Iklan Sponsor

Friday 15 May 2020

IDDAH


MAKALAH
FIQIH MUNAKAHAT
Tentang :
IDDAH

Dosen Pengampu : Jamahari, S.HI, MH





Description: Image result for logo stai an nadwah
 







Disusun oleh :

                            William Ridho Pvera Harahap      
18.24.305
M. Suryadi Sya’ban
18.24.285
Mitahul Jannah
18.24.286






SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM AN-NADWAH
KUALA TUNGKAL
2020

KATA PENGANTAR

 

Alhamdulillah puji syukur atas kehadirat Allah SWT atas segala limpahan Rahmat dan Hidayah-Nya, sehingga kami dapat menyelesaikan makalah ini yang berjudul “Iddah. Shalawat dan salam semoga dilimpahkan atas junjungan kita Nabi besar Muhammad SAW beserta keluarga, sahabat dan sekalian umatnya yang bertaqwa.
            Ucapan terima kasih pula kami tujukan kepada semua pihak yang telah membantu kami dalam proses penyusunan makalah ini, baik bantuan materil maupun nonmateril.
Kami menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari kesempurnaan. Oleh karena itukritik dan saran yang sifatnya membangun sangat kami harapkan guna penyempurnaan penyusunan makalah selanjutnya. Akhirnya penulis berharap semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi kita semua, amin.

Kuala Tungkal           April 2020
                                                                                                            Penulis


DAFTAR ISI




BAB I

PENDAHULUAN

A.    Latar Belakang

Seks merupakan kebutuhan biologis laki-laki terhadap lawan jenisnya atau sebaliknya. Ia merupakan naluri yang kuat serta selalu menuntut untuk dipenuhi. Pemenuhan kebutuhan akan seks itu hanya bisa dilakukan apabila antara laki-laki dan perempuan telah diikat oleh suatu ikatan yang sah yang disebut dengan pernikahan.
Sesungguhnya tujuan nikah itu tidak hanya sekedar untuk pemenuhan kebutuhan biologis menusia berupa seks. Tetapi ia punya tujuan lain yang lebih mulia sebagaimana dituangkan di dalam Undang-undang Nomor 1 Tahun 1974 Pasal 1 yang berbunyi: “Perkawinan ialah ikatan lahir batin antara seorang pria dan seorang wanita sebagai suami istri dengan tujuan membentuk keluarga (rumah tangga) yang bahagia dan kekal berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa”.
Manakala setelah perkawinan terjadi hubungan seks, tetapi dalam perjalanan perkawinan itu ternyata tidak berjalan dengan mulus dan terdapat berbagai halangan dan rintangan yang mengakibatkan tujuan perkawinan itu tidak bisa dicapai dan sebagai puncaknya terjadilah perceraian. Akibat dari adanya perceraian inilah yang menyebabkan adanya kewajiban bagi seorang perempuan untuk “beriddah” atau dalam istilah lain disebut “masa tunggu”.

B.     Rumusan Masalah

1.      Pengertian Iddah?
2.      Apa Macam-macam Iddah?
3.      Bagaimana Kedudukan Hukum Iddah?

BAB II

PEMBAHASAN

A.     Pengertian Iddah

Iddah menurut bahasa berasal dari kata “ al-‘udd ” dan “ al-Ihsha’ ” yang berarti bilangan atau hitungan, misalnya bilangan harta atau hari jika dihitung satu per satu dan jumlah keseluruhanya. Firman Allah dalam Al-qur’an :
إنَّ عِدَّةَ الشُّهُورِ عِنْدَ اللَّهِ اثْنَا عَشَرَ شَهْرًا
  Sesungguhnya bilangan bulan pada sisi Allah ialah dua belas bulan”. (QS. At-Taubah (9): 36)
Menurut istilah  Fuqaha’ Iddah berarti masa menunggu wanita sehingga halal bagi suami lain.[1]
Dari pengertian diatas kami dapat pengambil kesimpulan bahwa Iddah  ialah masa menanti atau menunggu yang diwajibkan atas seorang perempuan yang diceraikan oleh  suaminya (cerai hidup atau cerai mati), tujuannya, guna atau untuk mengetahui kandungan perempuan itu berisi (hamil) atau tidak,[2] serta untuk menunaikan satu perintah dari Allah SWT.


“hendaklah para istri itu) menangguhkan dirinya (beridah) empat bulan sepuluh hari.” (QS. Al-Baqarah (2): 234). Ayat ini berlaku dagi wanita yang tidak hamil.
b.       Firman allah swt.
 £`ßgè=y_r& br& z`÷èÒt £`ßgn=÷Hxq
a.    Kondisi wafatnya suami, barangsiapa yang meninggal suaminya setelah nikah yang shahih walaupun dalam iddah dari talak raj’i,[3] iddahnya 4 bulan 10 hari, berdasarkan firman allah swt. Berdasarkan surah al-baqarah ayat 234 diatas.

Adapun tujuan dan hikmah diwajibkan Iddah itu adalah :
1.      Untuk mengetahui bersihnya rahim perempuan atau isteri tersebut dari bibit yang ditinggalkan oleh mantan suaminya itu.  Supaya tidak terjadi bercampur aduknya keturunan (percampuran nasab), apabila mantan istri tersebut berkahwin dengan lelaki lain.
2.      Untuk memanjangkan masa rujuk, jika cerai itu talak raj’i.   Dengan adanya masa yang panjang dan lama dapat memberi peluang kepada suami untuk berfikir (introspeksi diri) dan mungkin menimbulkan penyesalan terhadap perbuatannya itu sehingga ia ingin kembali kepada istrinya atau akan rujuk kembali.
3.      Sebagai penghormatan kepada suami yang meninggal dunia.  Bagi seorang isteri yang kematian suami yang  dikasihinya sudah tentu akan meninggalkan kesan yang pahit di jiwanya,  dengan adanya iddah selama empat bulan sepuluh hari adalah merupakan suatu masa yang sesuai untuk ia bersedih, sebelum menjalani kehidupan yang baru di samping suami yang lain.[7]
4.      untuk taadud, artinya semata untuk memenuhi kehendak dari Allah meskipun secara rasio kita mengira tidak perlu lagi.[8]












BAB III

PENUTUP

A.     Kesimpulan

Iddah  ialah masa menanti atau menunggu yang diwajibkan atas seorang perempuan yang diceraikan oleh  suaminya (cerai hidup atau cerai mati), tujuannya, guna atau untuk mengetahui kandungan perempuan itu berisi (hamil) atau tidak, serta untuk menunaikan satu perintah dari Allah SWT.
Ada tiga terdapat macam-macam iddah yaitu :
1.      Iddah sampai kelahiran kandungan
2.      Iddah beberapa kali suci
3.      Iddah dengan beberapa bulan
Perempuan yang bercerai dari suaminya dalam bentuk apapun, cerai hidup atau mati, sedang hamil atau tidak, masih berhaid atau tidak, hukumnya wajib menjalani masa iddah itu.
Adapun tujuan dan hikmah diwajibkan Iddah itu adalaha :
Untuk mengetahui bersihnya rahim perempuan atau isteri tersebut dari bibit yang ditinggalkan oleh mantan suaminya itu.  Supaya tidak terjadi bercampur aduknya keturunan (percampuran nasab), apabila mantan istri tersebut berkahwin dengan lelaki lain.
Untuk memanjangkan masa rujuk, jika cerai itu talak raj’i.  Supaya si suami mempunyai kesempatan untuk kembali kepada istrinya atau akan rujuk kembali jika ia sudah sadar dan menyesal.
Sebagai penghormatan kepada suami yang meninggal dunia. 
untuk taadud, artinya semata untuk memenuhi kehendak dari Allah meskipun secara rasio kita mengira tidak perlu lagi.


DAFTAR PUSTAKA


Syaripuddin, Prof. Dr. Amir. 2009. Hukum Perkawinan Islam Di Indonesia. Jakarta : Kencana.
Azzam, Prof. Dr. Abdul Aziz M..dkk. 2009. FIQIH MUNAKAHAT : khitbah, nikah, dan talak. Jakarta : AMZAH.
Rasjid, H. Sulaiman. 2011. FIQIH ISLAM. Bandung : Sinar Baru Algensindo.
Abdurrahman, I Doi. 1992. Perkawinan dalam Syari’at Islam. Jakarta : Renika Cipta.
Abdul Fatah, Abd. Ahmadi. 1994. Fiqh Islam Lengkap. Jakarta : Rineka Cipta.





[1] Prof. Dr. Abdul Aziz M. Azzam dan Prof. Dr. Abdul Wahhab Sayyed Hawwes, Fiqih Munakahat (khitbah, nikah, dan talak), (Jakarta : AMZAH, 2009), hlm. 318
[2]H. Sulaiman Rasjid, Fiqih Islam, (Bandung : Sinar Baru Algensindo, 2011), hlm. 414
[3]Sebagian ulama berpendapat, hikmah masa iddah 4 bulan 10 hari bahwa masa janin 120 adalah 4 bulan. Tetapi, bulan hilaliyah terkadang kurang dari 30 hari maka disempurnakan dengan bilangan yang sempurna.
[4] Abdul Aziz M. Azzam dan Prof. Dr. Abdul Wahhab Sayyed Hawwes, ibid, hlm. 330
[5]Amir Syarifuddin, Hukum Perkawinan Islam Di Indonesia, (Jakarta : Kencana, 2009), hlm. 304
[6]Ibid, hlm. 320
[7]Abdul Aziz M. Azzam dan Prof. Dr. Abdul Wahhab Sayyed Hawwes, ibid, hlm. 320
[8]Amir Syarifuddin, Ibid, hlm. 305

No comments:

Post a Comment