Tugas Individu
“Masailul Fiqh
II”
Dosen
Pengampu : Hairul Fauzi
S.Pd.I., M.Pd,I
Tentang :
“Hukum
Tranplantasi Anggota Badan”
Disusun oleh :
Marisa
18.11.2418
SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM AN-NADWAH
KUALA TUNGKAL
2020
KATA PENGANTAR
Dengan memanjatkan puji syukur ke hadirat Tuhan Yang Maha
Esa, atas segala limpahan rahmat dan karunia-Nya kepada tim penulis sehingga
dapat menyelesaikan makalah ini yang berjudul: “ Hukum Traplantasi Anggota
Badan”
Penulis menyadari bahwa didalam pembuatan makalah ini berkat
bantuan dan tuntunan Tuhan Yang Maha Esa dan tidak lepas dari bantuan berbagai
pihak untuk itu dalam kesempatan ini penulis menghaturkan rasa hormat dan
terima kasih yang sebesar-besarnya kepada semua pihak yang membantu dalam pembuatan
makalah ini.
Tim penulis menyadari bahwa dalam proses penulisan makalah
ini masih jauh dari kesempurnaan baik materi maupun cara penulisannya. Namun
demikian, tim penulis telah berupaya dengan segala kemampuan dan pengetahuan
yang dimiliki sehingga dapat selesai dengan baik dan oleh karenanya, tim
penulis dengan rendah hati dan dengan tangan terbuka menerima masukan,saran dan
usul guna penyempurnaan makalah ini.
Akhirnya tim penulis berharap semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi
seluruh pembaca.
Kuala
Tungkal April 2020
Penulis
DAFTAR ISI
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Transplantasi
ialah pemindahan organ tubuh yang masih mempunyai daya hidup sehat untuk
menggantikan organ tubuh yang tidak sehat dan tidak berfungsi lagi dengan baik
. pada saat ini juga, ada upaya untuk memberikan organ tubuh kepada orang yang
memerlukan, walaupun orang itu tidak menjalani pengobatan, yaitu untuk orang
yang buta. Hal ini khusus donor mata bagi orang buta.
Dalam
pelaksanaan transplantasi organ tubuh ada tiga pihak terkait dengannya: pertama,
donor, yaitu orang yang menyumbangkan organ tubuhnya yang masih sehat untuk
dipasangkan pada orang lain yang organ tubuhnya menderita sakit, atau terjadi
kelainan. Kedua: resepien, yaitu orang yang menerrima organ tubuh dari
donor yang karena satu dan lain ha, organ tubuhnya harus diganti. Ketiga, tim
ahli, yaitu para dokter yangmenangani operasi transplantasi dari pihak donor
kepada pasien.
Transplantasi
organ tubuh manusia merupakan masalah baru yang belum pernah dikaji oleh para
fuqaha klasik tentang hukum-hukumnya. Karena masalah ini adalah anak kandung
dari kemajuan ilmiah dalam bidang pencangkokan anggota tubuh, dimana para
dokter modern bisa mendatangkan hasil yang menakjubkan dalam memindahkan organ
tubuh dari orang yang masih hidup/ sudah mati dan mencangkokkannnya kepada
orang lain yang kehilangan organ tubuhnya atau rusak karena sakit dan
sebagainya yang dapat berfungsi persis seperti anggota badan itu pada
tempatnya sebelum di ambil.
B. Rumusan Masalah
1. Apakah yang dimaksud dengan transplantasi?
2. Bagaimanakah hukum islam terhadap donor mata, Ginjal dan
Jantung?
3. Bagaimanakah kondisi Transplantasi Organ yang di
Perbolehkan?
4. Bagaimanakah kondisi transplantasi Organ yang tidak
diperbolehkan?
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian Transplantasi
Transplantasi
ialah pemindahan organ tubuh yang masih mempunyai daya hidup sehat untuk
menggantikan organ tubuh yang tidak sehat dan tidak berfungsi lagi dengan baik
. pada saat ini juga, ada upaya untuk memberikan organ tubuh kepada orang yang
memerlukan, walaupun orang itu tidak menjalani pengobatan, yaitu untuk orang
yang buta. Hal ini khusus donor mata bagi orang buta.[1]
Pencangkokan
organ tubuh yang menjadi pembicaraan pada waktu ini adalah:Mata, Ginjal,dan
jantung. Karena ketiga organ tubuh tersebut sangat penting fungsinya untuk
manusia, terutama sekali ginjal dan jantung. Mengenai donor mata pada dasarnya
dilakukan, karena ingin membagi kebahagiaan kepada orang yang belum pernah
melihat keinadahan alam ciptaan Allah ini ataupun orang yang menjadi buta
karena penyakit.
Ada
3 (tiga) tipe donor organ tubuh, dan setiap tipe mempunyai permasalahan
sendiri—sendiri, yaitu;
a.
Donor
dalam keadaan hidup sehat. Tipe ini memerlukan seleksi cermat dan general check
up, baik terhadap donor maupun terhadap penerima (resepient), demi menghindari
kegagalan transplantasi yang disebabkan oleh karena penolakan tubuh resepien,
dan sekaligus mencegah resiko bagi donor.
b.
Donor
dalam hidup koma atau di duga akan meninggal segera. Untuk tipe ini,
pengambilan organ tubuh donor memerlukan alat control dan penunjang kehidupan,
misalnya dengan bantuan alat pernapasan khusus. Kemudian alat-alat tersebut di
cabut setelah pengambilan organ tersebut selesai.
c.
Donor
dalam keadaan mati. Tipe ini merupakan tipe yang ideal, sebab secara medis
tinggal menunggu penentuan kapan donor dianggap meninggal secara
B. Donor Mata dalam hukum islam
Donor
mata diartikan dengan pemberian kornea mata kepada orang yang membutuhkannya.
Kornea mata tersebut berasal dari mayat yang telah diupayakan oleh dokter ahli,
sehingga dapat digunakan oleh orang yang sangat membutuhkannya.
Masalah
donor mata, termasuk salah satu keberhasilan teknologi dalam ilmu kedokteran,
yang dapat mengatasi salah satu kesulitan yang dialami oleh orang buta. Dan
yang terjadi masalah dalam hokum islam, karena kornea mata yang dipindahkan
kepada orang buta, adalah berasal dari mayat, sehingga terjadi dua pendapat di
kalangan Fuqaha. Ada yang mengharamkan dan ada pula yang membolehkannya dengan
mengemukakan alas an masing-masing. Misalnya:
1. Bagi ulama yang mengharamkannya;
mendasarkan pendapatnya pada hadits yang berbunyi:
2. “seseungguhnya pecahnya tulang mayat
(bila dikoyak-koyak), seperti (sakitnya dirasakan mayat) ketika pecahnya
tulangnya diwaktu ia masih hidup. H. R. Ahmad, Abu Daud dan Ibnu Majah yang
bersumber dari Aisyah.
Bagi ulama yang membolehkannya;
mendasarkan pendapatnya pada hajat (kebutuhan) orang yang buta untuk melihat,
maka perlu ditolong agar dapat terhindar dari kesulitan yang dialaminya, dengan
cara mendapatkan donor mata dari mayat.
Dalam ayat alqur’an disebutkan
bahwa:
$tBur…… @yèy_
ö/ä3ø9n=tæ
Îû ÈûïÏd09$# ô`ÏB
8ltym
4……….
Artinya
: …… dan Dia (Allah) sekali-kali tidak
menjadikan suatu kesulitan untuk kamu dalam agama…….( Q.S. Al-Hajj: 78 )
Dalam
hadits juga terdapat petunjuk umum yang berbunyi:
“bersikap mudahlah (dalam menjalankan agama), dan janganlah
engkau mempersulit”.[3]
C. Pencangkokan Jantung jantung dalam hukum islam
Jantung
adalah organ utama sirkulasi darah; karena dialah yang memompa darah dari
ventrikel kiri melalui arteri, arteriola dan kapiler, lalu kembali ke atrium
kanan melalui vena yang disebut peredaran darah besar atau sirkulasi
sistematik. Dan aliran dari ventrikel
kanan melalui paru-paru, ke atrium kiri yang disebut peredaran darah kecil atas
sirkulasi pulmonal. Maka apabila terjadi kelainan-kelainan jantung dapat
mengganggu sirkulasi darah yang mengakibatkan maut.
Pada
dasarnya hukum islam membolehkan pencangkokan jantung pada pasien sebagai salah
satu upaya pengobatan suatu penyakit, yang sebenarnya sangat di anjurkan dalam
islam. Hanya yang menjadi persoalan, karena katup jantung yang dipindahkan
kedalam jantung pasien, berasal dari mayat atau bianatang yang sudah mati.
Penulis
cenderung mengikuti pendapat hokum islam yang membolehkannya, meskipun dengan
melalui pembedahan mayat sebagai donaturnya, atau pun mengambil dari binatang
yang sesuai dengan bentuk anatomi katub jantung yang dibutuhkan oleh pasien.
Hal ini di bolehkan karena dimaksudkan untuk mempertahankan kelangsungan hidup
pasien, yang dasarnya ada pada beberapa kaidah fiqhiyah di muka. Baik
dimaksudkan sebagai hajat, maupun darurat.
D. Pencangkokan Ginjal dalam hukum islam
Ginjal
adalah salah satu organ tubuh yang terletak pada dinding posterior abdomen,
terutama di daerah lumbal di sebelah kanan dan kiri tulang belakang, yang
berfungsi untuk mengatur keseimbangan air didalam tubuh, mengantur konsentrasi
garam dalam darah, mengatur keseimbangan asam-basa darah, mengatur eksktesi
bahan buangan dan kelebihan garam dalam tubuh. Dan apabila terjadi gangguan
pada organ tersebut, maka organ-organ lainnya juga akan ikut terganggu.
Pencangkokan
ginjal adalah pengoperasian dan pemindahan ginjal dari orang lain atau binatang
yang sesuai dengan struktur anatominya, kepadapasien yang membutuhkan.
Pengoperasian tersebut dilakukan oleh tim dokter ahli, yang dilengkapi dengan
peralatan medis yang memadai untuk upaya tersebut yang didahului oleh berbagai
macam pemeriksaan dan pengobatan serta cuci darah.
Selanjutnya
berkenaan dengan hokum antara donor dan resepien yang se-agama atau tidak
se-agama serta hokum organ tubuh yang di cangkokan itu berasal dari hewan yang
diharamkan seperti babi, juga dapat menimbulkan masalah pertanyaan. Apakah
donor organ tubuh yang dicangkokan itu bisa mendapatkan pahala bila resepien
itu orang ayng shalih? Atau apakah donor akan menanggung dosa bila resepien
orang yang suka berbuat dosa atau resepien orang yang tidak se-agama?
Pertanyaan
tersebut dapat dijawab dengan ayat-ayat al-Qur’an sebagai berikut:
a.
Al-Qur’an Surah al-Najm ayat 38:
wr& âÌs?
×ouÎ#ur
uøÍr
3t÷zé&
ÇÌÑÈ
Artinya : (yaitu) bahwasanya seorang yang berdosa tidak
akan memikul dosa orang lain,
b.
Al-Qur’an
surah al-Baqarah ayat 286:
w
ß#Ïk=s3ã
ª!$#
$²¡øÿtR
wÎ)
$ygyèóãr
4 $ygs9
$tB
ôMt6|¡x.
$pkön=tãur
$tB
ôMt6|¡tFø.$#
3 ………….
Artinya : Allah tidak membebani
seseorang melainkan sesuai dengan kesanggupannya. ia mendapat pahala (dari
kebajikan) yang diusahakannya dan ia mendapat siksa (dari kejahatan) yang
dikerjakannya
Berdasarkan
ayat-ayat diatas yang telah disebutkan, berkenaan dengan hubungan antara donor
dengan resepien yang menyangkut pahala atau dosa, maka dalam hal ini mereka
masing-masing akan mempertanggungjawabkan segala amal perbuatan mereka
sendiri-sendiri. Mereka tidak akan di bebani dengan pahala atau dosa, kecuali yang
dilakukan oleh masing-masing mereka.[4]
E. Donor Organ Yang di Perbolehkan
Hadis
Nabi SAW :”Berobatlah kamu hai hamba-hamba Allah, karena sesungguhya Allah
tidak meletakkan suatu pentakit, kecuali dia juga meletakkan obat
penyembuhnya,selain penyakit yang satu, yaitu penyakit tua.”(H.R. Ahmad, Ibnu
Hibban dan Al-Hakim dari Usamah Ibnu Syuraih)
Hadist
tersebut menunjukkan, bahwa wajib hukumnya berobat bila sakit, apapun jenis dan
macam penyakitnya, kecuali penyakit tua. Oleh sebab itu, melakukan
transplantasi sebagai upaya untuk menghilangkan penyakit hukumnya mubah,
asalkan tidak melanggar norma ajaran islam.
Dari
dalil-dalil diatas maka dapat diambil hukum mengenai transplantasi organ yaitu:
Mengambil
organ tubuh donor (jantung, mata, ginjal) yang sudah meninggal secara yuridis
dan medis hukumnya mubah, yaitu dibolehkan menurut pandangan islam, dengan
syarat bahwa resipien dalam keadaan darurat yang mengancam jiwanya bila tidak
dilakukan transplantasi itu, sedangkan ia sudah berobat secara optimal, tetapi
tidak berhasil.
Hingga
kini, tidak ada ulama yang mengajukan argumen tertulis yang secara
terang-terangan mendukung transplantasi organ. Namun demikian, ulama di
berbagai belahan dunia telah menulis argumen-argumen yang mendukung
maupun mengeluarkan fatwa-fatwa keagamaan tengtang transplantasi organ.
Para
ulama yang mendukung pembolehan transplantasi organ berpendapat bahwa
transplantasi organ harus dipahami sebagai satu bentuk layanan altruistik bagi
sesama muslim. Pendirian mereka tentang transplantasi organ dapat diringkas
sebagai berikut:
a.
Kesejahteraan publik (al-Mashlahah)
Kebolehan transplantasi organ harus
dibatasi dengan ketentuan-ketentuan berikut:
1. Transplantasi
organ tersebut adalah satu-satunya bentuk (cara) penyembuhan yang bisa
ditempuh.
2. Derajat
keberhasilan dari prosedur ini diperkirakan tinggi.
3. Ada
persetujuan dari pemilik organ yang akan ditransplantasikan atau dari
ahli warisnya.
4. Kematian
orang yang organnya akan diambil itu telah benar-benar diakui oleh dokter yang
reputasinya terjamin, sebelum diadakan operasi pengambilan organ.
5. Resipien
organ tersebut sudah diberitahu tentang operasi transplantasi berikut
implikasnya.
b. Altruisme
(al-Itsar)
Dalam surat
Al-maidah ayat 2 telah menganjurkan bahwa umat islam untuk bekerja sama
satu sama lain dan memperkuat ikatan persaudaraan mereka. Dengan
demikian, berdasarkan ajaran diatas, tindakan seseorang yang masih hidup
untuk mendonorka salah satu organ tubuhnya kepada saudara kandungnya atau
orang lain yang sangat membutuhkan harus dipandang sebagai tindakan
altruisme dari orang-orang yang menyadari bahwa mereka memiliki sesuatu yang
bermanfaat bagi orang lain.
c.
Organ Tubuh Non muslim
Kebolehan bagi
seorang muslim untuk menerima organ tubuh nonmuslim didasarkan pada dua
syarat berikut ;
1. Organ yang
dibutuhkan tidak bisa diperoleh dari tubuh seorang muslim.
2. Nyawa
muslim itu bisa melayang jika transplantasi tidak segera dilakukan.
F. Donor Organ Yang di Haramkan
Akan tetapi
Mendonorkan Organ tubuh dapat menjadi haram hukumya apabila :
1.
Transplantasi organ tubuh diambil dari orang
yang masih dalam keadaan hidup sehat, dengan alasan :
Firman Allah
dalam Alqur’an S. Al-Baqarah ayat 195, bahwa ayat tersebut mengingatkan , agar
jangan gegabah dan ceroboh dalam melakukan sesuatu, tetapi harus
memperhatikan akibatnya, yang kemungkinan bisa berakibat fatal bagi diri donor,
meskipun perbuatan itu mempunyai tujuan kemanusiaan yang baik dan luhur.
Melakukan transplantasi dalam keadaan dalam keadaan koma.
Walaupun menurut dokter bahwa si
donor itu akan segera meninggal maka transplantasi tetap haram hukumnya karena
hal itu dapat mempercepat kematiannya dan mendahului kehendak Allah.
Dalam hadis nabi dikatakan :
“ Tidak boleh membuat madharat pada diri
sendiri dan tidak boleh pula membuat madharat pada orang lain.”(HR. Ibnu Majah,
No.2331)
2.
Penjualan Organ Tubuh Sejauh mengenai
praktik penjualan organ tubuh manusia, ulama sepakat bahwa praktik
seperti itu hukumnya haram berdasarkan pertimbangan-pertimbangan berikut:
Seseorang tidak boleh menjual
benda-benda yang bukan miliknya.
Sebuah hadis
menyatakan, “ Diantara orang-orang yang akan dimintai pertanggungjawaban di
akhirat adalah mereka yang menjual manusia merdeka dan memakan hasilnya.”
Dengan demikian , jika seseorang
menjual manusia merdeka, maka selamanya si pembeli tidak memiliki hak apapun
atas diri manusia itu, karena sejak awal hukum transaksi itu sendiri adalah
haram. Penjualan organ manusia bisa mendatangkan penyimpangan, dalam arti bahwa
hal tersebut dapat mengakibatkan diperdagangkannya organ-organ tubuh orang
miskin dipasaran layaknya komoditi lain.
BAB III
PENUTUP
Dari uraian
di atas maka dapat diambil kesimpulan bahwa Transplantasi organ hukumnya
mubah dan dapat berubah hukumnya sesuai dengan situasi dan kondisi
yang dihadapi. Transplantasi ini dapat di qiyaskan dengan donor darah
dengan illat bahwa donor darah dan organ tubuh dapat dipindahkan
tempatnya, keduannya suci dan tidak dapat diperjual belikan. Tentu saja setelah
perpindahan itu terjadi maka tanggungjawab atas organ itu menjadi
tanggungan orang yang menyandangnya. Kaidah-kaidah hukum wajib dijunjung dalam
melakukan trasnplantasi ini antaranya :
Tidak boleh menghilangkan bahaya dengan menimbulkan
bahaya lainnya artinya:
a.
organ tidak boleh diambil dari orang yang masih
memerlukannnya
b.
Sumber organ harus memiliki kepemilikan yang
penuh atas organ yang diberikannnya, berakal, baligh, ridho dan ikhlas dan
tidak mudharat bagi dirinya.
c.
Tindakan transplantasi mengandung kemungkinan sukses
yang lebih besar dari kemungkinan gagal.
d.
Organ manusia tidak boleh diperjualbelikan sebab
manusia hanya memperoleh hak memanfaatkan dan tidak sampai memiliki secara mutlak.
DAFTAR PUSTAKA
Ali
Hasan. 2000. “Masail Fiqhiyah Al-Haditsah Pada Masalah Masalah
Kontemporer Hukum Islam” .Jakarta. Raja Grafindo Persada.
Mahjuddin. 2003. “Masailul Fiqhiyah Berbagai Kasus
Yang Dihadapi Hukum Islam’ Masa Kini”.
Jakarta, Kalam Mulia.
Masjfuk
Zuhdi. 1997. “Masail Fiqhiyah”. Jakarta. Toko Gunung Agung.
Nata, Abuddin . 2006 . Masail
Al-Fiqhiyah . Jakarta : Kencana Prenada Media
Group
[1]Ali
Hasan. “MASAIL FIQHIYAH AL-HADITSAH pada masalah-masalah kontemporer
hukum islam” .Jakarta. PT Raja Grafindo persada. 2000. H. 121.
[2]Masjfuk
Zuhdi. “MASAIL FIQHIYAH”. Jakarta. PT Toko Gunung Agung. 1997. H.
86-87
[3]Mahjuddin.
“MASAILUL FIQHIYAH berbagai kasus yang dihadapi ‘hukum islam’ masa kini”.
Jakarta, Kalam Mulia. 2003. H. 122
[4]
Abuddin Nata, Masail Al-Fiqhiyah. Jakarta. Kencana Predana Media Group. 2006.
H.110-111
No comments:
Post a Comment