Iklan Sponsor

Wednesday 13 May 2020

Prosedur Pendirian, Moda, Badan Hukum dan Tahapan Pendirian BMT) Kendala dan Strategi Pengembangan BMT”





MAKALAH
Diajukan untuk memenuhi salah satu tugas mata kuliah
“Lembaga Perekonomian Syariah”
Dosen Pengampu : Azizah Rahmawati, S.HI. ME
Tentang: “Prosedur Pendirian, Moda, Badan Hukum dan Tahapan Pendirian BMT) Kendala dan Strategi Pengembangan BMT


Disusun oleh :
Kelompok 10

NADIA
Semester : IV/ESY/D







SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM AN-NADWAH
KUALA TUNGKAL
     TAHUN 2020

KATA PENGANTAR


Assalamualaikum wr. wb
            Puji dan syukur kami ucapkan kepada Tuhan Yang Maha Kuasa, karena berkat rahmat dan karunia-Nya kami dapat menyelesaikan tugas makalah ini. Saya juga bersyukur atas berkat rezeki dan kesehatan yang diberikan kepada kami sehingga kami dapat mengumpulkan bahan – bahan materi makalah ini dari internet dan perpustakaan. Kami telah berusaha semampu saya untuk mengumpulkan berbagaimacam bahan tentang “Prosedur Pendirian, Moda, Badan Hukum dan Tahapan Pendirian BMT) Kendala dan Strategi Pengembangan BMT
            Kami sadar bahwa makalah yang kami buat ini masih jauh dari sempurna, karena itu kami mengharapkan saran dan kritik yang membangun untuk menyempurnakan makalah ini menjadi lebih baik lagi. Oleh karena itu kami mohon bantuan dari para pembaca.
            Demikianlah makalah ini kami buat, apabila ada kesalahan dalam penulisan, kami mohon maaf yang sebesarnya dan sebelumnya kami mengucapkan terima kasih.
Wassalam

Kuala tungkal,  April 2020




Penyusun


BAB I

PENDAHULUAN

A.    Latar Belakang

Dikaitkan dengan konsep Mubyarto diatas, yang diistilahkan dengan ekonomi kerakyatan sangat tepat untuk menyongsong era globalisasi. Umat Islam sebagai komponen terbesar bangsa Indonesia mau tidak mau harus berkiprah dalam kancah pemberdayaan dan peningkatan ekonomi kerakyatan, terutama kalangan ekonomi lemah.Oleh karena itu kehadiran BMT ditengah-tengah masyarakat ekonomi lemah, pada dasarnya merupakan jawaban atas belum terjamahnya dan terjangkaunya lapisan ekonomi lemah oleh lembaga lembaga keuangan perbankan umum. Pertanyaan itu didasarkan pada daerah operasi BMT yang memfokuskan target pasarnya pada bisnis skala kecil yang kurang terjangkau oleh perbankan pada umumnya.
Berbagai fenomena yang terjadi dari dampak krisis ekonomi, atau lemahnya taraf  hidup “wong cilik” yang jauh dari pemenuhan kebutuhan yang layak,mendorong munculnya sebuah lembaga keuangan syariah alternatif.Yakni sebuah lembaga yang tidak saja berorientasi bisnis tetapi juga sosial. Lembaga ini tidak melakukan pemusatan kekayaan pada sebagaian kecil pemilik modal (pendiri) dengan penghisapan pada mayoritas orang, akantetapi lembaga yang kekayaannya terdistribusi secara merata dan adil. Lembaga ini terlahir dari kesadaran umat yang ditakdirkan untuk menolong kaum mayoritas, yakni pengusaha kecil/mikro.Selain itu, lembaga ini juga tidak terjebak pada permainan bisnis untuk keuntungan pribadi, tetapi membangun kebersamaan untuk mencapai kemakmuran bersama.Tidak terjebak pada pikiran pragmatis tetapi memiliki konsep idealis yang istiqomah. Lembaga tersebut adalah Baitul Maal Wa Tamwil (BMT).

B.     Rumusan Masalah

1.      Bagaiamana Prosedur Pendirian MBT?
2.      Bagaimana Modal dan Badan Hukum BMT?
3.      Apa Strategi BMT?

BAB II

PEMBAHASAN

A.    Prosedur Pendirian

Sebelum masuk pada langkah-langkah pendiri BMT, ada beberapa hal yang perlu untuk diperhatikan yaitu mengenai lokasi atau tempat usaha BMT. Sebaiknya berlokasi ditempat kegiatan-kegiatan ekonomi para anggotanya berlangsung, baik anggota penyimpan dana maupun pengembang usaha atau pengguna dana. selain itu, BMT dalam operasionalnya bisa menggunakan masjid atau secretariat pesantren sebagai basis kegiatan.
Untuk mendirikan BMT terdapat beberapa tahapan yang harus dilalui :
1.      Perlu ada pemrakarsa, motivator yang telah mengetahui BMT. pemrakarsa mencoba meluaskan jaringan para sahabat dengan menjelaskan tentang BMT dan peranannya dalam mengangkat harkat dan martabat rakyat. jika dukungan cukup ada, maka perlu berkonsultasi dengan tokoh-tokoh masyarakat setempat yang berpengaruh, baik yang formal maupun yang informal.
2.      Diantara oemrakarsa membentuk panitia penyiapan pendirian BMT dilokasi jamaah masjid, pesantren, desa miskin, kelurahan, kecamatan atau yang lainnya. Jika dalam satu kecamatan terdapat beberapa P3B, maka P3B kecamatan menjadi coordinator P3B yang ada.
3.      P3B mencari modal awal atau modal perangsang sebesar Rp. 10.000.000,- sampai dengan Rp. 30.000.000,- agar BMT memula operasi dengan syarat modal itu. modal awal ini dapat berasal dari perorangan, lembaga, yayasan, BAZIS, pemda dan sumber lainnya.
4.      P3B bisa juga mencari modal-modal pendiri (Simpanan pokok Khusus/ SPK semacam saham) dari sekitar 20-40 orang dikawasan tersebut untuk mendapatkan dana urunan. untuk kawasan perkotaan mencapai jumlah Rp. 20 sampai Rp. 35 Juta. sedangkan untuk kawasan pedesaan SPK antara 10-20 juta. masing-masing para pendiri perlu membuat komitmen tentang peranan masing-masing.

5.      jika calon pemodal-pemodal pendiri telah ada, maka dipilih pengurus yang ramping (3 orang maksimal 5 orang) yang akan mewakili pendiri dalam mengarahkan kebijakan BMT. pengurus mewakili para pemilik modal BMT.
6.      P3B atau pengurus jika telah ada mencari dan memilih calon pengelola BMT.
7.      Mempersiapkan legalitas hukum untuk usaha sebagai ;KSM atau LKM dengan mengirim surat ke PINBUK Koperasi simpan pinjam (KSP) syari’ah atau Koperasi serba Usaha (KSU) unit syari’ah dengan menghubungi kepala kantor atau dinas atau badan koperasi dan pembinaan pengusaha kecil di ibu kota kabupaten atau kota.
8.      Melatih calon pengelola sebaiknya juga diikuti oleh satu orang pengurus dengan menghubungi kantor PINBUK terdekat.
9.      Melaksanakan persiapan-persiapan sarana kantor dan  berkas administrasi yang diperlukan
10.  melaksanakan bisnis operasi BMT.[1]

B.    Modal Pendirian BMT

BMT didirikan dengan modal awal sebesar Rp 20.000.000,- atau lebih. Namun demikian, jika terdapat kesulitan dalam mengumpulkan modal awal, dapat dimulai dengan modal Rp 10.000.000,- bahkan Rp 5.000.000,-. Modal awal ini berasal dari satu atau beberapa tokoh masyarakat setempat, yayasan, kas masjid atau BAZIS setempat. Namun sejak awal anggota pendiri BMT harus terdiri antara 20 sampai 44 orang. Jumlah batasan 20 sampai 44 anggota pendiri, ini diperlukan agar BMT menjadi milik masyarakat setempat.

C.    Badan Hukum BMT

BMT dapat didirikan dalam bentuk kelompok swadaya masyarakat atau koperasi.
a.       KSM adalah kelompok swadaya masyarakat dengan mendapat surat keterangan operasional dan PINBUK (Pusat Inkubasi Bisnis Usaha Kecil).
b.      Koperasi Serba Usaha atau Koperasi Syariah.
c.       Koperasi Simpan Pinjam Syariah (KSP-S).

D.    Strategi Pengembangan BMT

Ada beberapa strategi yang dapat digunakan dalam menghadapi problematika ekonomi yang ada di BMT saat ini, diantaranya:
1.      Optimalisasi SDM yang ada di BMT
2.      Strategi pemasaran yang lebih meluas
3.      Inovasi produk sesuai dengan kebutuhan masayarakat
4.      Fungsi partner BMT perlu digalakkan, bukannya menjadi lawan
5.        Evaluasi bersama BMT[2]

E.     Prinsip-prinsip dalam BMT

Dalam kegiatan operasionalnya, BMT menggunakan prinsip bagi hasil, sistem balas jasa, sistem profit, akad bersyarikat, dan produk pembiayaan. Masing-masing akan diuraikan sebagai berikut:
1.        Prinsip Bagi Hasil
Prinsip ini maksudnya, ada pembagian hasil dari pemberi pinjaman dengan BMT, yakni dengan konsep Al-Mudharabah, Al-Musyarakah, Al-Muzara’ah, dan Al-Musaqah.
2.       Sistem Balas Jasa
Sistem ini merupakan suatu tata cara jual beli yang dalam pelaksanaannya BMT mengangkat nasabah sebagai agen yang diberi kuasa melakukan pembeli barang atas nama BMT, dan kemudian bertindak sebagai penjual, dengan menjual barang yang telah dibelinya dengan ditambah markup. Sistem balas jasa yang dipakai antara lain berprinsip pada Ba’Al-Murabahah, Ba’As-Salam, Ba’Al-Istishna, dan Ba’bitstaman Ajil.
3.       Sistem profit
Sistem yang sering disebut sebagai pembiayaan kebajikan ini merupakan pelayanan yang bersifat sosial dan nonkomersial. Nasabah cukup mengembalikan pokok pinjamannya saja.


4.       Akad Bersyarikat
Akad bersyarikat adalah kerjasama antara dua pihak atau lebih dan masing-masing pihak mengikutsertakan modal (dalam berbagai bentuk) dengan perjanjian asing pembagian keuntungan/kerugian yang disepakati. Konsep yang digunakan yaitu Al-musyarakah dan Al-Mudharabah.
5.       Produk Pembiayaan
Penyediaan uang dan tagihan berdasarkan persetujuan atau kesepakatan pinjam meminjam diantara BMT dengan pihak lain yang mewajibkan pihak peminjam untuk melunasi hutangnya beserta bagi hasil setelah jangka waktu tertentu. Pembiayaan tersebut yakni: Pembiayaan al-Murabahah (MBA), Pembiayaan al-Bai’ Bitsaman Aji (BBA), pembiayaan al-Mudharabah (MDA), dan pembiayaan al-Musyarakah (MSA).[3]

















BAB III

PENUTUP

A.    Kesimpulan

BMT berperan sebagai organisasi ekonomi yang mampu  berperan mengentaskan kemiskinan karena :
1.      BMT dikelola secara professional sebagai organisasi ekonomi
2.      pengeola dan pengurusnya dilatih dan dikembangkan secara sistematis
3.      perkembangannya dipantau dan diarahkan secara jelas dan terencana
4.      BMT ikut serta dalam jaringan nasional dan internasional sehingga terlibat dalam arus utama pembangunan
5.      BMT memberikan pembiayaan dan membina uaha kecil dan kecil ke bawah bahkan pengusaha pemula agar mampu mengatasi masalah ekonomi yang mereka hadapi
6.      BMT membina anggotanaya secara sistematis dan terencana agar mampu memanfaatkan pengahsilan menuju peningkatan kesejahteraan
7.      BMT berada dan dimiliki oleh masyarakat sehingga bisa berkesinambungan dan mandiri.















DAFTAR PUSTAKA


Buchari Alma dan Doni Juni Priansa. 2009. Manajemen Bisnis Syariah. Bandung:Alfabeta.
Soemitra, Andri. 2014. Bank dan Lembaga Keuangan Syari’ah. Jakarta: Kencana Prenadamedia Group.
Supadie, Didiek Ahmad. 2013. Sistem Lembaga Keuangan Ekonomi Syariah Dalam Pemberdayaan Ekonomi Rakyat. Semarang: Pustaka Rizki Putra.













[1] Andri Soemitra, 2014, Bank dan Lembaga Keuangan Syari’ah, Kencana Prenadamedia Group, Jakarta, hlm., 451-46.
[2] Didiek Ahmad Supadie, 2013Sistem Lembaga Keuangan Ekonomi Syariah Dalam Pemberdayaan Ekonomi Rakyat , Pustaka Rizki Putra, Semarang:, hlm., 25-26.
[3] Buchari Alma dan Doni Juni Priansa, 2009, Manajemen Bisnis Syariah, Alfabeta:Bandung, hlm. 19-23

No comments:

Post a Comment