MAKALAH
“LEMBAGA PEREKONOMIAN SYARIAH”
Tentang :
“Organisasi/Manajemen
BPR Syariah”
Dosen
Pengampu : Azizah Rahmawati, S.HI., ME
Disusun
oleh :
Solikin
Muadip
Nim :
18.23.679
SEMESTER II A
JURUSAN HUKUM TATA NEGARA (HTN)
SEKOLAH TINGGI
AGAMA ISLAM AN-NADWAH
KUALA TUNGKAL
2020
KATA
PENGANTAR
Assalamualaikum
wr. wb
Puji
dan syukur kami ucapkan kepada Tuhan Yang Maha Kuasa, karena berkat rahmat dan
karunia-Nya kami dapat menyelesaikan tugas makalah ini. Saya juga bersyukur
atas berkat rezeki dan kesehatan yang diberikan kepada kami sehingga kami dapat
mengumpulkan bahan – bahan materi makalah ini dari internet dan perpustakaan.
Kami telah berusaha semampu saya untuk mengumpulkan berbagaimacam bahan tentang
“Organisasi/Manajemen BPR Syariah”.
Kami
sadar bahwa makalah yang kami buat ini masih jauh dari sempurna, karena itu
kami mengharapkan saran dan kritik yang membangun untuk menyempurnakan makalah
ini menjadi lebih baik lagi. Oleh karena itu kami mohon bantuan dari para
pembaca.
Demikianlah
makalah ini kami buat, apabila ada kesalahan dalam penulisan, kami mohon maaf
yang sebesarnya dan sebelumnya kami mengucapkan terima kasih.
Wassalam
Kuala
Tungkal, April 2020
Penyusun
DAFTAR
ISI
KATA PENGANTAR ...................................................................................... i
DAFTAR ISI ...................................................................................................... ii
BAB I. PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang ........................................................................................ 1
B.
Rumusan Masalah ................................................................................... 1
BAB II. PEMBAHASAN
A. Organisasi/manajemen BPR Syariah......................................................... 2
B.
Kendala BPR Syariah............................................................................... 4
C.
Pengembangan BPR Syariah..................................................................... 5
AB III. PENUTUP
A.
Kesimpulan ............................................................................................... 8
B.
Saran ......................................................................................................... 8
DAFTAR PUSTAKA
BAB I
PENDAHULUAN
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang
Peranan bank dewasa ini sangat dominan dalam perekonomian
masyarakat di Indonesia pada umumnya. Hampir setiap kegiatan perekonomian
masyarakat tidak terlepas dari peran bank maupun lembaga keuangan lainnya
diluar bank. Dalam menjalankan aktifitasnya, bank menawarkan berbagai produk
yang berisi kegiatan pendukung perekonomian masyarakat, mulai dari jasa
menabungkan uang masyarakat, pengiriman uang atau jasa-jasa yang lainnya
intinya mempermudah masyarakat melakukan aktifitas bisnis dan perekonomian
sehari-hari. Karena sebagian besar Bank Konvensional dan Syariah hanya mencakup
untuk kalangan masyarakat atas dan menengah keatas, dengan salah satu
penyebabnya adalah letak dari tempat bank tersebut, yakni hanya ada di
perkotaan saja, sehingga orang-orang yang ada di pedesaan ataupun kecamatan
kurang bisa menjangkau.
Sehingga untuk merangkul masyarakat ekonomi
lemah, maka pemerintah mengatur untuk didirikannya Bank Perkreditan Rakyat di
tingkat kecamatan, dan desa. Yang bertujuan agar semakin meratanya pelayanan
keuangan bagi seluruh masyarakat.
B. Rumusan Masalah
1. Apa Organisasi/manajemen BPR Syariah ?
2. Apa Kendala BPR Syariah ?
3.
Apa Pengembangan BPR Syariah ?
BAB II
PEMBAHASAN
PEMBAHASAN
A.
Organisasi/manajemen BPR Syariah
a. Pengertian
Bank Perkreditan Rakyat Syariah
Bank Perkreditan Rakyat (BPR) menurut
Undang-Undang (UU) Perbankan No.7 Tahun 1992 pasal 1 ayat 3, adalah lembaga
keuangan bank yang menerima simpanan hanya dalam bentuk deposito berjangka
tabungan dan/atau bentuk lainnya yang dipersamakan dengan itu dan menyalurkan
dana sebagai usaha BPR. Sedangkan pada UU Perbankan No.10 Tahun 1998 pasal 1
ayat 4, disebutkan bahwa BPR adalah lembaga keuangan bank yang melaksanakan
kegiatan usahanya secara konvensional atau berdasarkan prinsip syariah.[1]
Pelaksanaan BPR yang melakukan kegiatan
usaha berdasarkan prinsip syariah selanjutnya diatur menurut Surat Keputusan
Direktur Bank Indonesia No. 32/36/KEP/DIR/1998 tanggal 12 Mei 1999 tentang Bank
Perkreditan Rakyat berdasarkan prinsip syariah. Dalam hal ini, secara teknis
BPR syariah bisa diartikan sebagai lembaga keuangan sebagaimana BPR
konvensional, yang operasinya menggunakan prinsip-prinsip syariah.[2]
b. Organisasi/Manajemen BPRS
a. Kepengurusan
Menurut ketentuan pasal 19 SK DIR BI
32/36/1999, kepengurusan BPR syariah terdiri dari Dewan Komisaris dan Direksi
di samping kepengurusan, suatu BPR syariah wajib pula memiliki Dewan Pengawas
Syariah yang berfungsi mengawasi kegiatan BPR syariah. Jumlah anggota Dewan
Komisaris BPR syariah harus sekurang-kurangnya 1 (satu) orang. Sedangkan
direksi BPR syariah sekurang-kurangnya harus berjumlah 2 (dua) orang.
Anggota direksi dilarang mempunyai
hubungan keluarga dengan:
1) Anggota
Direksi lainnya dalam hubungan sebagai orang tua, termasuk mertua, anak
termasuk menantu, saudara kandung termasuk ipar, suami/istri.
2) Dewan
Komisaris dalam hubungan sebagai orang tua, anak, dan suami/istri.
3) Untuk
menjaga konsistensi dan kelangsungan usaha BPR syariah, ditentukan bahwa:
4) BPR
syariah dilarang melakukan kegiatan usaha secara konvensional.
5) BPR
syariah tidak diperkenankan untuk mengubah kegiatan usahanya menjadi BPR
konvensional.
6) BPR
syariah yang semula memiliki ijin usahanya sebagai BPR konvensional dan telah
memperoleh ijin perubahan kegiatan usaha menjadi berdasarkan prinsip syariah,
tidsk diperkenankan untuk mangubah status menjadi BPR konvensional.
BPR syariah yang telah mendapatkan ijin
usaha dari Direksi Bank Indonesia wajib melakukan kegiatan usaha
selambat-lambatnya 60 (enampuluh) hari perhitungan sejak tanggal ijin usaha
dikeluarkan. Sedangkan laporan pelaksanaan kegiatan usaha wajib disampaikan
oleh Direksi BPR syariah kepada Bank Indonesia selambat-lambatnya 10 (sepuluh)
hari setelah tanggal dimulainya kegiatan operasional. Apabila dalam waktu
melakukan kegiatan usaha lebih dari waktu yang telah ditentukan maka Direksi
Bank Indonesia membatalkan ijin usaha yang telah dikeluarkan.
b. Pembukaan
Kantor Cabang
BPR syariah dapat membuka kantor cabang
hanya dalam wilayah propinsi yang sama dengan kantor pusatnya. Pembukaan kantor
cabang BPR syraiah dapat dilakukan hanya dengan ijin Direksi Bank Indonesia.
Rencana pembukaan kantor cabang wajib dicantumkan dalam rencana kerja tahunan
BPR syariah.
BPR syriah yang akan membuka kantor cabang
wajib memenuhi persyratan tingkat kesehatan selama 12 (duabelas) bulan terakhir
tergolong sehat. Dan dalam pembukaan kantor cabang BPR syariah wajib menambah
modal disetor sekurang-kurangnya sebesar jumlah untuk mendirikan BPR syariah
untuk setiap kantor.[3]
B.
Kendala BPR Syariah
Dalam prakteknya BPR syariah mengalami
berbagai kendala, kendala tersebut diantaranya adalah:
1. Kiprah
BPR syariah kurang dikenal masyarakat sebagai BPR yang berprinsipkan syariah,
bahkan beberpa pihak menganggap BPR syariah sama dengan BPR konvensional. Oleh
karena itu, BPR syriah perlu menegaskan dan meneguhkan identitasnya sebagai BPR
yang menggunakan prinsip-prinsip syariah.
2. Upaya
untuk meningkatkan profesionalitas kadang terhalang rendahnya sumber daya yang
dimiliki oleh BPR syariah sehingga sehingga profesionalitas kadang terhalang
rendahnya sumber daya yang dimiliki oleh BPR syariah sehingga proses BPR
syariah dalam melakukan aktivitasnya cenderung lambat dan respon terhadap
permasalahan ekonomi rendah. Maka upaya untuk meningkatkan SDM perlu diarahkan
disemua posisi, baik diposisi pemegang kebijakan atau berposisi di lapangan.
3. Kurang
adanya koordinasi di antara BPR syariah, demikian juga dengan bank syariah dan
BMT, sebagai lembaga keuangan yang mempunyai tujuan syiar Islam tentunya
langkah koordinasi dalam rangka mendapatkan strategi yang terpadu dapat
dilakukan guna mengangkat ekonomi masyarakat. Oleh karena itu dibutuhkan framework yang
bisa dijadikan acuan di antara lembaga keuangan ditingkat kabupaten, kecamatan,
desa ataupun pasar dalam melangsungkan aktivitasnya tanpa mengesampingkan
keberadaan lembaga keuangan lain.
4. Sebagai
lembaga keuangan yang memiliki konsep Islam tentunya juga bertanggung jjawab
terhadap nilai-nilai keislaman masyarakat yang ada disekitar BPR syariah
tersebut. Aktivitas BPR syariah di bidang keuangan sering kali tidakk
“menyisakan” waktu untuk melakukan aktivitas yang berhubungan dengan syiar
Islam, artinya aktivitad keuangan BPR syariah termasuk syiar Islam di bidang
keuangan, tetapi aktivitas keislaman yang berhubungan dengan kehidupan
masyarakat secara umum perlu juga diperhatikan. BPR syariah perlu memprakarsai
terbentuknya majelis-majelis taklim dan semacamnya.
5. Nama
Bank Perkreditan Rakyat Syariah, masih menyisakan kesan sistem BPR syariah menggunakan
sistem BPR konvensional. Kata “perkreditan” tidak ada dalam terminology bank
dan lembaga kaeuangan syariah. Oleh karenanya, baik kiranya nama BPR syariah
diganti.
C.
Pengembangan BPR Syariah
Adapun strategi pengembangan BPR syariah
yang perlu diperhatikan adalah sebagai berikut:
1. Langkah-langkah
untuk mensosialisasikan keberadaan BPR syariah, bukan saja produknya tetapi
sistem yang digunakannya perlu diperhatikan. Upaya ini dapat dilakukan melalui
BPR syariah sendiri dengan menggunakan strategi pemasaran yang halal, seperti;
melalui informasi mengenai BPR syariah di media-media masa. Hal ini yang
ditempuh adalah perlunya kerjasama BPR syariah dengan lembaga pendidikan atau
non pendidikan yang mempunyai relevansi dengan visi dan misi BPR syariah untuk
mensosialisasikan keberadaan BPR syariah.
2. Usaha-usaha
untuk meningkatkan kualitas SDM dapat dilakukan melalui pelatihan-pelatihan
mengenai lembaga keuangan syariah serta lingkungan yang mempengaruhinya. Untuk
itu diperlukan kerjasama di antara BPR syariah atau kerjasama BPR syariah
dengan lembaga pendidikan untuk membuka pusat pendidikan lembaga keuangan
syariah atau kursus pendek (shortcourse) lembaga keuangan
syariah. Pusat pendidikan dan shortcourse tersebut memiliki
tujuan untuk menyediakan SDM yang siap kerja di lembaga keungan syariah, khusus
BPR syariah.
3. Melalui
pemetaan potensi dan optimasi ekonomi daerah akan diketahui berapa besar
kemampuan BPR syariah dan lembaga keuangan syariah yang lain dalam mengelola
sumber-sumber ekonomi yang ada. Dengan cara itu pula dapat dilihat
kesinambungan kerja di antara BPR syariah, demikian juga kesinambungan kerja
BPR syariah dengan bank syariah dan BMT. Sehingga hal ini akan meningkatkan
koordinasi di antara lembaga keuangan syariah.
4. BPR
syariah bertanggung jawab terhadap masalah keislaman masyarakat dimana BPR
syariah tersebut berada. Maka perlu dilakukan kegiatan rutin keagamaan dengan
tujuan meningkatkan kesadaran akan peran Islam dalam bidang ekonomi. Demikian
jga dengan pola ini dapat membantu BPR syariah dalam mengetahui gejala-gejala
ekonomi-sosial yang ada di masyarakat. Hal ini akan menjadikan kebijakan BPR
syariah di bidang keuangan lebih sesuai dengan kondisi masyarakat (marketable).[4]
Adapun tujuan yang dikehendaki dengan
berdirinya BBPR syariah adalah:
1.
Meningkatkan kesejahteraan ekonomi umat
Islam, terutama masyarakat golongan ekonomi lemah yang pada umumnya berada di
daerah pedesaan.
2.
Menambah lapangan kerja terutama ditingkat
kecamatan, sehingga dapat mengurangi arus urbanisasi.
3.
Membina semangat ukhuwah islamiyyah
melalui kegiatan ekonomi dalam rangka meningkatkan pendapatan per kapita menuju
kualitas hidup yang memadai.
Untuk mencapai tujuan operasionalisasi BPR
syariah tersebut diperlukan strategi operasinal sebagai berikut:
1.
BPR syariah tidak bersifat menunggu
terhadap datangnya permintaan fasilitas, melainkan bersifat aktif dengan
melakukan sosialisasi atau penelitian kepada usaha-usaha yang berskala kecil
yang perlu dibantu tambahan modal, sehingga memiliki prospek bisnis yang baik.
2.
BPR syariah memiliki jenis usaha yang
waktu perputaran uangnya jangka pendek dengan mengumatakan usaha skala menengah
dan kecil.
3.
BPR syariah mengkaji pangsa pasar, tingkat
kejenuhan serta tingkat kompetitifnya produk yang akan diberi pembiayaan.[5]
BAB III
PENUTUP
PENUTUP
A.
Kesimpulan
1.
Bank Perkreditan Rakyat (BPR) menurut
Undang-Undang (UU) Perbankan No.7 Tahun 1992 pasal 1 ayat 3, adalah lembaga
keuangan bank yang menerima simpanan hanya dalam bentuk deposito berjangka
tabungan dan/atau bentuk lainnya yang dipersamakan dengan itu dan menyalurkan
dana sebagai usaha BPR.
2. Sebagai
lembaga keuangan yang memiliki konsep Islam tentunya juga bertanggung jjawab
terhadap nilai-nilai keislaman masyarakat yang ada disekitar BPR syariah
tersebut. Aktivitas BPR syariah di bidang keuangan sering kali tidakk
“menyisakan” waktu untuk melakukan aktivitas yang berhubungan dengan syiar
Islam, artinya aktivitad keuangan BPR syariah termasuk syiar Islam di bidang
keuangan, tetapi aktivitas keislaman yang berhubungan dengan kehidupan
masyarakat secara umum perlu juga diperhatikan. BPR syariah perlu memprakarsai
terbentuknya majelis-majelis taklim dan semacamnya.
3. Adapun
strategi pengembangan BPR syariah yang perlu diperhatikan adalah sebagai
berikut:
a. Langkah-langkah
untuk mensosialisasikan keberadaan BPR syariah
b. Usaha-usaha
untuk meningkatkan kualitas SDM
c.
Melalui pemetaan potensi dan optimasi
ekonomi daerah
d.
BPR syariah bertanggung jawab terhadap
masalah keislaman masyarakat.
B. Saran
Pemakalah menyadari bahwa makalah ini jauh dari
kesempurnaan, untuk itu pemakalah memohon saran dan kritik para pembaca demi
kesempurnaan makalah pemakalah berikutnya.
DAFTAR PUSTAKA
Ahmad
Supriadi, Bank dan Lembaga Keuangan Syariah, STAIN
Kudus, Kudus, 2008,
Burhanuddin
S, Hukum Perbankan Syariah di Indonesia, UII Press, Yogyakarta,
2008,
Heri
Sudarsono, Bank & Lembaga Keuangan Syariah (Deskripsi
dan Ilustrasi), EKONISIA, Yogyakarta, 2003,
Warkum
Sumitro, Asas-Asas Perbankan Islam dan Lembaga-Lembaga Terkait (BMUI
&TAKAFUL) di Indonesia, PT RajaGrafido Persada, Jakarta,
1996,
[1] Burhanuddin S, Hukum Perbankan Syariah di Indonesia, UII Press,
Yogyakarta, 2008, hlm. 179.
[2] Ahmad Supriadi, Bank dan Lembaga Keuangan Syariah, STAIN Kudus,
Kudus, 2008, hlm. 64.
[3] Ibid., hlm. 75-77.
[4] Heri Sudarsono, Bank & Lembaga Keuangan Syariah (Deskripsi dan
Ilustrasi), EKONISIA, Yogyakarta, 2003, hlm. 92-94
[5] Warkum Sumitro, Asas-Asas Perbankan Islam dan Lembaga-Lembaga Terkait (BMUI
&TAKAFUL) di Indonesia, PT RajaGrafido Persada, Jakarta,
1996, hlm. 111.
No comments:
Post a Comment