MAKALAH
“Hadist Tarbawai II”
Dosen Pengampu : Sahroni d, S.Pd.I., M.Pd.I
Tentang :
“Hadist Rasulullah Tentang Amar
Ma’ruf Nahi Mungkar”
Disusun oleh :
Kelompok : 05
Fitriyani
17.11.2196
Hadijah
17.11.2198
Hamisah
17.11.2200
Semester : VI/PAI
SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM AN-NADWAH
KUALA TUNGKAL
2020
KATA PENGANTAR
Dengan memanjatkan puji syukur ke hadirat Tuhan Yang Maha
Esa, atas segala limpahan rahmat dan karunia-Nya kepada tim penulis sehingga
dapat menyelesaikan makalah ini yang berjudul: “Hadis Rasulullah Tentang Amar
Ma’ruf nahi Mungkar”
Penulis menyadari bahwa didalam pembuatan makalah ini berkat
bantuan dan tuntunan Tuhan Yang Maha Esa dan tidak lepas dari bantuan berbagai
pihak untuk itu dalam kesempatan ini penulis menghaturkan rasa hormat dan
terima kasih yang sebesar-besarnya kepada semua pihak yang membantu dalam
pembuatan makalah ini.
Tim penulis menyadari bahwa dalam proses penulisan makalah
ini masih jauh dari kesempurnaan baik materi maupun cara penulisannya. Namun
demikian, tim penulis telah berupaya dengan segala kemampuan dan pengetahuan
yang dimiliki sehingga dapat selesai dengan baik dan oleh karenanya, tim
penulis dengan rendah hati dan dengan tangan terbuka menerima masukan,saran dan
usul guna penyempurnaan makalah ini.
Akhirnya tim penulis berharap semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi
seluruh pembaca.
Kuala
Tungkal April 2020
Penulis
DAFTAR ISI
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Agama Islam adalah agama yang sangat memperhatikan penegakan Amar Ma’ruf dan
Nahi Munkar. Amar Ma’ruf Nahi Munkar merupakan pilar dasar dari pilar-pilar
akhlak yang mulia lagi agung. Kewajiban menegakkan kedua hal itu adalah
merupakan hal yang sangat penting dan tidak bisa ditawar bagi siapa saja yang
mempunyai kekuatan dan kemampuan melakukannya. Sesungguhnya diantara
peran-peran terpenting dan sebaik-baiknya amalan yang mendekatkan diri kepada
Allah Ta’ala, adalah saling menasehati, mengarahkan kepada kebaikan,
nasehat-menasehati dalam kebenaran dan kesabaran. At-Tahdzir (memberikan
peringatan) terhadap yang bertentangan dengan hal tersebut, dan segala yang
dapat menimbulkan kemurkaan Allah Azza wa Jalla, serta yang menjauhkan dari
rahmat-Nya.Perkara al-amru bil ma’ruf wan nahyu ‘anil munkar (menyuruh berbuat
yang ma’ruf dan melarang kemungkaran) menempati kedudukan yang agung.
Mengajak kepada
kebaikan dan mencegah kemungkaran merupakan ciri utama masyarakat orang-orang
yang berimanو
setiap kali Al
Qur'an memaparkan ayat yang berisi sifat-sifat orang-orang beriman yang benar,
dan menjelaskan risalahnya dalam kehidupan ini, kecuali ada perintah yang
jelas, atau anjuran dan dorongan bagi orang-orang beriman untuk mengajak kepada
kebaikan dan mencegah kemungkaran, maka tidak heran jika masyarakat muslim
menjadi masyarakat yang mengajak kepada kebaikan dan mencegah kemungkaran;
karena kebaikan negara dan rakyat tidak sempurna kecuali dengannya.
B. Rumusan Masalah
Adapun masalah-masalah yang akan kami bahas dalam makalah
ini adalah :
1. Apa dan
bagaimana pengertian Amar Ma’ruf Nahi Munkar?
2. Apa Hadist Amar Ma’ruf
Nahi Munkar?
3. Bagaimana Keutamaan pada Amar Ma’ruf
Nahi Munkar?
4.
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian Amar Ma’ruf Nahi Munkar
Secara Etimologis Pada hakikatnya Amar maruf nahi Munkar
terdapat empat penggalan kata yang apabila dipisahkan satu sama lain mengandung
pengertian sebagai berikut: امر: amar, معرفmaruf, هي: nahi, dan منكر: Munkar.
Manakala keempat kata tersebut digabungkan, akan menjadi:
امرباالمنكرعنوالنهيمعروفyang artinya menyuruh yang baik dan melarang yang buruk[1]
Selanjutnya ma’ruf kata ini berasal dari kata: عرف–يعرفناعرفا-معرفة- dengan
arti(mengetahui) bila berubah menjadi isim, maka kata ma’ruf secaraharfiah
berarti terkenal yaitu apa yang dianggap sebagai terkenal dan oleh karena itu
juga diakui dalam konteks kehidupan sosialumum,tertarik kepada pengertian yang
dipegang oleh agama islam, maka pengertian maruf ialah, semua kebaikan yang
dikenal oleh jiwa manusia dan membuat hatinya tentram,
sedangkan munkar adalah lawan dari ma’ruf yaitu durhaka,
perbuatan munkar adalah perbuatan yang menyuruh kepada kedurhakaan. Nahi
menurut bahasa larangan, menurut istilah yaitu suatu lafadz yang digunakan
untukmeninggalkan suatu perbuatan, sedangkan menurut ushul fiqihadalah, lafadz
yang menyuruh kita untuk meninggalkan suatu pekerjaan yang diperintahkan oleh
orang yang lebih tinggi dari kita.
manusia dan membuat hatinya tentram, sedangkan munkar adalah
lawan dari ma’ruf yaitu durhaka, perbuatan munkar adalah perbuatanyang menyuruh
kepada kedurhakaan.[2]Nahi
menurut bahasa larangan, menurut istilah yaitu suatu lafadz yang digunakan
untukmeninggalkan suatu perbuatan, sedangkan menurut ushul fiqih adalah, lafadz
yang menyuruh kita untuk meninggalkan suatupekerjaan yang diperintahkan oleh
orang yang lebih tinggi dari kita.
Jadi bisa disimpulkan bahwa Allah berupa iman dan amal
salih.
“Amar”adalah
suatu tuntutan perbuatan dari pihak yang lebih tinggi
kedudukannya
kepada yang lebih rendah kedudukannya. Selanjutnyakata “ma’ruf” mempunyai arti
“mengetahui” bila berubah menjadi isim kata ma’ruf maka secara harfiah berarti
terkenal yaitu apa yang dianggap sebagai terkenal dan oleh karena itu juga
diakui dalam konteks kehidupan sosial namun ditarik dalam pengertian yang
dipegang oleh agama islam.
Sedangkan Nahi menurut bahasa adalahlarangan, menurut
istilah adalah suatu lafad yang digunakan untuk meninggalkan suatu perbuatan.
Sedangkan menurut ushul fiqh adalah lafad yang menyuru kita untuk meninggalkan
suatu pekerjaan yang diperintahkan oleh orang yang lebih tinggi dari kita.[3]
Secara Terminologis Salman al-Audah mengemukakan bahwa Amar
Ma’ruf Nahi Munkar adalah segala sesuatu yang diketahui oleh hati dan jiwa
tentran kepadannya, segala sesuatu yang di cintai oleh Allah SWT.Sedangkan nahi
munkar adalah yang dibenci oleh jiwa, tidak disukai dan dikenalnya serta
sesuatu yang dikenal keburukannya secara syar’i dan akal.
Sedangkan imam besar Ibn Taimiyah menjelaskan bahwa amar
ma’ruf nahi munkaradalah merupakan tuntunan yang diturunkan Allah dalam
kitab-kitabnya, disampaikan Rasul-rasulnya, dan merupakan bagian dari syariat
islam. Adapun pengertian nahi munkarmenurut Ibnu Taimiyyah adalah mengharamkan
segala bentuk kekejian, sedangkan amar ma’rufberarti menghalalkan semua yang
baik, karena itu yang mengharamkan yang baik termasuk larangan Allah.[4]
B. Hadis Tentang Amar Ma’ruf Nahi Munkar
Mengenai amar ma’ruf nahi munkar, ada
sebuah hadis yang telah masyhur ditelinga kita, yakni hadis yang diriwayatkan
oleh Abi Sa’id Radiyallahu ‘anhu;
حَديْثُ أَبِيْ سَعِيْدٍ رَضِيَ الله عَنْهُ قَالَ: سَمِعْتُ
رسول الله صلى الله عليه وسلّم يَقُوْلُ مَنْ رَأَى مِنْكُمْ مُنْكَرًا
فَلْيُغَيِّرْهُ بِيَدِهِ فَاِنْ لَمْ يَسْتَطِعْ فَبِلِسَانِهِ فَاِنْ لَمْ
يَسْتَطِعْ فَبِقَلْبِهِ وَذَلِكَ أَضْعَفُ الْاِيْمَانِ (متفق عليه)
Artinya: Diriwayatkan dari Abi Sa’id Radhiyallahu
‘anhu Aku Telah mendengar Rasulullah SAW bersabda: “Barangsiapa di antara kamu
melihat kemungkaran, hendaklah ia mencegah kemungkaran itu dengan tangan atau
kekuasaannya, jika tidak mampu, hendaklah ia mencegah dengan lisannya, kemudian
jika tidak mampu meka hendaklah ia mencegah dengan hatinya. Yang demikian
adalah selemah-lemah iman.[5]
1. Mufradat Hadis
سَمِعْتُ : Aku telah
mendengar
|
مَنْ:
siapapun
|
يَقُوْلُ : (Nabi)
bersbda
|
رَأَى : melihat
|
مِنْكُمْ : di antara
kamu
|
مُنْكَرً : kejahatan
|
فَلْيُغَيِّرْهُ
:maka hendaklah mengubahnya
|
بِيَدِهِ : dengan
tangnnya
|
لَمْ يَسْتَطِعْ
: tidak mampu
|
بِلِسَانِهِ : maka
dengan lidahnya
|
بِقَلْبِه : dengan
hatinya
|
وَذَلِكَ : yang
demikian itu
|
أَضْعَفُ : paling
lemah
|
الْاِيْمَانِ : Iman
|
2. Penjelasan Hadis
Ada beberapa definisi menurut para
ulama mengenai konsep amar ma’ruf
nahi munkar, salah satunya adalah pendapat Abu al-A’la al-Maududi yang mengatakan bahwa amar ma’ruf
berarti segala perintah Allah untuk menegakkan segala kebaikan atau sifat-sifat
baik yang berlaku sepanjang zaman dan telah diterima sebagai sesuatu yang
positif oleh hati nurani umat manusia .[6]
Apabila
diperhatikan, hadis di atas menerangkan bahwa kemungkaran itu jangan didiamkan
saja merajalela. Bila kuasa harus diperingatkan dengan perbuatan agar terhenti
kemungkaran tadi seketika itu juga. Bila tidak sanggup, maka dengan Iisan
(dengan nasihat peringatan atau perkataan yang sopan-santun), sekalipun
ini agak lambat berubahannya. Tetapi kalau masih juga tidak sanggup, maka
cukuplah bahwa hati kita tidak ikut-ikut menyetujui adanya kemungkaran itu.
Hanya saja yang terakhir ini adalah suatu tanda bahawa iman kita sangat lemah
sekali. Kerana dengan hati itu hanya bermanfaat untuk diri kita sendiri, sedang
dengan perbuatan atau nasihat itu dapat bermanfaat untuk kita dan masyarakat
umum, hingga kemungkaran itu tidak terus menjadi-jadi.
Mengenai amar ma’ruf nahi munkar ini,
penulis telah sedikit menyinggung pada latar belakang masalah, di mana konep
amar ma’ruf nahi mungkar ini menduduki posisi yang sangat tinggi dalam ajaran
agama Islam. Allah Swt Berfirman dalam surah al-Imran ayat 110.
كُنتُمْ خَيْرَ أُمَّةٍ أُخْرِجَتْ لِلنَّاسِ تَأْمُرُونَ
بِالْمَعْرُوفِ وَتَنْهَوْنَ عَنِ الْمُنكَرِ وَتُؤْمِنُونَ بِاللّهِ
Artinya: Kamu adalah umat yang terbaik yang dilahirkan
untuk manusia, menyuruh kepada yang ma`ruf, dan mencegah dari yang munkar, dan
beriman kepada Allah. (QS.3:110)
Selain hadis yang diriwayatkan oleh Abi
Sa’id ada pula beberapa hadis yang menyangkut amar ma’ruf nahi munkar,
salah satunya adalah hadis Nabi Muhammad Saw dari Nu'man bin Basyir yang
artinya
"Perumpamaan orang yang berdiri
tegak untuk menentang orang-orang yang melanggar pada had-had Allah (yakni apa-apa yang dilarang olehNya) dan
orang yang menjerumuskan diri di dalam had-had Allah (yakni senantiasa
melanggar larangan-laranganNya) adalah sebagai perumpamaan sesuatu kaum yang
bersekutu (yakni bersama-sama) ada dalam sebuah kapal, maka yang sebahagian
dari mereka itu ada di bahagian atas kapal, sedang sebagian lainnya ada di bagian
bawah kapal. Orang-orang yang berada di bagian bawah kapal itu apabila hendak
mengambil air, tentu saja melalui orang-orang yang ada di atasnya (maksudnya
naik ke atas) dan karena hal itu dianggap sulit, maka mereka berkata:
"Bagaimanakah andaikata kita membuat lubang saja di bagian bawah kita ini,
suatu lubang itu tentunya tidak mengganggu orang yang ada di atas kita."
Maka jika orang yang di bagian atas itu membiarkan saja orang yang ada bagian
bawah menurut kehendaknya, tentulah seluruh isi kapal akan binasa. Tetapi
jikalau orang yang di bagian atas itu mengambil tangan orang yang bahagian
bawah melarang mereka dengan kekerasa) tentulah mereka selamat dan selamat
pulalah seluruh penumpang kapal itu”. (Riwayat Bukhari)[7]
Dari hadis yang mulia di atas dapat
kita ambil pelajaran bahwa apabila kita melihat sebuah kejahatan yang
sebenarnya kita mampu untuk menolak kejahan tersebut, namun kita tidak
melakukannya maka kita akan ikut binasa
bersama orang yang melakukan kejahatan tersebut. Itu berarti perbuatan mencegah
suatu kejahatan itu sangatlah penting dalam Islam. Bahkan apabila konsep amar
ma’ruf ini kita hubungkan dengan firman Allah surah al-Imran ayai 104
jelaslah bahwa hukum melakukan amar ma’ruf adalah wajib. Allah Swt
berfirman;
وَلْتَكُنْ مِنْكُمْ أُمَّةٌ يَدْعُونَ إِلَى الْخَيْرِ
وَيَأْمُرُونَ بِالْمَعْرُوفِ وَيَنْهَوْنَ عَنِ الْمُنْكَرِ وَأُولَئِكَ هُمُ
الْمُفْلِحُونَ (العمران : 104)
Artinya: Dan hendaklah ada di antara kamu
segolongan umat yang menyeru kepada kebajikan, menyuruh kepada yang makruf dan
mencegah dari yang munkar; merekalah orang-orang yang beruntung.
C. Keutmaan Mengajak Kepada Kebaikan
عَنْ أًبى هُرَيْرَةَ رَضيَ اللهُ عَنْهُ قَال: قاَلَ رَسُوْلُ
الله ص.م :مَنْ دَعَا إِلَى هُدًى كَانَ لَهُ مِنَ الْأَجْرِ مِثْلُ أُجُورِ مَنْ
تَبِعَهُ لَا يَنْقُصُ ذَلِكَ مِنْ أُجُورِهِمْ شَيْئًا وَمَنْ دَعَا إِلَى
ضَلَالَةٍ كَانَ عَلَيْهِ مِنْ الْإِثْمِ مِثْلُ آثَامِ مَنْ تَبِعَهُ لَا
يَنْقُصُ ذَلِكَ مِنْ آثَامِهِمْ شَيْئًا. (رواه مسلم ومالك وأبو داود والترمذى)
Artinya: “ Abu Hurairah r.a. berkata, Rasulullah saw. Bersabda, “
Barang siapa yang mengajak kepada kebaikan, maka baginya pahala seperti pahala
orang-orang yang mengikutinya tanpa dikurangi dari mereka sedikit pun dan
barang siapa yang mengajak kepada kesesatan, maka baginya dosa sebagaimana
dosanya orang yang mengikutinya tanpa dikurangi dari mereka sedikitpun.”(HR. Muslim, Malik, Abu Dawud dan
Tirmidzi)
1. Mufradat Hadis
Pahala
|
الأَجُوْرُ
|
Mengajak
|
دَعَا
|
Mengikuti
|
اِتَّبَعَ
|
Kepada petunjuk kebaikan
|
هُدَى إِلىَ
|
Keburukan
|
ضَلَا لَةٍ
|
Berkurang
|
يَنْقُصُ
|
Dosa
|
الأثَامُ
|
2. Penjelasan Hadis
Hadis di atas menjelaskan bahwa orang
yang mengajak kepada kebaikan akan mendapat pahala orang yang mengerjakan
ajakannya tanpa dikurangi sedikitpun. Begitu pula orang yang mengajak kepada kesesatan akan
mendapat dosa besar dosa orang yang mengerjakan ajakannya tanpa dikurangi
sedikitpun.[8] Tidak diragukan lagi bahwa hadis
tersebut merupakan berita gembira bagi mereka yang suka mengajak orang lain
untuk mengerjakan kebaikan Allah Swt. Memberikan penghargaan tinggi bagi mereka
yang suka mengajak kepada kebaikan. Tentu saja bila ajakan tersebut didasari
keikhlasan, bukan untuk mencari materi atau kekuasaan dunia.
Adapun bagi mereka yang suka mengajak kepada kejelekan dan
kesesatan, mereka akan mendapatkan dosa sebesar dosa orang-orang yang
mengerjakan ajakannya walaupun dia sendiri tidak berbuat. Kalau dia mengajak
orang lain untuk membunuh atau mencuri, misalnya, dia pun akan mendapat dosa
sama dengan orang yang membunuh
atau mencuri meskipun dia sendiri tidak melakukannya. Selain hadis di
atas ada pula hadis yang diriwayatkan oleh Ibn Jarir sebagai berikut.
حَدَّثَنَا
أَحْمَدُ بْنُ مَنِيْعٍ: حَدَّثَنَا يَزِيْدُ بْنُ هَارُوْنَ : أَخْبَرَنَا
المَسْعُوْدِيُّ, عَنْ عَبْدِ الْمَلِكِ بْنِ عُمَيْرٍ, عَنِ بْنِ جَرِيْرِ بْنِ
عَبْدِ اللهِ, عَنْ أَبِيْهِ قَالَ :
قَالَ رسولُ الله صلى الله عليه وسلم : مَنْ سَنَّ سُنَّةَ خَيْرٍ, فَاتُّبِعَ
عَلَيْهَا, فَلَهُ أَجْرُهُ وَمِثْلُ أُجُوْرِ مَنْ اتَّبَعَهُ غَيْرَ مَنقُوْصٍ
مِنْ أُجُوْرِهِمْ شَيْأً, وَمَمْ سَنَّ سُنَّةَ شَرٍّ, فَاتُّبِعَ عَلَيْهَا,
كَانَ عَلَيْهِ وِزْرُهُ مِثْلُ أَوْزَارِ مَنْ اتَّبَعَهُ غَيْرَ مَنقُوْصٍ مِنْ
أَوْزَارِهِمْ شَيْأً. (رواه الترمذي )
Artinya: Ahmad bin Mani’ menceritakan kepada kami, Yazid
bin Harun menceritakan kepada kami, dari Abdul Malik bin Umair, dari Ibn Jarir
bin Abdullah, dari Ayahnya, ia berkata: Rasulullah Saw bersabda: “Siapa saja
yang mencontohkan kebaikan, lalu diikuti orang lain, maka ia akan memperoleh
pahala kebaikan itu dan pahala orang-orang yang mengikuti jalannya itu tanpa
dikurangi sedkitpun dari pahala mereka, dan siapa saja yang membuat jalan
keburukan, lalu diikuti orang lain, maka baginya beban dosa seperti dosa
orang-orang yang mengikutinya, tanpa dikurangi sedikitpun dari dosa yang mereka
terima. [9]
Namun demikian, tidaklah bijaksana jika
seorang muslim hanya mengharapkan pahala dari melakukan amar ma’ruf nahi
munkar, sedangkan dia sendiri lupa untuk mengajak kepada dirinya agar
melaksanakan apa-apa yang ia ajarkan kepada orang lain. Bagaimanapun, orang
seperti itu tidak lepas dari siksa Allah Swt. Dalam Al-Quran telah dijelaskan dalam potongan surat
At-Tahriim ayat 6:
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا قُوا أَنْفُسَكُمْ
وَأَهْلِيكُمْ نَارًا
Artinya: Hai orang-orang yang beriman, peliharalah
dirimu dan keluargamu dari api neraka....... (at-tahrim : 6)
Allah
Swt Juga berfirman dalam Al-Quran Surah Ash-Shaf : 2-3
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا لِمَ
تَقُولُونَ مَا لا تَفْعَلُونَ, كَبُرَ مَقْتًا عِنْدَ اللَّهِ أَنْ
تَقُولُوا مَا لا تَفْعَلُونَ
Artinya:Wahai orang-orang yang
beriman, kenapakah kamu mengatakan sesuatu yang tidak kamu kerjakan. Amat besar
kebencian di sisi Allah bahwa kamu mengatakan apa-apa yang tidak kamu kerjakan.(
Q.S. Ash-shaff: 2-3)
Dengan
demikian, sangatlah jelas bahwa mereka yang hanya dapat memberikan nasihat atau
melakukan amar ma’ruf nahi munkar kepada orang lain, tetapi dirinya lalai, dia
tidak akan mendapat pahala, tetapi murka Allah Swt. Lebih jauh bagi mereka yang
berbuat demikian diterangkan hadis Nabi Saw:
أَبِى
زَيْدٍ أُسَامَةَ بْنِ زيْدٍ بْنِ حَارِثَةَ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ قَالَ : سَمِعْتُ
رَسُوْ لَ اللهِ صعم. يَقُوْلُ : يُؤْتَى باِلرَّجُلِ يَوْمَ الْقِيَا مَةِ
فَيُلْقَ فِى النَّار فَتَنْدَلِقُ اَقْتَا بُ بَطْنِهِ فَيَدُوْرُ بِهَا كَمَا
يَدُوْرُ اْلحِمَارُ فِى الرَّحَا فَيَجْتَمِعُ اِلَيْهِ أَهْلُ النَّارِ
فَيَقُوْلُوْنَ: يَافُلَانُ مَالَكَ أَلَمْ تَكُنْ تَأْمُرُ بِالْمَعْرُوْف
وتَنْهَى عَنِ الْمُنْكَرِ؟ فَيَقُوْلُ : بَلَى , كُنْتُ امُرُ بِالمَعْرُوْفِ
وَلاَ اتَيْهِ وَأَنْتَهِى عَنِ المُنْكَرِ وَاتِيْهِ (رواهالبخارى و مسلم)
Artinya: Abu Zaid (Usaman) bin Zaid bin Haritsah
r.a. berkata, saya telah mendengar Rasulullah Saw. Bersabda seorang dihadapkan
di hari kiamat kemudian dilemparkan kedalam neraka, maka keluar usus perutnya,
lalu berputar-putar di dalam neraka bagaikan himar yang berputar-putar
disekitar penggilingan, maka berkerumunlah ahli neraka kepadanya sambil
bertanya, “Hai fulan mengapakah engkau, tidak kah engkau dahulu menganjurkan
kepada kebaikan dan mencegah kemungkaran ? Jawabannya, Benar, aku dahulu menganjurkan kebaikan, tetapi tidak aku
kerjakan, dan mencegah kemungkaran, tetapi aku kerjakan. “ H.R Bukhari dan
Muslim”
Setiap
orang yang memberikan contoh atau penggagas yang utama suatu kebaikan akan
mendapat pahala dari usaha yang telah dilakukannya serta kebaikan orang yang
mengikutinya. Sedangkan orang yang memprakarsai perbuatan buruk dia akan
mendapat balasan keburukan dari apa yang telah dilakukannya serta keburukan
orang yang mengikutinya.[10]
Sungguh terpuji seseorang yang merintis jalan kebaikan yang bermanfaat bagi
diri dan masyarakatnya sehingga pahalanya melimpah bagi dirinya dari pahala
orang-orang yang mengikutinya.
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Secara
sederhana amar ma’ruf nahi
munkar berarti kita melakukan perintah Allah untuk menegakkan segala
kebaikan atau sifat-sifat baik yang berlaku sepanjang zaman dan telah diterima
sebagai sesuatu yang positif oleh hati nurani umat manusia. Rasulullah
mengajarkan kepada umatnya bagaimana cara mengakkan suatu kebenaran. Dalam
sabdanya beliau memerintahkan apabila melihat suatu kemungkaran maka hendaklah
merubah kemungkaran itu dengan tangannya atau dengan kekuasaannya. Namun
apabila ia tidak mampu maka hendakalah merubah kemungkaran itu dengan lisannya,
yakni dengan cara memberikan nasehat. Dan apabila tidak mampu melakukan dua hal
tersebut seseorang wajib melakukan amar ma’ruf nahi munkar dengan hatinya.
Ada beberapa
keutaman orang yang melakukan amar ma’ruf nahi munkar di antaranya adalah: pertma,
orang yang mengajak untuk berbuat baik ia akan mendapatkan pahala seperti
orang yang mengikuti ajakannya. Kedua, orang yang melakukan amar
ma’ruf nahi munkar berarti ia
telah mengikuti jejak para nabi yang telah diutus oleh Allah untuk meluruskan
kepada kebenaran. Ketiga, orang yang melakukan amar ma’ruf nahi munkar ia termasuk sebagai
ciri-ciri orang-orang beriman. Keempat, orang yang melakukan amar
ma’ruf nahi munkar ia
termasuk sebagai sebab-sebab turunnya pertolongan Allah. Kelima,pelaksanaan
amar ma’ruf dan nahi munkar merupakan (upaya) memelihara lima perkara urgen
B. Saran
Sebagai
Mahasiswa yang mempunyai daya intelektual yang tinggi alangkah lebih baiknya
apabila kita lebih banyak membaca literatur-literatur yang berkaitan dengan masalah
tersebut yang mudah-mudahan diberikan kepahaman oleh Allah Swt sehingga kita
dapat mengamalkan dan mengaplikasikannya dalam kehidupan sehari-hari.
DAFTAR PUSTAKA
Ahmad Mudjab
Mahalli, Hadis-Hadis Muttafaq ‘Alaih, Jakarta Timur: Prenada Media, cet
II 2004,
Ibnu
Mundhur, Lisan al Arab Jilid XI, (Beirut: dar al Shodir, tt),
Ibnu
Taimiyah, Etika Beramar Ma’ruf Nahi Munkar, Penj. Abu fahmi, (Jakarta: gema
Insani Press, 1995),
Imam al-Nawawi, Riyadhus
shalihin, tt, Al-Harmain, 2005,
Khairul
Umam, A Ahyar Aminuddin, Usul Fiqih II(Bandung: Pustaka Setia, 1998)
Khairum
Umam, A. Ahyar Aminudin, ushul Fiqih II, (bandung: pustaka Setia, 1998),
Muhammad
Nashiridin al-Bani, Shahih Sunan At-Tirmidzi jilid 3, alih bahasa
Fakhturrazi, Jakarta: Pustaka Azzam, cet I 2007,
Oneng Nurul Bariyah, Materi Hadits, Jakarta: Kalam
Mulia, 2007
Rachmat Syafe’i , Al-Hadis Akidah, Akhlak,
Sosial, dan Hukum, Bandung: Cv. Pustaka Setia, 2003,
[4] Ibnu Taimiyah, Etika Beramar Ma’ruf Nahi Munkar, Penj. Abu
fahmi, (Jakarta: gema Insani Press, 1995), 15
[5]Ahmad Mudjab Mahalli, Hadis-Hadis Muttafaq ‘Alaih, Jakarta
Timur: Prenada Media, cet II 2004, h. 53.
[6]Http://Aimoyieb.Blogspot.Com/2011/05/Makalah_7312.Html diakses tanggal 12-04-2020 pukul 09:20 WIB
[8]Rachmat Syafe’i
, Al-Hadis Akidah, Akhlak, Sosial, dan Hukum, Bandung: Cv. Pustaka
Setia, 2003, h. 245.
[9]Muhammad Nashiridin al-Bani, Shahih Sunan At-Tirmidzi
jilid 3, alih bahasa Fakhturrazi, Jakarta: Pustaka Azzam, cet I 2007, h.
95.
[10] Oneng Nurul
Bariyah, Materi Hadits, Jakarta: Kalam Mulia, 2007, h. 204.
No comments:
Post a Comment