Iklan Sponsor

Sunday 10 May 2020

Pendrian dan Bentuk Hukum Perbankan, Jenis Kantor Bank,dan Pengabungan Usaha Bank ”


MAKALAH
 Perbankan Syariah
Dosen Pengampu : H. Ahmad Luthfi, S.Ag.
Tentang :
Pendrian dan Bentuk Hukum Perbankan, Jenis Kantor Bank,dan Pengabungan Usaha Bank

Description: Image result for logo stai an nadwah

Disusun oleh :
Tugas Individu
Aris Suwito





SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM AN-NADWAH
KUALA TUNGKAL
2020





KATA PENGANTAR

 
Dengan memanjatkan puji syukur ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa, atas segala limpahan rahmat dan karunia-Nya kepada tim penulis sehingga dapat menyelesaikan makalah ini yang berjudul: “Pendrian dan Bentuk Hukum Perbankan, Jenis Kantor Bank,dan Pengabungan Usaha Bank
Penulis menyadari bahwa didalam pembuatan makalah ini berkat bantuan dan tuntunan Tuhan Yang Maha Esa dan tidak lepas dari bantuan berbagai pihak untuk itu dalam kesempatan ini penulis menghaturkan rasa hormat dan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada semua pihak yang membantu dalam pembuatan makalah ini.
Tim penulis menyadari bahwa dalam proses penulisan makalah ini masih jauh dari kesempurnaan baik materi maupun cara penulisannya. Namun demikian, tim penulis telah berupaya dengan segala kemampuan dan pengetahuan yang dimiliki sehingga dapat selesai dengan baik dan oleh karenanya, tim penulis dengan rendah hati dan dengan tangan terbuka menerima masukan,saran dan usul guna penyempurnaan makalah ini.
Akhirnya tim penulis berharap semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi seluruh pembaca.

Kuala Tungkal    April 2020

Penulis




DAFTAR ISI






BAB I

PENDAHULUAN

A.    Latar Belakang

Pendirian  bank  di  Indonesia  bertujuan  untuk  menunjang  pelaksanaan  pembangunan nasional dalam rangka meningkatkan pemerataan, pertumbuhan ekonomi,  dan  stabilitas  nasional  kearah  peningkatan  rakyat  banyak. Perbankan  mempunyai  fungsi  utama  sebagai  intermediasi,  yaitu  penghimpun dana  dari  masyarakat  dan menyalurkannya  secara  efektif  dan  efisien  pada sektor - sektor  riil  untuk menggerakkan  pembangunan  dan  stabilitas perekonomian  sebuah  negara.  Selain  itu  bank  juga  memberikan  fasilitas-fasilitas yang memudahkan transaksi sehingga pergerakan roda perekonomian semakin  berkembang.  Peran  bank  yang  begitu  besar  dalam  pembangunan ekonomi  nasional  menimbulkan  terjadinya  dominasi  bank  karena  seolah-olah bank  merupakan  kebutuhan  utama  dalam  memajukan  perekonomian  suatu negara.

B.     Rumusan Masalah 

1.      Bagaimana Pendirian dan Bentuk Hukum Bank?
2.      Apa jenis Kantor Bank?
3.      Bagaimana Penggabungan Usaha Bank?




BAB II

PEMBAHASAN

A.    Pendirian Dan Bentuk Hukum Perbankan

Ketentuan perizinan pendirian bank diatur dalam Pasal 16 sampai dengan Pasal 20 Undang-Undang-Undang Nomor 7, Tahun 1992 sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998[1] Selain ketentuan dibidang perbankakan, peraturan perundang-undangan lain yang sangat berkaitan dengan masalah pendirian, pembubaran, likuidasi bank, yaitu ketentuan undang-undang peseroan terbatas, undang-undang perkoprasian, undang-undang wajif daftar perusahaan, dan peraturan pelaksanaannya tetap menjadi acuan secara umum
    Dalam memberikan izin usaha sebagai Bank Umum dan Bank Perkreditan Rakyat, Bank Indonesia wajib memperhatikan hal-hal di bawah ini[2]
1.    Pemenuhan persyaratan pcndirian, meliputi:
a.       susunan organisasl dan kepengurusan;
b.      permodalan;
c.       kepemilikan;
d.      keahlian di bidang pcrbankan;
e.       kelayakan rencana kerja.
2.      Tingkat persaingan usaha yang sehat antar bank
Tingkat kejenuhan jumlah bank dalam suatu wilayah tertentu dan pemerataan pembangunan ekonomi nasional. Khusus bagi Bank Perkreditan Rakyat, untuk mendapatkan izin suatu usahanya, di samping memenuhi syarat-syarat sebagaimana dimaksud di atas, wajib pula memenuhi persyaratan tentang tempat kedudukan kantor pusat Bank Perkreditan Rakyat di kecamatan, yakni kecamatan di luar ibukota kabupaten/kota, ibukota provinsi, atau ibukota negara.



B.     Bentuk-Bentuk Hukum Bank

Bentuk hukum suatu bank di Indonesia ditentukan oleh jenis bank. Menurut UU No 10 Tahun 1998 jenis bank terdiri dari dua, yaitu Bank Umum dan Bank Perkreditan Rakyat ( BPR). Bank syariah pun terdiri dari dua jenis bank tersebut, yaitu Bank Umum Syariah dan BPR Syariah (BPRS). Ketentuan mengenai bentuk hukum bank umum diatur pada Pasal 21 Ayat (1) UU Perbankan No. 10 Th. 1998,
1.      Bentuk hukum suatu Bank Umum dapat berupa:[3]
a.       Perseroan Terbatas;
b.      Koperasi; atau
c.       Perusahaan Daerah
2.      Bentuk hukum BPR dalam UU No 10 tahun 1998 tidak terdapat perubahan sehingga tetap mengacu pada Pasal 21 Ayat (2) UU Perbankan No. 7 Th. 1992.Bentuk hukum suatu Bank Perkreditan Rakyat dapat berupa salah satu dari:
a.       Perusahaan Daerah;
b.      Koperasi;
c.       Perseroan Terbatas;
d.      Bentuk lain yang telah ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah.

3.      Bentuk hukum dari kantor perwakilan dan kantor cabang bank yang berkedudukan di luar negeri mengikuti bentuk hukum kantor pusatnya.
Hal ini sesuai dengan ketentuan Pasal 21 Ayat (3) UU Perbankan No. 7 Th. 1992. 104 Selain bentuk hukum yang ditentukan dalam UU Perbankan No. 10 Th. 1998 dan UU Perbankan No. 7 Th. 1992, bentuk hukum yang lainnya tidak diperkenankan beroperasi dalam kegiatan perbankan. Konsekuensi bentuk hokum lainnya harus menyesuaikan dengan ketentuan yang ada, misalnya bentuk hokum perusahaan negara seperti bank milik pemerintah harus berubah menyesuaikan diri menjadi perusahaan perseroan. bentuk hukum bank syariah menurut UU NO 21 Tahun 2008 tentang Bank Syariah adalah berupa Perseroan Terbatas ( PT ).
4.      Bentuk Hukum Perusahaan Daerah
Perusahaan Daerah dapat mendirikan bank yang berbentuk Bank Umum, maupun yang berbentuk Bank Perkreditan Rakyat. Pada masa berlaku UU Perbankan Th. 1967, banyak bank milik Pemerintah Daerah (Pemda) hanya didirikan dengan Peraturan Daerah atas kuasa Undangundang No. 13 Th.1962, sebagai alat kelengkapan otonomi daerah, yaitu untuk mengembangkan perekonomian daerah, sebagai salah satu sumber pendapatan daerah dan sebagai sumber kas Pemerintah Daerah.
Setelah UU Perbankan No. 10 Th. 1998 berlaku maka bentuk hokum Bank Pembangunan Daerah tersebut harus menyesuaikan diri dengan ketentuan bentuk hokum yang berlaku dalam UU Perbankan No. 10 Th. 1998. Masa transisi guna penyesuaian bentuk hukum seperti yang dikehendaki oleh UU Perbankan No. 10 Th. 1998, maka bentuk hokum yang sesuai dan tepat bagi Bank Pembangunan Daerah, adalah menjadi perusahaan daerah. Sesuai dengan tugas penyesuaian bentuk hokum tersebut maka dikeluarkan suatu landasan hukumnya, yaitu Permedagri No. 8 Tahun 1992.
Ketentuan Pasal 2 Permendagri No. 8 Tahun 1992 menyebutkan bahwa pelaksanaan penyesuaian peraturan pendirian Bank Pembangunan Daerah serta perubahan bentuk hukum bank tersebut menjadi perusahaan daerah harus ditetapkan melalui peraturan daerah setelah dengan mengacu kepada ketentuan UU No. 5 Th. 1962 tentang Perusahaan Daerah dan UU Perbankan No 7 Th. 1992. 105
5.      Bentuk Hukum Koperasi Koperasi dapat menjalan usaha perbankan baik sebagai Bank Umum, maupun bentuk Bank Perkreditan Rakyat.
Koperasi merupakan badan usaha yang memiliki status sebagai badan hukum, sesuai dengan ketentuan yang tercantum dalam Pasal 9 UU Perkoperasian Th. 1992. Koperasi sebagai badan usaha mempunyai kekhususan, yaitu dalam menjalankan kegiatan usahanya berdasarkan prinsip koperasi, sekaligus sebagai gerakan ekonomi rakyat yang berdasarkan atas kekeluargaan. Dengan demikian anggota koperasi, adalah pemilik dan sekaligus pengguna jasa koperasi.
Usaha yang dilakukan koperasi dikaitkan langsung dengan anggota untuk meningkatkan usaha, dan berperan utama di segala bidang kehidupan ekonomi, termasuk kegiatan perbankan.Dalam hal kegiatan perbankan yang berbentuk hokum koperasi inipun maka kegiatan tersebut, adalah usaha untuk mensejahterakan masyarakat. Pengelolaan atas kegiatan usaha perbankan tersebut menjadi tanggung jawab pengurus, yang dipertanggung jawabkan kepada rapat anggota luar biasa (Pasal 31 UU Perkoperasian Th. 1992).
6.      Bentuk Hukum Perseroan Terbatas
Perseroan Terbatas menurut Pasal 1 Ayat (1) UU No. 40 Th. 2007 tentang Perseroan Terbatas adalah badan hukum yang didirikan berdasarkan perjanjian, melakukan kegiatan usaha dengan modal dasar yang seluruhnya terbagai dalam saham dan memenuhi persyaratan yang ditetapkan dalam undang-undang ini serta peraturan pelaksanaan lainnya, kegiatan perseroan harus sesuai dengan maksud dan tujuannya.
Sesuai dengan UU Perbankan No. 10 Th. 1998 bentuk hokum Perseroan Terbatas ini dapat menjalankan kegiatan bank baik berupa Bank Umum maupun Bank Perkreditan Rakyat. Perseroan Terbatas yang bidang usahanya mengerahkan dana masyarakat seperti PT yang berusaha di bidang perbankan menurut UU 106 Perseroan Terbatas wajib mempunyai paling sedikit dua orang anggota direksi. Kelengkapan organisasi ( organ ) Perseroan Terbatas yang merupakan kesatuan, dan merupakan pengertian yang lengkap bagi Perseroan Terbatas, terdiri dari :
a.       Rapat Umum Pemegang Saham, yaitu organisasi perseroan yang memegang kekuasaan tertinggi dalam perseroan memegang segala wewenang yang tidak dapat diserahkan kepada direksi atau komisaris.
b.      Direksi, yaitu organisasi perseroan yang bertanggung jawab penuh atas pengurusan perseroan untuk kepentingan dan tujuan perseroan serta mewakili perseroan baik di dalam maupun di luar pengadilan sesuai dengan ketentuan anggaran dasar.

C.    Jenis Kantor Bank

Dalam satu bank terdapat jenis tingkatan. Jenis tingkatan ini ditunjukkan dari volume kegiatan, kelengkapan jasa yang ditawarkan, wewenang mengambil keputusan, serta jangkauan wilayah oprasinya.
Untuk menentukan tingkatan atau jenis-jenis kantor bank dapat dilihat dari luasnya kegiatan jasa-jasa bank yang ditawarkan dalam suatu cabang bank. Luasnya kegiatan tersebut tergantung dari kebijakan kantor pusat bank tersebut. Disamping hal tersebut, besar kecilnya kegiatan cabang bank tersebut tergantung pula dari wilayah oprasinya dan juga wewenang mengambil keputusan suatu masalah, seperti dalam hal batas pemberian kartu kredit juga dimiliki oleh masing-masing jenis tingkatan.
Jenis-jenis kantor bank yang dimaksud antara lain sebagai berikut :
Merupakan kantor dimana semua kegiatan perencanaan sampai kepada pengawasan terhadap kantor ini. Setiap bank memiliki satu kantor pusat dan kantor pusat tidak melakukan kegiatan oprasional sebagaimana kantor bank lainnya, namun mengendalikan jalannya kebijaksanaan kantor pusat terhadap cabang-cabangnya. Dapat diartikan bahwa kegiatan kantor pusat hanya melayani cabang-cabangnya saja dan tidak melayani jasa bank kepada masyarakat umum.[4]
Merupakan salah satu cabang yang memberikan jasa paling lengkap. Dengan kata lain semua kegiatan perbankan ada di kantor cabang penuh dan biasanya kantor cabang penuh membawahi kantor cabang pembantu.
Merupakan cabang yang berada dibawah kantor cabang penuh dan kegiatan jasa bank yang dilayani hanya sebagaian dari kegiatan cabang penuh. Perubahan status dari cabang pembatu ke cabang penuh dimungkinkan apabila memang cabang tersebut sudah memenuhi kriteria sebagai cabang penuh dari kantor pusat.
Merupakan kantor bank yang paling kecil dimana kegiatannya hanya meliputi teller/kasir saja. Dengan kata lain kantor kas hanya melakukan sebagaian kecil dari kegitan perbankan dan berada dibawah cabang pembantu dan cabang penuh. Bahkan sekarang ini banyak kantor kas yang dilayani dengan mobil dan sering disebut kas keliling.

D.    Penggabungan Usaha Bank

Hasil penilaian yang diumumkan pemerintah sangat menen­tukan masa depan perbankan yang bersangkutan, mengingat dunia perbankan yang mengelola bisnis kepercayaan. Masalah kepercayaan adalah masalah sensitif, oleh karena itu harus tetap dijaga dari hal-­hal yang bersifat negatif. Artinya kalau masyarakat sudah tidak per­caya lagi kepada salah satu bank, karena penilaian yang jelek terhadap kondisinya, maka dampaknya akan merugikan bank tersebut. Keper­cayaan ini disebabkan karena kegiatannya menyangkut uang masya­rakat. Bagi bank yang dinyatakan sehat justru sangat menguntungkan karena dapat menaikkan pamornya dimata para nasabahnya atau calon nasabahnya. Namun bagi bank yang tidak sehat untuk beberapa periode maka disarankan untuk melaksanakan penggabungan usaha dengan bank lainnya. Dalam praktiknya penggabungan dalam dunia perbankan tidak hanya bagi bank yang dinilai tidak sehat saja, akan tetapi bank yang sehatpun dapat pula bergabung dengan bank lainnya sesuai dengan tujuan bank tersebut. Sebagai contoh bank dapat bergabung dengan tujuan untuk menguasai pasar. Namun biasanya penggabungan antar bank yang tidak sehat lebih diutamakan.
Terdapat beberapa bentuk penggabungan yang dapat dipilih suatu bank. Pertimbangannya adalah tergantung dari kondisi bank dan keinginan pemilik bank lama. Masing-masing bentuk mempunyai keunggulan dan kerugian sendiri. Tentu saja pemilihan bentuk penggabungan ini didasarkan kepada tujuan perbankan tersebut. Jenis-jenis penggabungan yang dapat dipilih dan yang biasa dilakukan di Indonesia adalah sebagai berikut :[5]
1.      Merger
Merger adalah penggabungan dari dua bank atau lebih dengan cara tetap mempertahankan berdirinya salah sate dari bank yang ikut merger dan membubarkan bank-bank lainnya tanpa melikuidasi terlebih dulu. Penggabungan tersebut dapat dilakukan dengan cara meng­gabungkan seluruh saham bank lainnya yang ikut bergabung menjadi satu dengan bank yang dipilih untuk dijadikan bank yang akan dipertahankan. Biasanya bank hasil merger memakai salah satu nama yang dipilih secara bersama. Sebagai contoh: Bank Maras melakukan merger dengan Bank Menumbing dan disepakati memakai nama Bank Maras, maka nama Bank Me­numbing diganti menjadi bank Maras
2.      Konsolidasi
Yaitu penggabungan dari dua bank atau lebih dengan cara mendirikan bank baru dan membubarkan hank-bank yang ikut konsolidasi tersebut tanpa melikuidasi terlebih dulu. Contoh konsolidasi, misalnya Bank Maras melakukan konsolidasi dengan Bank Menumbing, maka nama kedua bank tersebut dibubarkan dan menamakan bank yang baru, misalnya Bank Mangkol.
3.      Akuisisi
Merupakan pengambil-alihan kepemilikan suatu bank yang ber­akibat beralihnya pengendalian terhadap bank. Dalam pengga­bungan dengan bentuk akuisisi biasanya nama bank yang diakui­sisi tidak berubah dan yang berubah hanyalah kepemilikannya. Contoh di atas misalnya Bank Maras diakuisisi oleh Bank Menum­bing maka nama Bank Maras tidak berubah dan yang berubah adalah kepemilikannya saja yaitu menjadi milik Bank Menumbing.
Usaha penggabungan model di atas sering disebut dengan penggabungan model horizontal. Jenis penggabungan lainnya yang sering dilakukan penggabungan secara vertikal yaitu dengan cara menggabungkan beberapa usaha mulai dari usaha yang bergerak da­lam industri hilir ke usaha yang bergerak dalam usaha industri hulu. Dengan kata lain mulai dari perusahaan penyedia bahan baku sampai dengan perusahaan yang menjual barang jadi dari bahan baku
E.     Alasan Penggabungan
Untuk memutuskan bergabung dengan perusahaan lain bukan­lah perkara yang mudah. Keputusan bergabung diambil karena suatu alasan yang sangat kuat. Jadi sebelum melakukan penggabungan badan usahanya, setiap perusahaan tentu mempunyai maksud ter­tentu yang ingin dicapainva. Demikian pula jenis penggabungan yang akan dipilih juga dilakukan dengan berbagai macam pertimbangan.
Terdapat beberapa alasan suatu bank atau suatu perusahaan untuk melakukan penggabungan baik penggabungan secara Merger, Konsolidasi maupun Akuisisi. Alasan yang biasa dipakai yaitu antara lain :
1.      Masalah Kesehatan
Apabila bank sudah dinyatakan tidak sehat oleh Bank Indonesia setelah melalui beberapa perbaikan sebelumnya, maka sebaik­nya bank tersebut melakukan penggabungan. Pilihan pengga­bungan tentunya dengan bank yang sehat. Jika bank yang diga­bungkan sama-sama dalam kondisi tidak sehat maka sebaiknya pilihan penggabungan adalah konsolidasi atau dapat pula diakui­sisi oleh bank lain yang sehat.
2.      Masalah Permodalan
Apabila modal suatu bank dirasakan kecil sehingga sulit untuk melakukan perluasan usaha, maka bank dapat bergabung dengan satu atau beberapa bank sehingga modal dimiliki menjadi be­sar. Sebagai contoh Bank Maras hanva memiliki modal 5 milyar dengan 12 buah cabang bergabung dengan Bank Mangkol yang memiliki modal 10 milyar clan memiliki 20 cabang. Gabungan kedua bank tersebut sekarang memiliki modal 15 milyar dan 32 cabang. Dengan adanya penggabungan atau usaha peleburan otomatis lebih mudah untuk mengembangkan usahanya. Yang jelas setelah melakukan penggabungan modal dan cabang dari beberapa bank yang ikut bergabung akan bertambah besar.

3.      Masalah Manajemen
Manajemen bank yang sembrawut atau kurang profesional se­hingga, perusahaan terus merugi dan sulit untuk berkembang. Jenis bank inipun sebaiknya melakukan penggabungan usaha atau peleburan usaha dengan bank yang lebih profesional yang terkenal dengan kualitas manajemennya.
4.      Teknologi dan Administrasi.
Bank yang menggunakan teknologi yang masih tradisional sa­ngat menjadi masalah. Dalam perkembangan yang sedemikian cepat diperlukan teknologi yang canggih. Untuk memperoleh teknologi yang canggih diperlukan modal yang tidak sedikit. Ja­Ian keluar yang dipilih adalah melakukan penggabungan dengan bank yang sudah memiliki teknologi yang canggih. Demikian pula bagi bank yang kurang teratur dan masih tradisional dalam hal administrasinya, sebaiknya bank melakukan penggabungan atau peleburan sehingga diharapkan administrasinya menjadi lebih baik.
5.      Ingin Menguasai Pasar.
Tujuan ingin menguasai pasar tidak diumumkan secara jelas kepada pihak luar dan biasanya hanya diketahui oleh mereka yang hendak ikut bergabung. Dengan adanya penggabungan dari beberapa bank, maka jumlah cabang dan jumlah nasabah yang dimiliki bertambah. Tujuan ini juga dilakukan untuk meng­hilangkan atau melawan pesaing yang ada.


BAB III

PENUTUP

A.    Kesimpulan

Modal disetor untuk mendirikan Bank Umum ditetapkan minimal sebesar Rp3 triliun. Bank Umum hanya dapat didirikan oleh: warga negara Indonesia dan/atau badan hukum Indonesia; atau warga negara Indonesia dan/atau badan hukum Indonesia dengan warga Negara asing dan/atau badan hukum asing secara kemitraan, dengan ketentuan maksimal sebesar 99% dari modal disetor.
Persyaratan modal disetor untuk mendirikan BUS minimal sebesar Rp l triliun. Berdasarkan Peraturan Bank Indonesia Nomor 11/3/20009 tentang Bank Umum Syariah hanya dapat didirikan dan/atau dimiliki oleh: WNI / badan hukum Indonesia; WNI / badan hukum Indonesia dengan WNA / badan hukum asing secara kemitraan; Pemerintah daerah.
Unit Usaha Syari’ah (UUS) adalah unit kerja Bank Umum Konvensional yang berfungsi sebagai kantor induk dari kantor yang melaksanakan kegiatan usaha berdasarkan Prinsip Syariah, atau unit kerja di kantor cabang dari suatu bank yang berkedudukan di luar negeri yang berfungsi sebagai kantor induk dari kantor cabang pembantu syariah dan/atau unit usaha syariah. Pembukaan UUS hanya dapat dilakukan dengan izin Bank Indonesia, yang dilakukan dalam bentuk izin untuk melakukan kegiatan usaha berdasarkan Prinsip Syariah. Persyaratan modal kerja UUS ditetapkan, bahwa BUK wajib menyisihkan modal kerja paling kurang sebesar Rpl00 miliar dalam bentuk tunai.



DAFTAR PUSTAKA


Djoni S. Ghozali, Rachmadi Usman, Hukum Perbankan, Sinar Grafika, Jakarta, 2012,
Muhamad Djumhana, Hukum Perbankan di Indonesia, Citra Aditya Bakti, Bandung, 2012,
http://jumridahusni.blogspot.com/2014/10/bentuk-bentuk-hukum-bank.html akses 30 April 2020
http://bedahakuntansi.blogspot.com/2017/10/jenis-kantor-bank.html akses 30 April 2020
https://h3r1y4d1.wordpress.com/2011/06/02/penggabungan-usaha-bank/ akses pada tanggal 30 April 2020



[1] Djoni S. Ghozali, Rachmadi Usman, Hukum Perbankan, Sinar Grafika, Jakarta, 2012, hlm.173.
[2] Muhamad Djumhana, Hukum Perbankan di Indonesia, Citra Aditya Bakti, Bandung, 2012, hlm. 186
[3] http://jumridahusni.blogspot.com/2014/10/bentuk-bentuk-hukum-bank.html akses 30 April 2020
[4] http://bedahakuntansi.blogspot.com/2017/10/jenis-kantor-bank.html akses 30 April 2020
[5] https://h3r1y4d1.wordpress.com/2011/06/02/penggabungan-usaha-bank/ akses pada tanggal 30 April 2020

No comments:

Post a Comment