam yang telah berbeda ketika masa Nabi dan khalifah sebelumnya telah membawa perubahan kepemimpinan dan perpolitikan, efek-efek yang ditimbulkan menjadi luar biasa sehingga dapat dikenal sebagai masa kritis dan transisi pada perjalanan sejarah ini. Ketidakstabilan politik dan permasalahan dalam dunia Islam yang tak dapat dihindarkan menjadikannya khalifah Utsman terseret dalam situasi pemerintahan yang serba kritis hingga persoalan-persoalan itu pun berakhir dengan tragis yaitu dengan kematian.
Kegoncangan yang dialami oleh kaum muslimin dengan situasi politik pasca kematian khalifah Utsman atas tragedi pembunuhan yang dilakukan oleh Saudan membawa perubahan yang sangat mencekam dikalangan umat Islam. Sepeninggal Utsman tiada pilihan lain untuk dijadikan khalifah penerus Utsman kecuali Ali bin Abi Thalib. Ali dibaiat oleh dewan formatur bentukan Umar yang masih ada secara aklamasi kemudian diikuti secara umum oleh umat Islam di Masjid Nabawi.[4] Fuad Muhammad Fachruddin menjelaskan, baiat pada saat itu tidak meletakkan batas tindak yang layak bagi pemberontakan hingga timbul api yang dapat memakan fitnah. Pada dasarnya keadaan ini telah menimbulkan kelompok yang masing-masing mempunyai benteng pertahanan yang besar yaitu, (1) Kelompok yang menyokong Ali ra dan, (2) Kelompok yang berpihak kepada Mua’wiyah.
Timbulnya kelompok-kelompok tersebut tidak lain adanya kepentingan politik yang semata politik seseorang untuk menjadi kepala negara. Perjalanan kekhalifahaan Ali bin Abi Thalib yang diwarnai pula dengan pergulatan dan goncangan politik hingga membawa sejarah terulang dengan kematian yang dialami pula oleh Ali bin Abi Thalib pasca perang Shiffin. Dari sejarah kekhalifahaan tersebut membawa pada kondisi dan situasi yang berbeda-beda, namun yang paling mencolok adalah timbulnya gerakan-gerakan reformis yang akan membawa pada revolusi yang disebabkan faktor ekonomi, politik dan pemikiran. Disinilah terjadi perubahan mendasar yang membentuk masyarakat dan kian berubah. Perubahan generasi lama yang berpola pemerintahan dan politik seperti yang dicontohkan Rasul, drastis tergantikan dengan pola generasi baru.
Kurangnya kualitas yang dimiliki oleh generasi belakang jika dibandingkan dengan generasi sebelumnya−masa Rasul, khalifah pertama dan kedua baik dari segi hukum pemerintahan dan substansi aqidah masyarakat, ditambah dengan negara yang dipimpin oleh khalifah belakangan kian luas dengan adanya hasil ekspansi besar-besaran telah memunculkan fanatisme dan ketamakan hingga sulitnya ditemukan pemimpin yang unggul dan menginspirasi. Dalam pandangan Muhammad Dhiauddin Rais, kepemimpinan yang unggul, mengarahkan dan menginspirasi yaitu pemimpin yang memiliki sifat-sifat dan karakteristik yang unggul, yang tidak sembarang dimiliki oleh semua orang, seperti kebijaksanaan, kecakapan, keluasan cakrawala, keluasan pandangan dan niat suci.[5]
Dari tinjauan munculnya sekte-sekte tersebut, maka dapat disimpulkan alasan dan yang mempengaruhinya yaitu, Pertama, ketidakpuasan sebagian (kelompok) umat Islam dengan cara-cara politik dan pemerintahan yang dilakukan oleh khalifah belakangan dan gubernurnya. Kedua, ragamnya bentuk propaganda yang dilancarkan oleh kelompok tertentu untuk mendapatkan dukungan politik praktis. Ketiga, keinginan yang besar untuk menunjukkan kepada ummat Islam atas klaim kebenarannya. Keempat, keinginan mewujudkan teori politik dan prinsip-prinsipnya untuk dijadikan pedoman pemerintahan dan sekaligus syariat. Kelima, sikap fanatisme dan kekuasaan oleh pemuka-pemuka Islam dan cenderung berwatak revolusi kepada pemimpin yang sah.

C.    Teori-Teori yang Muncul

Seperti yang telah dikemukakan sebelumnya terkait alasan munculnya sekte-sekte (timbulnya perpecahan) yakni mewujudkan teori politik sekali gus sebagai pedoman pemerintahan, maka ada beberapa teori yang muncul pada era kekhalifahan semasa Utsman, Ali maupun Mua’wiyah ini dapat dijadikan sebagai sebuah perkembangan pemikiran.
Muhammad Dhiauddin Rais menjelaskan beberapa teori tersebut adalah:[6] Pertama, Pemecatan Wali (Gubernur). Beberapa kelompok Islam semasa kekhalifahan Utsman bin Affan meresolusikan teori bahwa wali atau gubernur sebuah wilayah yang berfungsi sebagai wakil khalifah wajib dipecat apabila orang-orang yang diperintah  (rakyat) tidak merestui system politik dan tingkah lakunya. Teori politik ini pun berkembang hingga kepemerintah pusat (posisi khalifah Utsman), Alasan kecenderungan politik ini dikarenakan khalifah Utsman melakukan beberapa pelanggaran dalam pemerintahannya baik memberikan jabatan-jabatan penting khusus anggota keluarganya yang berasal dari Bani Umaiyah, hingga berujung pada sebuah revolusi.
Kedua, Klaim Quraisy. Pemikiran dan opini politik yang muncul pada periode ini adalah adanya penolakan terhadap klaim atau pernyataan Quraisy dalam hal keistimewaannya atas seluruh bangsa Arab dan hak mereka menduduki kekhalifahan dan pemerintahan serta menguasai sektor-sektor luas.
Ketiga, Pendapat Abdullah bin Saba’. Teori ini pada gilirannya akan memiliki gaung yang cukup besar dikemudian hari, yang mulai dirumuskan oleh Abdullah bin Saba’, diantara beberapa pendapatnya yaitu “Setiap nabi mempunyai pewaris dan Ali adalah pewaris Muhammad: maka siapa yang zalim dari orang-orang yang tidak membolehkan wasiat atau peninggalan Rasulullah?, disinilah awal mulanya teori wishayah (wasiat atau pemberian mandat), kemudian pendapatnya, “Utsman telah mengambil wasiat tersebut tanpa hak, maka bangkitlah kalian dari urusan ini dan mulailah mendiskreditkan para pemimpin wilayahmu, perlihatkanlah amar ma’ruf nahi mungkar. Hal ini diperkuat oleh Fuad Mohd. Fachruddin yang mengemukakan bahwa pendapat ini sangat mempengaruhi tekad kepercayaan “Golongan Syi’ah” dikemudian hari.
Keempat, Teori Abu Dzar dalam Masalah Harta. Abu Dzar telah menyerukan suatu teori yang memiliki signifikansi secara sosial dan politik, yang didasarkan atas ijtihad dan pemahamannya terhadap ruh agama Islam, dan untuk mengantisipasi kondisi faktual yang kini dialami oleh masyarakat Islam pascafutuhat (penaklukan). Dia telah membantah perkataan Mua’wiyah gubernur Syam yang mengatakan, “Semua harta dan milik Allah”, Abu Dzar mengatakan “seakan-akan dia ingin menguasai harta tersebut tanpa melibatkan kaum muslimin−seorang muslimin tidak pantas baginya memiliki lebih dari kebutuhan pokoknya sehari semalam atau sesuatu yang disumbangkan dijalan Allah, atau dia persiapkan untuk orang yang terhormat.

D.    Pemikiran Teori Politik Islam dari Era Kenabian, Sahabat Hingga Sekte-Sekte Islam

Dari sketsa historisitas kelahiran teori-teori politik Islam sejak era kenabian hingga mengalami evolusi pada masa sahabat−kekhalifahan para khulafa Al-Rasyidun dan melahirkan partai-partai (sekte-sekte) yang membawa kecenderungan memiliki pemikiran politik yang berbeda. Dari sepanjang sejarah itu hingga seperti yang kita kenal pada masa kini dunia Islam dengan ragam corak pemikiran kelompok-kelompok Islam yang ada dan bahkan seolah memunculkan teori politik baru adalah sebuah implikasi dari historis teori politik Islam masa lalu, hal ini tidak dapat disangksikan sebagai sebuah evolusi dari teori poltik Islam.
Evolisi pemikiran teori politik Islam tersebut, dalam analisa penulis secara umum hal ini dilatarbelakangi dan berimplikasi pada beberapa hal yaitu;
Pertama, pada era kenabian aspek penyebaran agama Islam yang dilakukan oleh Nabi SAW masih sangat labil ditengah pengaruh dan tantangan intimidasi kaum Kafir Quraisy, era kenabian merupakan tantangan awal dalam penyebaran Islam hal ini mengindikasikan bahwa Nabi telah menyusun strategi dakwah penyebaran Islam untuk menghindari tekanan yang berlebihan dari kaum Kafir Quraisy terhadap pengikut Nabi, melakukan hijrah ke kota Madinah merupakan langkah perpolitikan dalam rangka mengembang risalah penyebaran agama Islam.
Kedua, Langkah perpolitikan yang dipraktekkan oleh Nabi SAW pasca hijrahnya ke kota Madinah Al-Munawarah memberikan nuangsa demokratis bagi umat Islam dan umat agama lain. Memberikan kebebasan hidup beragama tanpa paksaaan dan intimitasi terhadap agama tertentu. Potret politik yang hadir tengah negara Islam Madinah membawa pada kondisi kehidupan beragama yang harmonis dan patuh pada pemimpin yang satu di bawah bendera sehingga memberikan inspirasi bagi pemimpin-pemimpin Islam di masa-masa selanjutnya.
Ketiga, Madinah dalam potret sejarah dengan kehadiran agama Islam menampilkan corak negara Islam pertama dengan politik Islam di dalamnya membawa pada sebuah eksperimen tunggal yang sulit terulang pada masa kini.
Keempat, teori-teori politik Islam yang ditularkan Nabi kepada para sahabat membawa inspirasi dalam mengembang amanah penyebaran Islam sebagai rahmatan lilalamin, pengembangan dan penyebaran agama Islam dengan melalui politik sangat mempengaruhi perkembangan agama Islam ke berbagai wilayah, politik Islam dengan pendekatan persaudaraan sebagai asas utama dan mendasari pemerintahan dan hubungan antar pemimpin Islam terhadap pemimpin suku atau negara lain.
Kelima, dalam masa pemerintahan para khalifah Al-Rasyidun memiliki tantangan dari beberapa kelompok masyarakat Islam yang memiliki kecenderungan kontra pemerintah, cenderung revolusioner dan memunculkan ketidakpuasan suatu golongan terhadap khalifah. Hal ini memberikan pengaruh luar biasa terhadap perkembangan perpolitikan dalam Islam, ketidakpuasan suatu komunitas Islam terhadap kelompok lain atau pemerintahnya melahirkan efek dan sekat yang berkepanjangan hingga memunculkan teori-teori politik.
Keenam, perbedaan kemampuan para pemimpin Islam dalam memimpin negara atau suatu wilayah dan ummat Islam yang tersebar luas sehingga melahirkan potensi kelompok tertentu untuk membesarkan dan mengembangkan ideology dan politiknya. Membangun dan memobilisasi kelompok dengan memiliki pandangan terhadap dunia Islam yang mempengaruhi berbagai bidang kehidupan ummat Islam pada umumnya.
Ketujuh, cita-cita pemimpin Islam melalui penyebaran agama Islam (ekspansi) ke berbagai wilayah di dunia membawa pengaruh pada kelompok tertentu untuk merumuskan teori-teori politik. Seiring dengan perkembangan Islam dan kualitas pemimpin Islam yang berbeda dari masa kemasa dengan dinamika serta tantangan dalam pemerintahan serta karakter masyarakat yang dihadapinya sangat beragam dan kian kompleks.



BAB V

PENUTUP

A.     Kesimpulan

Kesempurnaan era kenabian merupakan ciri utama yang nampak dan membawa perubahan sosial pada masyarakat Arab umumnya. Dalam pembentukan negara Islam−negara Madinah, Nabi SAW telah menerapkan politik Islami sehingga negara yang dipimpinnya mendapat pengakuan dari musuh-musuh Islam (kaum Kafir Quraisy) bahkan dunia. System pemerintahan demokratis negara Madinah merupakan sebuah eksperimen tunggal yang belum pernah berulang pada pemerintahan hingga masa kini.
Politik Islam adalah suatu alat atau strategi yang digunakan untuk mencapai tujuan inti dalam suatu pemerintahan dalam kenegaraan yang berasaskan nilai-nilai transedental dan syariah Islam. System terbentuknya kekhalifahan bermula dari penunjukan Abu Bakar menjadi khalifah pada pertemuan Saqifah. Hasil pertemuan ini sebagai salah satu sejarah penting dalam Islam sebagai kelanjutan kepemimpinan Rasulullah dalam pemerintahan Islam.
Dengan pembaiatan Mua’wiyah sebagai khalifah akibat dari kegagalan peristiwa tahkim yang merugikan pihak Ali merupakan partai politik pertama yang muncul dalam sejarah ummat Islam. Pasca kekhalifahan para khulafa Al-Rasyidin (akhir pemerintahan Ali bin Abi Thalib) memulai babak baru sejarah Islam yang berbeda-beda dengan lahirnya sekte-sekte Islam. sekte-sekte Islam yang lahir yaitu Khawarij, Syiah, Mu’tazilah, Ahlul Hadis dan Sunnah dan Murjiah. Masing-masing sekte Islam ini memiliki peta pemikiran politik yang berbeda-beda dan dipengaruhi oleh berbagai alasan yang kuat sehingga tidak heran jika perbedaan pemikiran politik mereka menjadikan umat Islam tersekat dalam tradisi perpecahan politik, teori-teori politik yang muncul sebagai evolusi kritisisme yang membawa pengaruh luar biasa dalam sepanjang sejarah Islam hingga masa sekarang ini.



DAFTAR PUSTAKA


Mumtaz Ahmad,Masalah-Masalah Teori Politik Islam, Bandung: Penerbit Mizan, 1996
Suharso dan Ana Retnoningsih, Kamus Besar Bahasa Indonesia, Edisi Lux, Semarang: Widia Karya, 2011
Muhammad Dhiauddin Rais, Teori Politik Islam, terj. Abdul Hayyie al-Kattani dkk, Jakarta: Gema Insani Press, 2001



[1] Mumtaz Ahmad,Masalah-Masalah Teori Politik Islam, (Bandung: Penerbit Mizan, 1996), hlm. 13.
[2] Suharso dan Ana Retnoningsih, Kamus Besar Bahasa Indonesia, Edisi Lux, (Semarang: Widia Karya, 2011), hlm. 386.
[3] Muhammad Dhiauddin Rais, Teori Politik Islam, terj. Abdul Hayyie al-Kattani dkk, (Jakarta: Gema Insani Press, 2001), hlm. 4.
[4] Muhammad Dhiauddin Rais, Teori Politik Islam, terj. Abdul Hayyie al-Kattani dkk, (Jakarta: Gema Insani Press, 2001), hlm. 57
[5] Muhammad Dhiauddin Rais, Teori., hlm. 22.
[6] Muhammad Dhiauddin Rais, Teori., Ibid, hlm. 26-30

No comments:

Post a Comment